Saturday, June 28, 2025

Jokowi Terkunci Mati Pasar Pramuka, Gibran Menunggu Ajal Politik

Perspektif KBA News, Sabtu, 28 Juni 2025

Buni Yani

Lonceng kematian Jokowi semakin kencang berdentang yang sekaligus mengantarkan kiamat politik bagi Gibran. Kematian baik dalam arti kiasan maupun harfiah memang sedang berlangsung sekarang. Secara kiasan, kematian itu merujuk pada semakin terkuncinya gerak Jokowi dalam kasus ijazah palsu. Sedangkan secara harfiah, kematian itu berarti semakin parahnya penyakit kulit Jokowi yang tidak menutup kemungkinan semakin menggerogoti tubuhnya.

Ibarat pesawat tempur, posisi Jokowi kini sudah terkunci mati. Jokowi menunggu tombol rudal ditekan yang akan mengubur seluruh sejarah kelamnya untuk selamanya. Posisi Jokowi terkunci setelah data baru mengenai ijazah palsunya semakin menemukan titik terang yang membuat puzzle pemalsuan itu semakin menemukan bentuk dan konstruksi hukum.

Berawal dari aktivis Beathor Suryadi yang secara blak-blakan mengungkap jejak ijazah Jokowi dicetak di Pasar Pramuka pojok, sekarang kasus ini semakin menemukan kejelasan hukum dan tindak pidana. Tidak cuma itu. Sebelumnya aktivis Roy Suryo juga dikirimi pesan WA yang bisa ditafsirkan sebagai ancaman oleh ketua organisasi relawan Jokowi bernama Paiman Raharjo.

Paiman memberi peringatan kepada Roy Suryo agar berhenti mempermasalahkan ijazah Jokowi bila ingin keluarganya hidup tenang. Ancaman ini oleh publik dikaitkan dengan kepemilikan kios fotokopi dan percetakan Paiman di Pasar Pramuka. Publik membuat gambaran kasar kasus ini kira-kira begini: ijazah Jokowi dicetak di Pasar Pramuka di kios Paiman untuk persiapan Pilkada DKI Jakarta 2012.

Publik mencurigai keterlibatan Paiman dalam pemalsuan ijazah Jokowi. Indikasinya, karena Paiman panik oleh karena Roy Suryo terus-menerus tanpa henti mempermasalahkan ijazah dan skripsi Jokowi yang memang sangat janggal. Karena kepanikan inilah lalu Paiman mengeluarkan ancaman ke Roy Suryo.

Publik sangat yakin bahwa Paiman pasti ada sangkut-pautnya dengan ijazah palsu Jokowi. Dia ketua organisasi relawan Jokowi yang kemudian dihadiahi posisi wakil menteri, punya kios fotokopi dan percetakan di Pasar Pramuka, dan mengirim pesan ancaman ke Roy Suryo. Tiga fakta yang bila dirangkai menjadi satu, maka ini menjadi kesimpulan sementara bahwa Paiman tidak steril dalam kasus ijazah palsu, dan seharusnya sudah dipanggil polisi untuk dimintai keterangan.

Beathor sebelumnya mengatakan bahwa di Pasar Pramukalah tim Jokowi dari Solo dan tim PDIP mempersiapkan semua dokumen Pilkada 2012 Jokowi yang dia tidak punya. Satu nama muncul yang disebut menjadi penanggung jawab pengadaan dan pencetakan ijazah ini yaitu Widodo, orang kepercayaan Jokowi yang dia bawa dari Solo. Dari tim PDIP di Jakarta, kata Beathor, ada nama Dani Iskandar yang mengerjakan dokumen bersama Widodo.

Paiman buru-buru memberikan klarifikasi begitu namanya mendadak viral karena disebut di banyak podcast dan ditulis di banyak portal berita. Kata Paiman, dia memang pernah mempunyai kios fotokopi di Pasar Pramuka, tetapi itu berlangsung antara 1997 sampai 2002. Setelah itu dia menjual kiosnya. Apa lagi kemudian dia menjadi ketua program studi di salah satu universitas swasta di Jakarta, maka kios tersebut dia jual.

Bantahan Paiman tidak begitu saja diterima publik. Seorang pensiunan TNI yang kini menjadi pengamat intelijen yang tinggal di Aceh, Sri Rahardja Chandra, meragukan klarifikasi Paiman. Rahardja mengatakan beberapa orang pemilik kios di Pasar Pramuka sudah siap bersaksi untuk membantah klaim sepihak Paiman tersebut.

“Hasil temuan di lapangan didapat informasi dari beberapa rekan sesama pemilik kios di Pasar Pramuka yang siap bersaksi bahwa Paiman Raharjo mantan Wamendes telah memiliki kios ketik dan cetak skripsi sejak tahun 1990-an sampai tahun 2017,” demikian kata Rahardja dalam sebuah tulisan yang disiarkan secara luas.

Menurut Rahardja yang dikutip Roy Suryo, kios milik Paiman masih tetap beroperasi sampai 2017 tetapi memang sudah pindah ke bagian belakang pasar. Alasannya, kios yang banyak mencetak dokumen palsu tentu cari gara-gara bila terlalu tampak oleh masyarakat umum, karenanya harus dipindah ke belakang.

Beathor kembali mengingat-ingat kejadian 13 tahun ke belakang ketika Jokowi sedang mempersiapkan dokumen untuk maju di Pilkada DKI Jakarta. Beberapa orang PDIP, kata Beathor, sempat terkejut melihat surat-surat dan dokumen yang dipersiapkan itu fotonya sama semua. Tentu ini sangat janggal. Karena dokumen itu berbeda tahun, maka tentunya foto yang dibubuhkan seharusnya berbeda rupa dan usia.

Fakta penting kedua, kata Beathor, adalah tim pencalonan Jokowi yang mempersiapkan surat-surat dan dokumen itu juga terkejut melihat foto yang tercantum dalam dokumen dan surat-surat itu berbeda dengan raut muka Jokowi. Informasi ini didapat Beathor dari salah satu anggota tim, dan ingatan lama itu masih sangat kuat menempel di kepalanya.

Singkat kata, rangkaian fakta-fakta ini akan sangat susah dibantah oleh Jokowi dan tim hukumnya. Bantahan apa pun yang akan dikemukakan pasti tidak akan dipercayai publik karena bertentangan dengan akal sehat. Ini adalah fakta-fakta yang seharusnya ditelusuri lebih lanjut oleh polisi, bukan malah fokus untuk mentersangkakan Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma, Rismon Sianipar, Rizal Fadillah, Egi Sujana, dan Kurnia.

Dengan perkembangan terbaru ini, sekuat apa pun Bareskrim dan Polri mencoba menyelamatkan Jokowi, maka usaha itu akan sia-sia. Fakta-fakta ini sudah setengah matang yang seharusnya ditindaklanjuti bila sungguh ingin menegakkan kebenaran dan keadilan. Ini adalah fakta-fakta yang masih bisa ditelusuri karena para pelakunya masih ada.

Pada saat yang sama, publik juga sangat curiga dengan terbakarnya Pasar Pramuka pada 2 Desember 2024, atau 52 hari setelah Jokowi tidak lagi menjadi presiden. Publik bertanya apakah betul pasar ini terbakar secara alami atau dibakar secara sengaja untuk menghilangkan jejak. Karena kejadian yang sama, kata publik, terjadi juga dengan gedung Kejaksaan Agung dan dibongkarnya rest area lokasi kilometer 50 yang menewaskan enam laskar FPI. Publik mencurigai keras pihak-pihak yang tersudutkan dan terlibat sengaja menghilangkan barang bukti dan locus delicti atau tempat kejadian perkara.

Rakyat semakin tidak sabar menunggu akhir drama ijazah palsu ini karena dari hari ke hari alur ceritanya semakin nyata dan tak terbantahkan. Jokowi mau mengelak seperti apa pun, mau lari ke mana pun, kini semakin susah. Berbagai front sudah menyerang pengakuan palsu dan membongkar kebohongannya. Publik semakin berani dan semakin yakin karena Jokowi memiliki riwayat kebohongan akut yang panjang.

Tentu saja dari semua perkembangan ijazah palsu Jokowi ini, satu hal sangat penting mencuat ke permukaan. Yaitu, kejatuhan Jokowi adalah kematian politik Gibran sekaligus. Menanggapi perkembangan ini, Jokowi tidak tinggal diam. Dengan penyakit kulit yang semakin parah, dia memaksa bertemu dengan dua orang dekatnya, yaitu dua mantan rektor, di Solo, tak lama setelah fakta Pasar Pramuka menjadi fakta publik. Publik melihat pertemuan mereka sebagai langkah menangani fakta baru yang dikenal sebagai UPP atau Universitas Pasar Pramuka itu.

Rakyat sekarang merasa bahwa dua anak-beranak itu sudah menorehkan nista yang sangat dalam bagi bangsa Indonesia. Dan rakyat kini melawan. Rakyat ingin mengembalikan marwah bangsa yang dicabik dan dicampakkan ke dalam lumpur kehinaan selama 10 tahun Jokowi berkuasa secara zalim. Residu Jokowi paling besar, yaitu masih bercokolnya Gibran, sangat mengganggu bangsa Indonesia.

Karenanya, Gibran harus segera dimakzulkan. Mukanya yang menunjukkan keculasan dan kebodohan tidak bisa ditolerir karena bertentangan dengan visi kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bangsa besar. Muka Gibran sudah mengotori ruang publik selama delapan bulan dan rakyat sudah tidak bisa lagi menanggungkannya.

Tidak cuma Gibran, rakyat juga menuntut agar kasus-kasus geng Solo juga harus segera diproses hukum. Nadim Makarim sudah dicekal keluar negeri menjelang pemeriksaannya, yang dibaca publik bahwa Nadim sudah pasti akan segera jadi tersangka. Tentu rakyat mengapresiasi langkah hukum ini yang akan menaikkan kepercayaan investor melakukan bisnis di Indonesia.

Namun tentu tidak cukup sampai di situ. Nama-nama seperti Budi Arie, Budi Sadikin, Bahlil, Luhut, Tito, dan lain-lainnya, mengapa masih dikasih panggung oleh Prabowo. Budi Arie seharusnya sudah jadi tersangka dalam kasus judi online. Budi Sadikin ditengarai mengubah gelar akademiknya dari Drs jadi Ir.

Bahlil terbukti melakukan hal tidak terpuji dalam mendapatkan gelar doktor di UI. Tito melakukan keributan dengan memindahkan empat pulau Aceh ke Sumut. Luhut sudah barang tentu harus segera out karena menjadi representasi Jokowi par excvellence in all senses.

Tetapi ini semua terpulang kembali ke Presiden Prabowo. Prabowo bisa menjadi katalisator sangat penting untuk mempersiapkan “Indonesia emas” yang selama ini menjadi jargon di mana-mana. Ibarat masuk hutan belukar yang ditumbuhi banyak pohon beracun, Prabowo sudah harus mulai menebang pohon-pohon itu untuk membuat jalan setapak.

Selama Prabowo terus ragu untuk menebang pohon-pohon berbahaya itu, semakin Indonesia dalam ketidakpastian. Mulai sekarang sampai 2045 nanti, bukan Indonesia emas yang didapatkan, malah sebaliknya, Indonesia cemas menghantui di mana-mana. ***

Saturday, June 21, 2025

Pemakzulan Gibran Harus Dipercepat, Kasus Ijazah Palsu Jalan Terus

Perspektif KBA News, Sabtu, 21 Juni 2025

Buni Yani

Publik dan pemangku kepentingan rakyat harus menentukan skala prioritas yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara. Prioritas pertama sekarang ini adalah DPR dan MPR agar segera memproses pemakzulan Gibran yang diusulkan oleh para purnawirawan TNI yang didukung rakyat.

Gibran jelas sama sekali tidak ada gunanya bagi bangsa dan negara. Sebaliknya, dia adalah simbol kehinaan sebuah bangsa karena proses kenaikannya menjadi pejabat melalui cara curang yang memalukan. Tidak cuma itu, Gibran juga tidak punya kapasitas. Kemampuannya nol dan ijazah SMA-nya dipertanyakan publik. Yang paling parah, caci-maki serta kata-kata kotornya sangat merendahkan bangsa melalui akun Fufufafa yang diyakini miliknya.

Gibran adalah kanker sekaligus parasit bagi bangsa yang sedang bersiap menyambut seabad kemerdekaan nanti pada 2045. Gibran jelas bukan cerminan Indonesia masa depan yang bisa jadi panutan orang muda. Dia bukan manusia yang lahir dari proses tahap demi tahap dalam meniti karir. Dia melawan doktrin meritokrasi dalam manajemen modern, yaitu pemberian ganjaran berdasarkan kemampuan.

Gibran merusak semua itu. Tiba-tiba bapaknya, yang memerintah selama 10 tahun dengan penuh kezaliman, mengubah UU Pemilu agar si anak haram konstitusi ini bisa ikut kontestasi. Jokowi dan Gibran mengembalikan Indonesia ke zaman jahiliyah dengan menghapus semua capaian peradaban dalam bidang politik dan tata negara. Mereka berdua bersekongkol menggerus bangsa ke titik nadir.

Sudah habis kritik dan nasihat diberikan ke dua orang ini sejak sebelum Pemilu 2024, namun tak ada satu pun yang bisa menyentuh hati sanubari mereka. Sudah tidak terbilang sindiran dilontarkan kepada mereka, namun sampai kini mereka tidak berubah. Sudah tak terhitung caci-maki di media sosial yang secara telak menurunkan marwah keduanya, tetapi nyatanya mereka memang tak punya kehormatan.

Jokowi jelas sedang merencanakan sesuatu yang besar, mempersiapkan Gibran menjadi presiden pada 2029 atau lebih cepat dari itu. Prabowo tidak perlu menaati janji mundur dari jabatan dan digantikan oleh Gibran setelah dua tahun. Para purnawirawan TNI mengendus janji tidak sehat ini yang membuat mereka bereaksi. Karena Gibran bukanlah orang yang tepat yang boleh menggantikan posisi Prabowo. Karena Gibran adalah simbol kehinaan bangsa bagi para patriot pembela negara itu.

Rakyat sudah tidak sabar mendapatkan wakil presiden baru yang cakap, memiliki wawasan, cerdas secara intelektual, punya akhlak yang baik yang bisa ditiru rakyat—yang kesemuanya adalah antitesis dari diri Gibran. Rakyat mendukung sepenuhnya desakan para purnawirawan TNI karena memang masuk akal dan tujuannya untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kehancuran.

Jokowi dan keluarga adalah cobaan berat bagi bangsa Indonesia. Menantunya yang menjadi Gubernur Sumatera Utara, yang bersekongkol dengan Mendagri Tito Karnavian, baru saja membuat gaduh mengutak-atik kepemilikan empat pulau milik Aceh. Untunglah Presiden Prabowo bergerak cepat memadamkan kebakaran kemarahan rakyat Aceh akibat ulah geng Solo yang sekarang menjadi sorotan rakyat.

Sudah tidak ada maaf bagi keluarga Jokowi perusak bangsa dan negara yang selama 10 tahun lebih ini bercokol secara kejam melakukan penganiayaan kepada rakyat. Dosa Jokowi dan keluarga sudah tidak terhitung banyaknya. Mulai dari korupsi, sehingga Jokowi dinobatkan menjadi salah satu manusia paling korup di dunia versi OCCRP, sampai melakukan kriminalisasi, pemenjaraan, dan pembunuhan terhadap sesama manusia yang tidak bersalah.

Kekejaman dan kebiadaban Jokowi dan keluarganya harus segera dihentikan agar bangsa dan negara bisa memulai hidup baru setelah lebih 10 tahun hidup dalam ketakutan. Hidup baru bangsa besar ini bisa dimulai dari bersih-bersih semua residu Jokowi. Residu Jokowi paling berbahaya adalah Gibran yang akan menjadi presiden bila sesuatu terjadi dengan Prabowo. Ini tidak bisa dibiarkan.

Residu kedua tentu saja adalah Jokowi sendiri yang dari hari ke hari menunjukkan perilaku aneh dan penuh teka-teki sejak kasus ijazah palsunya meledak dan diperkarakan rakyat. Beberapa kali dia tampil di hadapan wartawan dengan muka sembab, mata mengecil, muka dengan tanda putih, rambut menipis, seolah dia sedang sakit.

Namun penampilan Jokowi yang berulang kali di depan wartawan dengan menunjukkan dirinya sedang sakit menjadikan rakyat curiga dan bertanya-tanya. Betulkah Jokowi sakit? Atau sesungguhnya dia sedang berakting sakit, mempersiapkan diri bila nanti jadi tersangka, maka dia tidak bisa ditahan? Apa saja tentu bisa dilakukan Jokowi yang punya reputasi sangat lihai dalam berdusta.

Karena logikanya, kalau Jokowi memang betul-betul sakit, maka dia akan malu keluar rumah dan fokus untuk penyembuhan. Yang terjadi justru Jokowi memamerkan sakit kulitnya ke khalayak berulang kali. Bila langkah ini ditempuh oleh Jokowi untuk menarik simpati rakyat, agar rakyat kasihan kepadanya, pasti dia salah. Rakyat malah senang melihat Jokowi tidak berdaya akibat kezalimannya selama ini.

Residu ketiga yang harus disingkirkan tentu saja adalah semua anggota geng Solo yang masih merecoki pemerintahan Prabowo dan menghalanginya untuk membangun satu per satu batu-bata Indonesia baru. Selama geng Solo masih berada di dalam kabinet, maka selama itu pemerintahan Prabowo akan mendapatkan gangguan. Raja Ampat, empat pulau Aceh, kasus Letjen Kunto adalah di antara kasus-kasus yang menunjukkan geng Solo melakukan insubordinasi kepada Prabowo.

Semakin Prabowo tidak menunjukkan bahwa dia memegang kendali penuh atas pemerintahan, maka semakin berani dan ngelunjak Jokowi dan geng Solo. Semakin Prabowo menggunakan “budaya tinggi” untuk menegur Jokowi dan kawanannya, maka semakin muka badak mereka. Mereka tidak bisa disindir dengan bahasa halus dan bersayap. Mereka harus diemprot dengan kata yang apa adanya.

Tak ada kemuliaan pada Jokowi dan geng Solo. Prabowo harus mulai beradaptasi menggunakan cara dan budaya mereka untuk mengubah dan memotong pengaruh mereka. Tetapi ini hanya bisa terjadi bila Prabowo menunjukkan sikap yakin dan tidak ragu-ragu, bahwa Jokowi dan geng Solo adalah residu toxic yang akan mengganggu pemerintahannya.

Jangan sampai Prabowo kehilangan momentum. Sekarang rakyat sedang mendukung semua langkahnya melenyapkan Gibran dan Jokowi yang sudah terlalu lama mempermalukan bangsa besar ini. Bila Prabowo terus tidak responsif dengan tuntutan rakyat ini, maka pelan-pelan cinta rakyat akan berubah menjadi benci.

Karenanya, pemakzulan Gibran harus dipercepat, pengadilan terhadap Jokowi—termasuk ijazah palsu—harus segera dilakukan, dan bersih-bersih geng Solo menjadi kewajiban. Prabowo harus berani dan yakin, karena dia mendapatkan dukungan rakyat secara penuh. ***

Wednesday, June 18, 2025

Jokowi, Geng Solo, dan Delirium Kosong dari Negeri Kutukan

Perspektif KBA News, Sabtu, 14 Juni 2025

Buni Yani

Jokowi terlalu tinggi menilai diri. Tetapi mungkin juga dia tidak terlalu salah bila merasa begitu. Karena memang dia bisa meninggikan diri dengan cara menipu dan berdusta—dan publik yang dia kencingi kepalanya habis-habisan tidak tahu bila sedang berhadapan dengan pendusta. Jokowi tahu itu dan memang ahlinya.


Jokowi terlalu tinggi menilai diri, dan dari sinilah awal bencana itu datang. Karena mungkin Jokowi tidak pernah mendengar dan belajar dari ungkapan “Anda bisa membohongi beberapa orang sepanjang waktu, dan Anda juga bisa membohongi semua orang untuk jangka waktu tertentu, tetapi Anda tidak bisa membohongi semua orang sepanjang waktu”.

Ungkapan yang dipercayai berasal dari mantan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln itu sangat menohok menggambarkan kebodohan Jokowi. Jokowi yang menganggap semua orang bodoh seperti dirinya tidak tahu kalau kebohongan dibatasi oleh ruang dan waktu. Kebohongan tidak bisa melawan keterbatasannya sendiri. Kebohongan mustahil bisa menundukkan hukum alam yang berpihak pada kebenaran.

Seharusnya Jokowi puas dengan pencapaiannya sebagai Walikota Solo, atau lebih rendah dari itu, yaitu menjadi pengusaha mebel saja. Tetapi Jokowi merasa sudah bisa menipu dunia, karenanya dia sangat percaya diri masuk DKI Jakarta dengan mobil Esemka yang penuh dusta. Jakarta terpesona dan tersihir dengan tampang lugu plonga-plongo kampungannya yang penuh berisi kebohongan.

Pendek cerita, Jokowi menundukkan Jakarta dengan mudah. Dari sana dia tambah percaya diri dan melaju jadi presiden. Kebohongan melalui pencitraan murahan Jokowi menyihir profesor, penyair, wartawan, pengusaha, dan bahkan juga para ulama. Jokowi tak terbendung. Dia melaju dan percaya diri bahwa kebohongan adalah aset berharga yang akan mengangkat derajat diri, keluarga, dan kroninya.

Jokowi dan kebohongan sudah bersifat asosiatif sekaligus substitutif. Bersifat asosiatif karena Jokowi adalah kebohongan dan kebohongan adalah Jokowi. Jokowi dan kebohongan di benak masyarakat bersifat substitutif, atau bisa saling menggantikan satu sama lain. Dalam grammar kekinian di media sosial, netizen menggantikan secara bergantian ide, konsep, atau kata kebohongan dengan Jokowi.

Tetapi malang tak bisa ditolak, untung tak bisa diraih. Alam bekerja dengan caranya sendiri dalam merespons setiap napas Jokowi, termul, dan begundalnya. Alam mencatat setiap sepak terjang gerombolan yang dikenal sebagai geng Solo itu. Tidak ada satu pun yang luput. Bahkan kelak di akhirat mereka akan menyesal karena kaki, tangan, dan anggota tubuh mereka berbicara dan bersaksi sendiri di hadapan Tuhan.

Keruntuhan Jokowi bersama kebohongannya akhirnya datang juga. Namun dia tidak bisa menerimanya begitu saja dan melawannya dengan berbagai cara. Jokowi hidup dalam angan-angan kosong. Dia tidak bisa membedakan antara fakta dan khayalan. Waktu berlaku kebohongannya sudah lama habis karena rakyat mengendus dusta tanpa henti itu. Ironisnya, Jokowi melawan fakta, alam, dan kebenaran.

Jokowi hidup dalam delirium kosong—semacam penyakit mental yang tidak bisa membedakan antara ilusi dan kenyataan. Kadaluwarsa kebohongannya dia coba perbaiki agar kembali ampuh dan mandraguna. Tetapi Jokowi bukanlah pendekar dari Gunung Merapi atau manusia sakti dari Gua Hantu. Dia hanya mantan tukang mebel yang kini sedang menghadapi kutukan rakyat akibat kebohongan dan ketidakmampuannya mendiagnosa perkembangan politik yang berlari kencang.

Jokowi dan geng Solo tidak hanya dipenuhi halusinasi mengenai fakta keras yang mereka harus hadapi. Bahwa waktu mereka telah habis. Bahwa dusta mereka telah kadaluwarsa dan tuah Jokowi tidak mampu lagi menangkis kesadaran rakyat. Fakta baru ini seperti penyakit yang menggerogoti dan pelan tapi pasti mencabik mental mereka.

Mereka memberontak tetapi gagal. Dengan sisa-sisa kekuatan yang masih tersisa di kabinet Prabowo, mereka berusaha melakukan konsolidasi dan manuver receh. Tetapi seluruh mata rakyat tertuju ke gerombolan ini. Rakyat menguliti setiap pergerakan mereka, rakyat berteriak keras pada setiap langkah mereka yang tidak lagi membawa kebaikan untuk bangsa.

Delirium kosong itu pun menghinggapi Tito Karnavian yang memindahkan kepemilikan empat pulau milik Aceh menjadi milik Sumatera Utara. Tito menyeruak dari kegelapan dan menjadi pemecah gelombang—gelombang pemakzulan Gibran, gelombang ijazah palsu, gelombang kasus korupsi geng Solo. Tito kelihatannya ingin menciptakan ribut-ribut pemindahan pulau untuk mengalihkan perhatian publik dari tiga kasus itu.

Ribut-ribut empat pulau milik Aceh terbaca juga oleh publik, yang ternyata menyimpan kandungan gas alam dan mineral yang kaya. Karenanya harus dipindahkan kepemilikannya ke Sumatera Utara yang kini gubernurnya adalah menantu Jokowi. Ini langkah taktis dengan menembakkan satu peluru untuk dua sasaran sekaligus.

Publik tidak berhenti sampai di situ. Spekulasi terakhir ini kelihatannya yang paling tidak mengenakkan. Yaitu Tito ditengarai melakukan semua ini sebagai gerakan pembusukan dari dalam kabinet Prabowo yang tidak kunjung berani menggusur geng Solo. Langkah ini adalah gerakan untuk menghambat pemerintahan Prabowo. Reaksi rakyat Aceh sudah bisa diperkirakan pasti menolak. Reaksi dari daerah yang punya sejarah pernah menuntut merdeka.

Begitupun dengan keributan di Raja Ampat yang seharusnya menjadi wilayah konsrvasi alam karena keindahannya ternyata dijadikan wilayah penambangan nikel—yang lagi-lagi ditengarai melibatkan oligarki dan geng Solo. Fakta-fakta ini menunjukkan semakin terang-benderangnya dugaan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang tidak bisa lagi ditutup-tutupi.

Jokowi, dengan mata sembab dan mengecil, muka aneh, dan rambut yang semakin menipis, muncul di depan media lalu membantah bahwa kapal bernama Jkw Mahakam dan Dewi Iriana itu bukan miliknya. Tetapi karena rakyat sudah kenyang ditipu selama 10 tahun, sudah pasti tidak akan ada lagi yang percaya. Kami tidak bodoh, Jokowi, kata rakyat.

Prabowo sedang beradu cepat dengan Jokowi. Semakin lama Prabowo membiarkan Jokowi melakukan konsolidasi, maka akan semakin runyam masa depan pemerintahannya. Seharusnya Prabowo cukup sensitif dengan tiga fakta mutakhir bahwa kesetiaan orang Jokowi di kabinetnya menciptakan matahari kembar. Kasus ijazah palsu menunjukkan Listyo Sigit masih setia kepada Jokowi, kasus empat pulau Aceh menunjukkan Tito Karnavian masih menjadi sekutu Jokowi, dan kasus Raja Ampat meneguhkan Bahlil masih menjadi orangnya Jokowi.

Rakyat kecewa kepada Presiden Prabowo yang mengatakan tidak akan ada reshuffle dalam waktu dekat karena kabinetnya masih solid dan bekerja seperti yang dia harapkan. Prabowo kelihatannya tidak tahu media sosial mendidih setiap hari mendesak agar Jokowi diadili, Gibran dimakzulkan, menteri-menteri titipan Jokowi diganti, dan semua dugaan korupsi yang melibatkan keluarga Jokowi serta kroninya segera diproses hukum.

Apa yang terjadi dengan Prabowo? Apakah dia belum menemukan kesepakatan dengan Megawati sehingga kelihatan ragu-ragu melawan Jokowi? Apakah dia tidak sayang rakyat yang seratus persen mendukungnya? Perkembangan terbaru ini tentu menimbulkan enigma dan mencuatkan spekulasi buruk mengenai masa depan pemerintahannya.

Respons aneh dan ragu-ragu dari Prabowo ini menjadikan angan-angan Jokowi tambah melambung dan membuncah, bahwa dia akan selamat, dan penjara tidak akan pernah menyentuh diri dan gerombolannya. Bahwa Gibran tak akan tersentuh pemakzulan karena Prabowo terlalu lemah untuk melawan dirinya. Gertakan tiji-tibehnya berhasil, bahwa Gibran tak bisa dimakzulkan karena mereka dipilih satu paket dengan Prabowo dalam pilpres.

Singkat kata, delirium Jokowi bermakna satu hal. Yaitu Prabowo ikut menyumbang di dalamnya. Prabowo tidak berani menghentikannya. Dan dengan kondisi ini, rakyat serasa hidup di negeri kutukan. ***

Saturday, June 7, 2025

Pemakzulan Gibran, Ijazah Palsu dan Kasus Korupsi Lumpuhkan Jokowi

Perspektif KBA News, Sabtu, 7 Juni 2025

Buni Yani

Di ujung harap-harap cemas Kapolri Listyo Sigit akan menyelamatkannya lewat keputusan kontroversial Bareskrim mengenai kontroversi ijazah palsu, tiba-tiba kabar baru yang jauh lebih dahsyat menggodam mental Jokowi yang menjadikannya semakin oleng dan linglung. Kabar baru itu berasal dari DPR dan MPR yang telah menerima surat purnawirawan TNI mengenai pemakzulan Gibran yang dianggap cacat konstitusi dan tidak punya kemampuan.

Melihat perkembangan politik terakhir, DPR dan MPR kelihatannya sudah pasti akan memproses pemakzulan Gibran. Prabowo telah bertemu Megawati yang akan menggantikan posisi Jokowi. Megawati in, Jokowi out. Prabowo merasa perlu mencari sekutu politik baru di parlemen untuk memperkuat posisi tawarnya berkenaan dengan pemakzulan Gibran.

Dua godam kini menghantam Jokowi sekaligus yang membuatnya semakin stres. Belum selesai urusan ijazah palsunya yang sedang bergulir di pengadilan, sekarang dia harus menelan pil pahit pemakzulan anaknya. Dua kasus ini membuat Jokowi kehilangan keseimbangan mental dan dia kelihatan sangat terganggu.

Tetapi sesungguhnya, kalau kita mau jeli, bukan cuma dua kasus itu sekarang yang harus dihadapi Jokowi yang baru tujuh bulan menjadi pensiunan. Kasus lain yang juga sangat penting adalah gencarnya usaha Prabowo dalam memberantas korupsi—korupsi yang terkait dengan keluarga dan kroni Jokowi. Penegak hukum di antaranya sedang mengusut kasus korupsi Sritex, laptop di Kemendikbud, dan judi online.

Tiga kasus ini membuat Jokowi lumpuh. Dia dikabarkan sakit kulit yang disebabkan oleh gangguan psikologis. Pada potongan video yang beredar luas terlihat Jokowi sedang menggaruk-garuk badannya, tumbuhnya bercak hitam di muka dan leher, serta usaha Jokowi menutupi sakit kulitnya dengan jaket hitam berkerah tinggi.

Meskipun telah dibantah oleh ajudannya, namun kabar kepergiannya ke Jepang untuk mengobati sakit kulitnya sangat kuat beredar di lingkaran terbatas yang pernah dekat dengan Jokowi. Rumor ini diyakini sebagai info A1 dan tidak mungkin hoaks. Jadi memang penyakit kulit Jokowi bukanlah penyakit kulit biasa sehingga harus mendapatkan pelayanan medis kelas premium. Itulah yang bisa kita baca dari kejadian ini.

Apa pun yang berkaitan dengan Jokowi kini dianggap sebagai residu yang harus segera disingkirkan. Jokowi seperti najis yang dijauhi, yang hanya para penjilat berkulit muka tebal tidak punya malu yang masih membela dan memujinya. Jokowi dijauhi karena dua hal. Pertama, karena dia dianggap tidak berguna lagi oleh sekutu-sekutu politik lamanya. Kedua, ini memiliki pengertian harfiah, yaitu dia dijauhi karena sedang sakit kulit—mungkin orang takut tertular.

Nasib Jokowi sekarang sangat mengenaskan. Kawan-kawannya mulai menjauh karena menganggap Jokowi sudah menjadi beban. Mengenai kasus ijazah palsu yang sedang bergulir, tak satu pun orang di DPR bersuara—padahal mereka telah lama menjadi sekutu politiknya. Jokowi harus mengurus dan membela dirinya sendiri. Dia melapor ke Polda Metro Jaya dengan langkah gontai dan muka tidak meyakinkan.

Ketika anaknya kini di ujung tanduk pemakzulan, tidak ada suara keras membelanya. Memang ada satu-dua orang yang masih kelihatan bersimpati tetapi itu tak lebih dari sikap pribadi, bukan sikap resmi partai. Hal-hal ini membuat Jokowi kelihatan rungkad secara mengenaskan. Dia harus menjelaskan sendiri dengan muka kuyu dan intonasi kosong bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden itu sepasang—jadi tidak bisa memakzulkan salah satu dari mereka.

Tidak ada yang membantu dan membelanya dengan cara garang seperti dulu waktu 10 tahun berkuasa secara bengis. Jokowi harus menjelaskan sendiri, dengan kerongkongannya sendiri, dengan suara ganjil, bahwa semua warga negara harus tunduk pada aturan—jadi tidak bisa sembarang memakzulkan Gibran.

Tentu saja penjelasan Jokowi yang terakhir ini membuat rakyat tertawa perpingkal-pingkal. Orang tertawa karena beberapa sebab. Pertama, karena sama saja dengan Jokowi memakan beraknya sendiri ketika mengatakan orang harus ikut aturan. Bukannya dulu Jokowi sendiri yang tidak taat aturan ketika menukangi konstitusi agar anaknya bisa jadi wapres?

Orang juga tertawa oleh karena menganggap Jokowi sudah tidak lagi sehat mental dan ingatannya. Bagaimana mungkin Jokowi lupa dengan sikap liciknya mengubah UU Pemilu demi kepentingan sempitnya? Orang tambah tertawa terpingkal-pingkal menyadari bahwa begitu bodohnya Jokowi menganggap publik telah lupa akan kelicikannya, namun kini mencitrakan diri sebagai orang yang taat aturan ketika kepentingan sempitnya terganggu.

Sudahlah Jokowi, kata rakyat. Nikmati hari-hari tuamu dengan caci-maki dan kutukan akibat kezaliman yang kau perbuat selama 10 tahun. Anda mau mencari simpati seperti apa pun, tak akan ada orang waras yang akan mempercayai Anda. Di mata rakyat, Anda adalah pendusta yang konsisten membohongi rakyat selama 10 tahun.

Rakyat tentu saja ingin mencintai mantan pemimpinnya, tetapi orang seperti Jokowi tentu saja tidak pantas dicintai dan dihormati. Justru rakyat sekarang mendesak pemerintahan Prabowo agar segera membenahi penegakan hukum agar bisa menyentuh Jokowi, keluarga dan kroninya. Prabowo tidak boleh ragu-ragu karena rakyat ada di belakangnya.

Rakyat mendesak agar Jokowi segera diadili dan lalu dihukum mati atas kezalimannya. Tidak ada kata maaf kepada Jokowi yang dengan sadar telah mencelakai dan menzalimi rakyat selama 10 tahun. Tidak ada belas kasihan terhadap monster pembunuh sesama manusia yang memerintah lebih kejam daripada binatang.

Itu sebabnya rakyat menyambut baik langkah Prabowo yang telah mengisolasi pergerakan Jokowi dengan membiarkan kasus ijazah palsu, pemakzulan Gibran dan pengusutan kasus korupsi yang melibatan geng Solo. Membiarkan ketiga kasus ini berjalan secara alami saja akan membuat rakyat tenteram karena telah menumbuhkan harapan penegakan hukum yang sudah mati selama 10 tahun Jokowi berkuasa secara zalim.

Sudah sangat tepat Prabowo melakukan serangan balik atas kezaliman Jokowi yang tidak menguntungkannya. Prabowo tidak harus menepati dua tahun memerintah lalu kemudian digantikan oleh Gibran anak haram konstitusi yang sama sekali tidak punya kapasitas. Apa pun perjanjian dengan Jokowi demi mendapatkan dukungan darinya sama sekali tidak perlu ditepati. Karena Prabowo hanya wajib bertanggung jawab ke rakyat, bukan ke Jokowi.

Sudah sangat tepat Prabowo meminjam tangan purnawirawan TNI untuk menyingkirkan Gibran. Karena kalau betul-betul Prabowo memenuhi janjinya menyerahkan kekuasaan ke Gibran yang sama sekali tidak punya isi otak dan ditengarai ijazah SMA-nya bermasalah setelah dua tahun, maka ini akan menjadi tragedi maha dahsyat bagi Indonesia. Indonesia terancam bubar tahun 2030. Kemungkinan akan terjadi huru-hara besar.

Skenario gelap Jokowi menaikkan Gibran setelah dua tahun ini tentu tidak bisa diterima para purnawirawan TNI yang loyalitasnya ke negara tidak perlu diragukan lagi. Jokowi tidak bisa dibiarkan. Dia sudah melampaui batas dan sangat tidak tahu diri. Karenanya para purnawirawan dengan lugas dan lantang menyusun kekuatan dan mendesak agar Gibran segera dimakzulkan.

Apakah Jokowi tahu keadaan ini? Tentu dia tahu. Karena tahu dan tidak bisa melawan itulah makanya dia stres dan gatal-gatal. Penyakit kulitnya berasal dari komplikasi mental yang akut. Tetapi rakyat tidak akan pernah bersimpati ke Jokowi. Dosa-dosanya amat besar dan meliputi hampir semua segi.

Rakyat senang melihat Jokowi yang semakin tidak berdaya secara fisik dan mental. Rakyat senang melihat manusia zalim itu lumpuh secara politik. Rakyat mengucapkan hamdalah sembari beristigfar kepada Allah SWT. ***