Saturday, July 26, 2025

Pesan Jokowi untuk Prabowo, Sekutu, dan Seteru Politiknya

Perspektif KBA News, Sabtu, 26 Juli 2025

Buni Yani

Kasus ijazah palsu Jokowi semakin menunjukkan tidak netralnya penegak hukum. Jokowi sangat dilindungi dan diistimewakan seperti warga negara kelas satu yang tidak tersentuh hukum. Bahkan kini rakyat melihat Jokowi di atas hukum. Siapa pun yang berani mempertanyakan dosa-dosa Jokowi dan keluarganya pasti akan dikriminalisasi.

Dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Jokowi di Polda Metro Jaya, polisi bergerak cepat menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Sementara dalam kasus laporan TPUA di Bareskrim, lembaga ini menunjukkan keengganan untuk memeriksa ijazah Jokowi menggunakan teknologi yang seharusnya. Bareskrim dengan segera menyatakan ijazah Jokowi asli dan menghentikan penyelidikan.

Situasi ini membuat rakyat kehilangan harapan dan marah. Mengapa hukum sebagai benteng terakhir semua warga negara dalam mencari keadilan kini semakin jauh bahkan telah dinistakan oleh aparat penegak hukum sendiri. Kondisi ini sangat rentan menimbulkan ledakan kerusuhan karena perasaan ketidakadilan sudah dirasakan sampai masyarakat bawah.

Setelah kasus ijazah palsu Jokowi naik ke tingkat penyidikan, paling tidak ada empat hal penting yang sangat menarik perhatian publik. Pertama, Jokowi tetap ngotot mengatakan Kasmudjo adalah dosen pembimbing akademiknya. Padahal Kasmudjo mengatakan tahun 1980 ketika Jokowi baru masuk UGM, golongan atau kepangkatan akademiknya tidak memungkinkannya untuk menjadi pembimbing akademik.

Kedua, pemeriksaan Jokowi atas laporannya di Polda Metro Jaya tidak dilakukan di Jakarta setelah sebelumnya Jokowi menunda pemeriksaan karena alasan sakit. Tentu ini menimbulkan protes di tengah masyarakat karena Jokowi mendapatkan keistimewaan. Padahal kedudukan Jokowi di hadapan hukum seharusnya tidak lebih dan tidak kurang dengan warga negara yang lain.

Penundaan pemeriksaan dengan alasan sakit sangat sulit diterima akal sehat karena Jokowi sangat aktif wara-wiri mengikuti berbagai macam acara. Belum lama ini dia baru pulang liburan dari Bali dan mengikuti acara PSI di Solo. Tetapi mengapa ketika berurusan dengan hukum, dia mengatakan sedang sakit.

Yang tidak kalah kontroversialnya, mengapa Polda Metro Jaya yang berkantor di Jakarta harus mengikuti kehendak Jokowi agar pemeriksaannya berlangsung di Solo? Ini tentu berkaitan dengan anggaran negara yang digunakan oleh para penyidik yang seharusnya tidak perlu dihambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak pada tempatnya.

Dalam pemeriksaan di Solo itu, penyidik tampak sedang ngobrol-ngobrol biasa di sebuah ruangan yang mirip kafe. Dalam ruangan itu tidak hanya Jokowi dan penyidik yang hadir, tetapi juga banyak orang lain yang duduk di kursi dan meja lain di dalam ruangan itu. Kejadian ini menimbulkan kemarahan publik. Ini sesungguhnya pemeriksaan hukum yang serius atau apa? Mengapa Jokowi begitu diistimewakan oleh kepolisian yang diketuai oleh Litsyo Sigit Prabowo itu?

Ketiga, pada hari Ahad, 26 Juli 2025 Jokowi tampak menghadiri reuni alumni Fakultas Kehutanan angkatan tahun 1980. Tidak hanya hadir, dalam acara itu Jokowi diberikan panggung untuk memberikan pidato yang menyinggung soal politik dan kasus ijazah palsunya. Jokowi mengatakan kembali bahwa Kasmudjo adalah dosen pembimbingnya, meskipun tidak sepesifik mengatakan dosen pembimbing akademik.

Keempat, pertemuan antara Jokowi dan Prabowo di Solo setelah Prabowo menghadiri acara PSI. Dalam foto yang beredar luas di masyarakat, tampak Prabowo didampingi oleh tiga orang lainnya di satu deretan kursi dan di seberang meja terdapat Jokowi, Iriana dan Gibran. Foto ini ditafsirkan oleh netizen sebagai Prabowo sedang memberikan laporan ke Jokowi, padahal Jokowi bukanlah atasan Prabowo. Atau memang de facto Jokowi masih menjadi atasan Prabowo? Demikian publik bertanya dengan nada getir.

Empat peristiwa ini memberikan clue kira-kira seperti apa dan mau ke mana arah kasus ijazah palsu ini yang sudah menjadi peristiwa hukum dan pidana, dan menarik perhatian rakyat secara nasional. Dari pihak Jokowi, tampak dia semakin panik menghadapi kasus ini. Itu sebabnya dia menggunakan pengaruhnya di pemerintahan Prabowo di banyak institusi yang masih dia kendalikan.

Rakyat membaca Jokowi semakin tertekan secara mental sehingga dia semakin ekstrem memamerkan pengaruh dan kekuasaannya di pemerintahan Prabowo. Jokowi ingin menunjukkan ke publik, terkhusus ke pendukungnya yang rata-rata orang desa tidak berpendidikan korban bansos, bahwa segala sesuatunya berjalan baik dan dia masih berkuasa.

Ini penting dilakukan Jokowi karena dia sangat paham bahwa politik dalam banyak hal selalu berkaitan dengan citra atau kesan, bukan susbstansi dan kebenaran hakiki. Jokowi sedang menciptakan kesan bahwa di masih menjadi penguasa de facto dan masih mampu mengendalikan banyak institusi penting dalam pemerintahan Prabowo.

Dengan gestur politik ini Jokowi mengirim pesan bahwa dinastinya masih berkuasa dan Gibran akan melanjutkan kekuasaannya setelah selama 10 tahun mengacak-acak republik. Dia juga ingin mengatakan bahwa dia serius sedang mempersiapkan Gibran untuk Pilpres 2029 dan menjamin bahwa Gibran pasti menang.

Pesan meyakinkan ini wajib dikirimkan ke para pendukungnya agar semakin loyal. Tidak boleh ada keraguan, tidak boleh ada perubahan pikiran. Semuanya berjalan baik dan normal. Semuanya terkendali di bawah pengaruh Jokowi. Itu sebabnya para pendukung fanatiknya harus tetap on the track dalam mencapai agenda politik dinasti Jokowi.

Sedangkan kepada lawan-lawan politik dan para aktivis yang mempermasalahkan ijazahnya, Jokowi ingin mengatakan bahwa “kalian tidak mungkin menang karena Prabowo berada di pihak saya. Prabowo masih di bawah kontrol saya. Kalian semua akan berakhir di penjara seperti Bambang Tri dan Gus Nur.”

“Apakah kalian begitu bodoh tidak bisa melihat bahwa Prabowo begitu takzim menghadap keluarga saya untuk memberikan laporan? Boleh Prabowo menjadi presiden, tetapi yang berkuasa tetap saya. Tetap yang mengendalikan negara ini adalah keluarga saya. Jadi kalian dalam masalah besar bila terus-menerus berseteru dengan saya dan keluarga saya.”

Semua yang dilakukan Jokowi sekarang adalah untuk kelangsungan dinasti politiknya yang dia ingin wariskan ke Gibran dan Kaesang. Gibran sudah dia dudukkan menjadi wapres dengan cara haram dan penuh kecurangan, sedangkan Kaesang dan partai berlambang gajah itu sedang dia persiapkan untuk misi menyelamatkan dirinya dari serangan yang semakin ganas.

Ini sudah yang kesekian kali publik tidak henti-hentinya mengingatkan Prabowo untuk eling lan waspodo dalam menghadapi Jokowi. Semakin dia membiarkan Jokowi bermanuver dan intensif melakukan konsolidasi, maka akan semakin merugikan tidak saja diri dan pemerintahannya, tetapi juga bangsa dan negara secara umum.

Kecuali memang Prabowo sudah sangat merasa nyaman dengan posisi sekarang. Bahwa pemerintahannya adalah betul Jokowi tiga periode, dia adalah tetap anak buah Jokowi, dan keadilan untuk rakyat bukanlah hal yang penting. Sikap diamnya dan begitu takzimnya ke Jokowi setelah hampir 10 bulan berkuasa menunjukkan itu.

Boleh Prabowo membantah dengan berbagai cara bahwa de facto dia sekarang memang anak buah Jokowi, tetapi fakta tidak bisa bohong. Biarkan fakta berbicara sendiri. ***

Saturday, July 19, 2025

Diplomasi Prabowo di Paris, Dirusak Jokowi di Solo

Perspektif KBA News, Sabtu, 19 Juli 2025

Buni Yani

Lagu Maju Tak Gentar bergema di Champs Ellysées Paris. Rombongan marching band TNI dengan percaya diri melakukan atraksi yang banyak diulas oleh media internasional. Di Prancis sendiri hampir semua media besar mengulas penampilan spektakuler TNI itu. Tak kurang dari Le Monde, Le Figaro, BFM TV, dan France 24 memberikan komentar positif.

Dengan postur tinggi rata-rata 175 cm, para pemain marching band dan juga tentara dalam parade itu terlihat gagah. Gerakan mereka harmonis mengikuti musik yang mengalun. Untuk bisa menghasilkan keserempakan dan keseragaman gerakan tentu tidak mudah. Latihan yang disertai disiplin tinggi, yang menjadi doktrin militer, menjadi keharusan.

Strategi Presiden Prabowo dalam mengambil hati Presiden Macron tidaklah salah. Bila TNI mampu berkoordinasi dengan baik dalam baris-berbaris dengan gerakan yang padu, maka dalam perang mungkin tidak akan jauh kondisinya. Karena baris-berbaris tidak hanya memerlukan kedisiplinan yang tinggi, tetapi juga imajinasi dalam mengatur ritme dan gerak sesuai alunan musik—yang tentu saja diperlukan dalam perang.

Kontingen Indonesia, yang terdiri dari tentara dan pasukan marching band, ini adalah pasukan pertama luar negeri yang diundang ke perayaan Hari Nasional 14 Juli yang dikenal sebagai Hari Bastille. Indonesia menjadi tamu kehormatan dan menjadi pasukan pembuka parade dengan tempat berada di posisi paling depan.

Seperti dikatakan oleh wartawan TV Prancis, kontingen Indonesia berbaris di jalan yang sangat bersejarah dan terkenal di negeri itu. Mungkin ini juga yang membuat kontingen Indonesia di tanah air mendapatkan sorotan dan ulasan yang luas. Padahal penampilan di Paris ini bukanlah penampilan pertama dari tim marching band di luar negeri.

Kontingen yang sama enam bulan sebelumnya memenuhi undangan India dalam merayakan hari kemerdekaan. Namun penampilan di New Delhi itu hampir tidak menarik perhatian media dalam negeri—hal yang jauh berbeda dengan penampilan di Paris. Puja-puji bagi rombongan Indonesia tak henti-hentinya mengalir karena dianggap sukses memperkenalkan Indonesia dengan sangat baik di jantung Eropa—di jantung kota paling prestisius dan berbudaya di dunia.

Bagaimana tidak, kontingen Indonesia melakukan atraksi di depan Presiden Emmanuel Macron dengan latar belakang Arc de Triomphe (Gerbang Kemenangan) yang megah. Gerbang ini dibangun oleh Napoleon Bonaparte pada abad ke-19 untuk mengenang tentaranya setelah memenangkan pertempuran di Austerlitz.

Bertolak dari Arc de Triomphe, peserta parade berjalan sejauh sekitar dua kilometer sampai di Place de la Concorde, tempat yang tidak kalah bersejarahnya. Place de la Concorde artinya kira-kira “alun-alun kerukunan”. Dulu tempat ini bernama Place de la Révolution (alun-alun revolusi) karena di sinilah tempat banyak nama dieksekusi mati ketika revolusi Prancis berkecamuk yang dimulai dengan penyerbuan ke penjara Bastille pada tahun 1789.

Eksekusi dilakukan menggunakan guilotin, yaitu sebuah alat yang berfungsi sebagai algojo pemenggal kepala. Guilotin bentuknya memanjang ke atas dengan dua tiang di kiri-kanan yang ditengahnya terdapat pemotong kepala yang sangat tajam yang ditaruh di ujung atas. Korban diikat tangannya dan kepalanya diletakkan di antara dua tiang penyangga pemenggal kepala.

Begitu korban sudah siap dieksekusi, maka petugas melepaskan tali pengikat alat pemenggal kepala yang segera meluncur ke bawah dan tepat mengenai leher korban. Semua korban guilotin kepalanya terpenggal dengan sangat sadis.

Di antara korban yang dieksekusi menggunakan guilotin dalam revolusi Prancis adalah Louis XVI (raja Prancis yang dikenal zalim), Marie Antoinette (istri Louis XVI yang terkenal hidup penuh kemewahan), dan Maximilien Robespierre (tokoh kunci dalam revolusi Prancis).

Tempat kontingen Indonesia menunjukkan kebolehan dipenuhi riwayat revolusi Prancis yang getir. Namun Champs Ellysées, dan Paris secara umum, di abad berikutnya yaitu pada abad ke-19 bertransformasi menjadi “ibu kota dunia” yang keindahan dan modernitasnya tiada tara. Filsuf Sekolah Frankfurt Walter Benjamin menamakan Paris sebagai “ibu kota abad ke-19” di dalam magnum opus-nya Das Passagen Werk (The Arcade Project).

Benjamin terpukau oleh keindahan Paris. Dia lalu melakukan studi atas kemajuan kota indah ini dan fokus pada lorong pertokoan (arcade) yang menjadi daya tarik bagi warga dan turis yang berkunjung ke Paris. Di abad ke-19 pula Paris menyelenggarakan pameran berskala internasional yang menandai apa yang dikenal sebagai belle époque dalam historiografi Prancis.

Paris memang indah. Setiap sudutnya memanjakan mata. Arsitekturnya adalah inspirasi banyak filsuf. Arc de Triomphe yang merupakan arsitektur dari abad ke-19 di zaman Napoleon satu poros atau garis lurus dengan bangunan La Défense yang bergaya modernis dan dibangun pada abad ke-21.

Kawasan Arc de Triomphe, termasuk Champs Ellysées, dikelilingi oleh bangunan-bangunan dari abad ke-18 dan 19, sementara kawasan La Défense dipenuhi oleh bangunan-bangunan kaca modernis. Kota ini sangat terpelihara. Perencanaan kotanya “mengharamkan” bangunan-bangunan bergaya brutalis dan modernis “mengotori” kawasan tua di sekitar Champs Ellysées sehingga dibuatkan kawasan khusus di kawasan La Défense.

Diplomasi Prabowo menggunakan marching band langsung di jantung budaya Eropa mau tidak mau menjadi perhatian dunia. Bukan saja karena penampilan kontingen TNI yang mendapatkan dua jempol, tetapi juga karena prestise Paris yang belum luntur meskipun sudah memasuki abad ke-21.

Di Asia Tenggara, youtuber Malaysia membahas penampilan di Paris itu. TV Vietnam menayangkan atraksi rombongan marching band secara penuh. Mereka ikut bangga. Sebagai sesama bangsa Asia Tenggara, mereka ikut merasa terwakili oleh penampilan spektakuler rombongan yang dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo itu.

Kini postur Indonesia langsung melompat tinggi, dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia. Diplomasi militer dan budaya ini mau tidak mau mengangkat nama Indonesia di panggung dunia. Apa lagi pada saat bersamaan sedang viral aksi “pacu jalur” yang berasal dari Riau, yang rupanya juga mendapat perhatian di Paris.

Namun apakah strategi sentripetal Prabowo ini sudah cukup? Jika Prabowo beranggapan bahwa untuk memecahkan kisruh di dalam negeri dengan melawat ke luar negeri, maka jelas ini adalah anggapan yang keliru. Sebesar apa pun nama baik didapatkan di luar negeri, itu tidak bisa menggantikan keniscayaan pemecahan masalah di dalam negeri.

Presiden Soekarno sudah menunjukkan itu. Kurang apa Bung Karno mengunjungi luar negeri waktu itu, tetapi masalah ekonomi dan kelaparan tidak bisa digantikan dengan pencitraan di luar negeri. Bung Karno bertemu Presiden Kennedy, bintang film Marilyn Monroe, dan banyak lagi tokoh dunia waktu itu. Tetapi semuanya tidak bisa menghilangkan masalah di dalam negeri. Ekonomi ambruk, inflasi menggila, rakyat kelaparan di mana-mana, yang berujung pada hura-hara politik dan pemberontakan PKI pada tahun 1965.

Jika Prabowo merasa bahwa menundukkan Paris lebih penting daripada menuntaskan masalah ijazah palsu Jokowi, pemakzulan Gibran, kasus korupsi geng Solo, dan banyak lagi yang menunjukkan hilangnya keadilan d tengah masyarakat, maka Prabowo jelas salah. Karena revolusi Prancis 1789 dipantik oleh ketidakadilan dan kezaliman yang membuat rakyat memberontak.

Atau jangan-jangan Macron sebetulnya punya pesan tersembunyi kepada Prabowo mengapa dia diajak duduk melihat parade militer di Place de la Concorde, tempat eksekusi mati Raja Louis XVI dan permaisurinya, Marie Antoinette. Mungkin macron ingin mengatakan, “Negeri kami sudah mengalami pahit getirnya revolusi. Maka berlaku adillah kepada rakyatmu.”

Maka rakyat berharap, jangan sampai diplomasi di Paris justru dirusak di Solo. ***

Saturday, July 12, 2025

Geng Solo Menyerang Balik, dan Prabowo pun Tak Bernyali Makzulkan Gibran

Perspektif KBA News, Sabtu, 12 Juli 2025

Buni Yani

Politik Indonesia bergerak kencang seperti roller coaster tanpa rem. Tetapi pergerakannya tidak enak dipandang mata dan bikin kuping sakit bila dibicarakan. Politik Indonesia tidak seradikal puisi avant-gardist Afrizal Malna berjudul Abad yang Berlari dalam melihat dunia. Politik Indonesia seperti teater yang terlalu banyak suspense tapi tanpa klimaks—membosankan!

Publik politik Indonesia adalah penonton yang berkali-kali dikecewakan oleh para aktor di atas panggung. Suatu ketika seorang pemain menjanjikan lapangan kerja, yang membuat para pencari kerja berharap tinggi agar sekadar bisa mendapatkan penghasilan. Tetapi janji itu tak pernah terwujud karena memang ekonomi yang buruk tidak bisa menciptakan lapangan kerja.

Aktor yang lain menjanjikan akan memberantas korupsi dalam setiap pidatonya yang berapi-api. Tetapi, bila mau menggunakan akal sehat biasa, dia sesungguhnya bisa mulai menangkapi orang-orang di sekelilingnya yang berlumuran korupsi itu. Akhirnya penonton di bawah panggung lama-kelamaan merasa ditipu karena tidak ada yang jadi kenyataan.

Penonton—yang dalam kehidupan nyata bernama rakyat itu—berharap para pemain di atas panggung kekuasaan menjadi contoh yang layak ditiru, bukan sekadar mengobral janji kosong tanpa bukti. Rakyat perlu bukti, bukan janji. Janji yang tidak ditepati akan menjadi hutang untuk selamanya, hal yang sangat dihindari oleh orang-orang beriman.

Hampir sembilan bulan sudah rakyat menunggu gebrakan Presiden Prabowo untuk memperbaiki negeri yang sudah dirusak Jokowi selama 10 tahun. Tetapi semakin ditunggu, Prabowo semakin tidak jelas arahnya. Geng Solo semakin merajalela, seolah ingin mengatakan Prabowo tidak bisa dan tidak akan berani menyingkirkan mereka.

Bukti serangan balik geng Solo begitu nyata. Sejumlah posisi komisaris BUMN diberikan ke pendukung “garis keras” Jokowi yang menimbulkan pertanyaan soal meritokrasi. Dalam drama plot twist yang tak disangka-sangka, Pengadilan Negeri Solo menghentikan perkara ijazah Jokowi dengan alasan tidak berhak menyidangkannya.

Bobby Nasution tidak kunjung diperiksa KPK karena dugaan keterlibaatannya dalam korupsi bawahan kepercayaannya. Kasus ijazah palsu sudah memasuki babak baru karena laporan Jokowi di Polda Metro Jaya naik ke tingkat penyidikan, yang artinya ditemukan unsur pidana di dalamnya. Perkembangan baru ini bermakna dua hal.

Pertama, sebentar lagi akan ada tersangka dari pihak terlapor. Kedua, proses hukum di Bareskrim dianggap sudah selesai, yang artinya ijazah Jokowi sudah final dianggap asli. Perkembangan terbaru ini sama sekali tidak mengejutkan, karena sejak awal kasus ini muncul, publik sudah memprediksi perjalanannya akan mengikuti pola kasus Bambang Tri dan Gus Nur. Yaitu, ijazah Jokowi yang asli sama sekali tidak pernah ditunjukkan oleh polisi dan pengadilan, tetapi mereka berdua jadi terdakwa dan masuk penjara.

Dari semua sinyal buruk di atas, kabar yang paling memukul publik adalah pernyataan orang Prabowo dari Partai Gerindra yang mengatakan bahwa rakyat harus menghormati hasil pemilu. Pernyataan ini dikeluarkan berkaitan dengan tuntutan para purnawirawan TNI untuk memakzulkan Gibran anak haram konstitusi. Publik membaca pernyataan orang Gerindra itu sebagai suara Probowo sendiri—pernyataan yang mementahkan tuntutan para purnawirawan TNI.

Apa artinya? Bahwa dalam waktu sekitar enam pekan ini sejak para purnawirawan mengantar surat mereka ke DPR, banyak sekali perkembangan yang tidak diketahui publik di belakang pintu. Entah apa yang terjadi di balik layar gelap kekuasaan sehingga akal waras tidak bekerja. Entah kepentingan dan khianat apa yang membayangi sehingga cita-cita membersihkan Indonesia dari manusia-manusia laknat perusak bangsa selalu kandas sejak awal.

Dalam marah dan putus asa ini, mungkin banyak orang teringat akan bait puisi Afrizal yang terkenal itu: // Dunia berlari, dunia berlari/ Seribu manusia dipacu tak habis mengejar// Dalam pandangan Afrizal, dunia seolah tak pernah kehilangan napas dalam berlari. Berlari. Tetapi dunia seperti itu runtuh di hadapan politik.

Di hadapan realpolitik yang penuh kepentingan itu, dunia tak bergerak—apa lagi berlari. Dunia telah disandera oleh uang, kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme. Dunia menjadi kubangan yang kotor. Tidak ada yang berlari mengejar kemajuan dan berlomba-lomba menuju kebaikan—fastabikul khairot. Kubangan itu telah diisi oleh pikiran-pikiran sempit mengenai kepentingan pribadi dan kelompok.

Sebagai aktor utama politik nasional kini, Prabowo seharusnya bisa kembali menjadi dirinya seperti semula, sama seperti sebelum menjadi bagian dari kelompok Jokowi dengan masuk kabinet pasca Pemilu 2019. Buku Paradoks Indonesia yang ditulisnya menunjukkan wajah asli Prabowo yang penuh dilingkupi idealisme dan ilmu pengetahuan—yang kini tak bersisa.

Rakyat berspekulasi mengapa Prabowo kelihatan maju-mundur, ragu-ragu, dan bahkan terakhir ini kelihatan ciut nyali melawan Jokowi. Kemungkinannya satu hal, yaitu ada kartu truf Prabowo yang dipegang Jokowi dan geng Solo. Rahasia ini sangatlah besar yang apabila dibuka maka akan menimbulkan guncangan politik. Bila sampai Prabowo berani mengutak-atik mereka, maka kartu truf itu pasti dikeluarkan.

Spekulasi seperti ini sama sekali tidaklah mustahil. Karena Jokowi sudah lama dikenal sebagai politisi hitam yang sangat zalim yang menggunakan hukum sebagai alat sandera. Bawahan-bawahan yang diangkatnya sengaja dia pilih dari mereka yang punya kasus hukum. Mereka disandera dengan kasus hukum itu agar tunduk mengikuti kemauan zalim Jokowi.

Sejahat-jahatnya manusia, tidak ada yang sejahat Jokowi yang telah merusak tatanan administrasi pemerintahan. Sejahat-jahatnya penjahat tidak ada yang menginginkan anaknya sendiri penjadi penjahat mengikuti dirinya. Tetapi Jokowi telah melanggar semua ketidakmungkinan itu. Jokowi menggunakan kesalahan bawahan sebagai senjata, dan mengajak anaknya sendiri dalam kejahatan yang dibuatnya.

Para aktivis saling bertanya di banyak kesempatan: bagaimana cara membuat Prabowo agar bisa siuman kembali? Mengapa dia tidak kunjung sadar bahwa dia sedang berada di bawah kuasa hitam dan perangkap jahat Jokowi? Sejak masuk kabinet Jokowi tahun 2019, para pendukung Prabowo mengatakan itu hanya strategi—yang di kemudian hari terbukti salah dan hanya bualan semata.

Bila itu hanya strategi, dan memang dia berjuang dari dalam, maka seharusnya Prabowo menghentikan semua kriminalisasi terhadap para aktivis dan ulama sejak 2019 sampai 2024. Tetapi itu tidak dilakukan. Penangkapan terus terjadi. Satu per satu orang-orang yang mendukungnya jadi terdakwa dan masuk penjara.

Bila melihat rekam jejak sejak 2019 itu, maka sangat susah memang untuk berharap pada Prabowo untuk menegakkan keadilan—yang kelak di akhirat dia akan ditanya oleh Allah SWT mengenai hal ini, apa yang telah dilakukannya untuk melindungi rakyatnya. Apa yang telah dilakukannya dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan memberikan keadilan kepada semua rakyatnya?

Selama Prabowo hanya berbangga dengan hal-hal bersifat duniawai seperti harta dan kekuasaan—dan pada saat yang sama meminggirkan soal-soal mendasar seperti keadilan—maka selama itu dia akan abai pada jeritan rakyat selama lebih 10 tahun ini. Entah apakah sekarang Prabowo punya pendamping spiritual yang bisa dia dengarkan, yang bisa mengingatkannya mengenai soal-soal mendasar mengenai kebenaran, keadilan dan kemanusiaan.

Melihat perkembangan yang suram ini, tidak mengherankan bila suara-suara tidak puas kepadanya menjelang sembilan bulan pemerintahannya sudah mulai bermunculan di mana-mana. Tentu saja ini sinyal yang tidak baik. Jangan sampai dia terjungkal bersama Gibran. ***

Saturday, July 5, 2025

Pemakzulan Gibran Diabaikan, Rakyat Dukung Purnawirawan TNI Duduki DPR

Perspektif KBA News, Sabtu, 5 Juli 2025

Buni Yani

Alasan DPR tidak segera memproses tuntutan pemakzulan Gibran anak haram konstitusi sungguh menghina kecerdasan publik. DPR mengatakan surat tuntutan itu belum sampai meja Ketua DPR Puan Maharani. “Belum lihat. Ini baru masuk masa sidang. Semua surat yang diterima masih di tata usaha,” kata Puan pada Selasa, 24 Juni 2025 lalu.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengaminkan pernyataan Puan itu. Dasco mengatakan surat para purnawirawan TNI yang tergabung dalam kelompok bernama Forum Purnawirawan TNI itu masih berada di Sekretariat Jenderal DPR. Surat itu, kata Dasco, dikirim pada masa reses DPR pada awal Juni sehingga belum sampai meja pimpinan DPR ketika sidang paripurna pertama dimulai pada hari itu.

Ketika kembali ditanya wartawan pengenai nasib surat para purnawirawan itu pada Selasa, 1 Juli 2025, atau sepekan setelah itu, Puan mengaku masih juga belum menerima surat. "Surat belum kita terima karena baru hari Selasa dibuka masa sidangnya. Masih banyak surat yang menumpuk," kata Puan.

Pernyataan Puan ini membuat rakyat marah. Puan menganggap rakyat bodoh sehingga seenaknya melontarkan pernyataan tidak masuk akal yang sangat menghina kecerdasan orang waras pada umumnya. Bayangkan saja, organisasi sebesar DPR yang dibiayai oleh rakyat, yang karyawannya dibayar dari pajak rakyat, begitu susah menemukan surat penting dengan alasan “surat yang menumpuk”?

Melihat pengkhianatan DPR itu, rakyat marah. Para purnawirawan langsung membuat konferensi pers pada Rabu, 2 Juli 2025 yang isinya mendesak DPR segera bersidang. Yaitu sidang untuk memakzulkan Gibran yang dianggap tidak punya kemampuan dan cacat konstitusi yang suratnya dikirimkan ke DPR pada awal Juni.

Mantan KSAL Laksamana Slamet Soebijanto pada konferensi pers itu mengancam menduduki DPR bila lembaga perwakilan rakyat itu tidak kunjung menjalankan tugasnya. "Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan ternyata diabaikan, nggak ada langkah lagi kecuali kita ambil secara paksa," kata Soebijanto. "Kita duduki MPR di Senayan sana, saya minta siapkan kekuatan. Karena kita semata-mata ingin menyelamatkan bangsa dan negara. Persepsi kita harus sama, menyelamatkan bangsa dan negara."

Konsolidasi para purnawirawan TNI dan kegundahan mereka karena tuntutan mereka tak digubris DPR menyebar ke seluruh rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan segera. Rakyat sudah pasti mendukung para sesepuh TNI yang kecintaannya pada negara itu tidak perlu lagi diragukan.

Dalam senyap rakyat menunggu saat yang tepat bersama para purnawirawan TNI untuk menduduki DPR karena tidak menjalankan tugas sesuai amanat konstitusi. Sudah lama rakyat menunggu komando menuntut perubahan ke arah kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Begitu terompet komando ditiup, maka rakyat akan bergerak menuju DPR.

Kegelisahan para purnawirawan TNI, yang juga dirasakan oleh rakyat, bukan semata dilandasi oleh soal-soal yang terkait dengan politik an sich. Tetapi lebih dari itu, ini adalah kegelisahan yang bersifat eksistensial. Ini persoalan hidup dan mati negara yang telah didirikan oleh para pendiri bangsa. Bagi semua orang yang berpikiran waras, menyerahkan tanggung jawab yang begitu besar ke Gibran yang dikenal bodoh dan tidak punya kemampuan sama saja dengan membiarkan negara-bangsa Indonesia menuju kehancuran.

Tuntutan pemakzulan ini adalah soal yang sangat dalam, yaitu soal kelanjutan eksistensi negara-bangsa dan masa depan rakyat yang hidup di dalamnya. Karena begitu serius dan mendesaknya pemakzulan Gibran ini, maka para purnawirawan yang sudah rata-rata sepuh itu terpaksa harus turun gunung. Seharusnya mereka mencukupkan diri untuk melakukan ibadah di masa pensiun. Tetapi panggilan yang didasari oleh kecintaan pada bangsa dan negara memaksa mereka harus kembali berjuang bersama rakyat.

Seharusya Puan, juga seluruh anggota DPR, memahami persoalan genting ini dan menjadikannya agenda mendesak yang harus segera ditindaklanjuti. DPR tidak bisa lagi menipu rakyat dengan alasan receh dan bodoh seolah rakyat tidak bisa berpikir rasional. Membuat alibi bahwa surat belum ditemukan, padahal mereka punya organisasi besar yang seharusnya punya administrasi rapi, membuat rakyat muak dan marah.

Jarak ruangan Puan dengan Sekretariat Jenderal DPR tidaklah jauh dan berita mengenai tuntutan para purnawirawan TNI sudah menjadi berita nasional, apa kira-kira yang menyebabkan Puan dan DPR berani melakukan pembodohan kepada rakyat? Apakah DPR sedang melakukan pembicaraan rahasia dan siasat licik dengan geng Solo sehingga tidak kunjung mengagendakan pemakzulan Gibran yang sudah mengotori ruang publik Indonesia selama delapan bulan ini?

Rakyat sangat paham manusia-manusia yang ada di gedung DPR itu adalah manusia politik yang bisa mempolitikkan apa saja untuk kepentingan pribadi dan golongan. Namun kali ini rakyat meminta dengan sangat agar mereka berhenti melakukan hal-hal tidak terpuji itu karena mengabaikan persoalan bangsa yang begitu penting untuk memakzulkan Gibran.

Cukup sudah rakyat 10 tahun di bawah Jokowi yang memerintah secara zalim, di mana banyak hak yang dipinggirkan sampai titik paling buruk. Cukup sudah DPR, atau siapa saja, memainkan politik sempit yang hanya berhitung mengenai untung-rugi dan kepentingan jangka pendek. Rakyat tidak akan menerima setiap perbuatan yang melawan kebenaran dan keadilan.

Kali ini rakyat akan bangkit melawan kezaliman yang sudah tidak tertahankan yang sudah belasan tahun lamanya berlangsung sejak Jokowi berkuasa. Tidak ada lagi yang perlu ditakutkan karena menegakkan kebenaran dan keadilan adalah di atas segala-galanya. Rakyat yang sudah lama sekali menderita dan disiksa Jokowi akan melawan dengan sekeras-kerasnya.

Inilah saatnya DPR menunjukkan diri sebagai lembaga yang berpihak ke rakyat, lembaga yang memang didirikan sebagai perwakilan rakyat. Lembaga yang menjadi penyambung lidah sekaligus pembuat keputusan yang akan dijalankan pemerintah, tak lain hanya untuk memuliakan rakyat yang memilih mereka.

Inilah saatnya DPR mencuci dosa masa lalu yang dikenal sebagai lembaga perwakilan partai karena lebih mendengarkan perintah partai daripada jeritan rakyat yang menderita. DPR akan kembali menjadi lembaga yang dicintai rakyat bila menjalankan tugasnya sesuai konstitusi dan membela kepentingan rakyat.

Bila Puan, juga semua anggota DPR, masih ragu-ragu dengan tugas mereka dalam membela rakyat, sebaiknya mereka mengundurkan diri sebelum diusir rakyat bersama Gibran anak haram konstitusi itu. ***

Saturday, June 28, 2025

Jokowi Terkunci Mati Pasar Pramuka, Gibran Menunggu Ajal Politik

Perspektif KBA News, Sabtu, 28 Juni 2025

Buni Yani

Lonceng kematian Jokowi semakin kencang berdentang yang sekaligus mengantarkan kiamat politik bagi Gibran. Kematian baik dalam arti kiasan maupun harfiah memang sedang berlangsung sekarang. Secara kiasan, kematian itu merujuk pada semakin terkuncinya gerak Jokowi dalam kasus ijazah palsu. Sedangkan secara harfiah, kematian itu berarti semakin parahnya penyakit kulit Jokowi yang tidak menutup kemungkinan semakin menggerogoti tubuhnya.

Ibarat pesawat tempur, posisi Jokowi kini sudah terkunci mati. Jokowi menunggu tombol rudal ditekan yang akan mengubur seluruh sejarah kelamnya untuk selamanya. Posisi Jokowi terkunci setelah data baru mengenai ijazah palsunya semakin menemukan titik terang yang membuat puzzle pemalsuan itu semakin menemukan bentuk dan konstruksi hukum.

Berawal dari aktivis Beathor Suryadi yang secara blak-blakan mengungkap jejak ijazah Jokowi dicetak di Pasar Pramuka pojok, sekarang kasus ini semakin menemukan kejelasan hukum dan tindak pidana. Tidak cuma itu. Sebelumnya aktivis Roy Suryo juga dikirimi pesan WA yang bisa ditafsirkan sebagai ancaman oleh ketua organisasi relawan Jokowi bernama Paiman Raharjo.

Paiman memberi peringatan kepada Roy Suryo agar berhenti mempermasalahkan ijazah Jokowi bila ingin keluarganya hidup tenang. Ancaman ini oleh publik dikaitkan dengan kepemilikan kios fotokopi dan percetakan Paiman di Pasar Pramuka. Publik membuat gambaran kasar kasus ini kira-kira begini: ijazah Jokowi dicetak di Pasar Pramuka di kios Paiman untuk persiapan Pilkada DKI Jakarta 2012.

Publik mencurigai keterlibatan Paiman dalam pemalsuan ijazah Jokowi. Indikasinya, karena Paiman panik oleh karena Roy Suryo terus-menerus tanpa henti mempermasalahkan ijazah dan skripsi Jokowi yang memang sangat janggal. Karena kepanikan inilah lalu Paiman mengeluarkan ancaman ke Roy Suryo.

Publik sangat yakin bahwa Paiman pasti ada sangkut-pautnya dengan ijazah palsu Jokowi. Dia ketua organisasi relawan Jokowi yang kemudian dihadiahi posisi wakil menteri, punya kios fotokopi dan percetakan di Pasar Pramuka, dan mengirim pesan ancaman ke Roy Suryo. Tiga fakta yang bila dirangkai menjadi satu, maka ini menjadi kesimpulan sementara bahwa Paiman tidak steril dalam kasus ijazah palsu, dan seharusnya sudah dipanggil polisi untuk dimintai keterangan.

Beathor sebelumnya mengatakan bahwa di Pasar Pramukalah tim Jokowi dari Solo dan tim PDIP mempersiapkan semua dokumen Pilkada 2012 Jokowi yang dia tidak punya. Satu nama muncul yang disebut menjadi penanggung jawab pengadaan dan pencetakan ijazah ini yaitu Widodo, orang kepercayaan Jokowi yang dia bawa dari Solo. Dari tim PDIP di Jakarta, kata Beathor, ada nama Dani Iskandar yang mengerjakan dokumen bersama Widodo.

Paiman buru-buru memberikan klarifikasi begitu namanya mendadak viral karena disebut di banyak podcast dan ditulis di banyak portal berita. Kata Paiman, dia memang pernah mempunyai kios fotokopi di Pasar Pramuka, tetapi itu berlangsung antara 1997 sampai 2002. Setelah itu dia menjual kiosnya. Apa lagi kemudian dia menjadi ketua program studi di salah satu universitas swasta di Jakarta, maka kios tersebut dia jual.

Bantahan Paiman tidak begitu saja diterima publik. Seorang pensiunan TNI yang kini menjadi pengamat intelijen yang tinggal di Aceh, Sri Rahardja Chandra, meragukan klarifikasi Paiman. Rahardja mengatakan beberapa orang pemilik kios di Pasar Pramuka sudah siap bersaksi untuk membantah klaim sepihak Paiman tersebut.

“Hasil temuan di lapangan didapat informasi dari beberapa rekan sesama pemilik kios di Pasar Pramuka yang siap bersaksi bahwa Paiman Raharjo mantan Wamendes telah memiliki kios ketik dan cetak skripsi sejak tahun 1990-an sampai tahun 2017,” demikian kata Rahardja dalam sebuah tulisan yang disiarkan secara luas.

Menurut Rahardja yang dikutip Roy Suryo, kios milik Paiman masih tetap beroperasi sampai 2017 tetapi memang sudah pindah ke bagian belakang pasar. Alasannya, kios yang banyak mencetak dokumen palsu tentu cari gara-gara bila terlalu tampak oleh masyarakat umum, karenanya harus dipindah ke belakang.

Beathor kembali mengingat-ingat kejadian 13 tahun ke belakang ketika Jokowi sedang mempersiapkan dokumen untuk maju di Pilkada DKI Jakarta. Beberapa orang PDIP, kata Beathor, sempat terkejut melihat surat-surat dan dokumen yang dipersiapkan itu fotonya sama semua. Tentu ini sangat janggal. Karena dokumen itu berbeda tahun, maka tentunya foto yang dibubuhkan seharusnya berbeda rupa dan usia.

Fakta penting kedua, kata Beathor, adalah tim pencalonan Jokowi yang mempersiapkan surat-surat dan dokumen itu juga terkejut melihat foto yang tercantum dalam dokumen dan surat-surat itu berbeda dengan raut muka Jokowi. Informasi ini didapat Beathor dari salah satu anggota tim, dan ingatan lama itu masih sangat kuat menempel di kepalanya.

Singkat kata, rangkaian fakta-fakta ini akan sangat susah dibantah oleh Jokowi dan tim hukumnya. Bantahan apa pun yang akan dikemukakan pasti tidak akan dipercayai publik karena bertentangan dengan akal sehat. Ini adalah fakta-fakta yang seharusnya ditelusuri lebih lanjut oleh polisi, bukan malah fokus untuk mentersangkakan Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma, Rismon Sianipar, Rizal Fadillah, Egi Sujana, dan Kurnia.

Dengan perkembangan terbaru ini, sekuat apa pun Bareskrim dan Polri mencoba menyelamatkan Jokowi, maka usaha itu akan sia-sia. Fakta-fakta ini sudah setengah matang yang seharusnya ditindaklanjuti bila sungguh ingin menegakkan kebenaran dan keadilan. Ini adalah fakta-fakta yang masih bisa ditelusuri karena para pelakunya masih ada.

Pada saat yang sama, publik juga sangat curiga dengan terbakarnya Pasar Pramuka pada 2 Desember 2024, atau 52 hari setelah Jokowi tidak lagi menjadi presiden. Publik bertanya apakah betul pasar ini terbakar secara alami atau dibakar secara sengaja untuk menghilangkan jejak. Karena kejadian yang sama, kata publik, terjadi juga dengan gedung Kejaksaan Agung dan dibongkarnya rest area lokasi kilometer 50 yang menewaskan enam laskar FPI. Publik mencurigai keras pihak-pihak yang tersudutkan dan terlibat sengaja menghilangkan barang bukti dan locus delicti atau tempat kejadian perkara.

Rakyat semakin tidak sabar menunggu akhir drama ijazah palsu ini karena dari hari ke hari alur ceritanya semakin nyata dan tak terbantahkan. Jokowi mau mengelak seperti apa pun, mau lari ke mana pun, kini semakin susah. Berbagai front sudah menyerang pengakuan palsu dan membongkar kebohongannya. Publik semakin berani dan semakin yakin karena Jokowi memiliki riwayat kebohongan akut yang panjang.

Tentu saja dari semua perkembangan ijazah palsu Jokowi ini, satu hal sangat penting mencuat ke permukaan. Yaitu, kejatuhan Jokowi adalah kematian politik Gibran sekaligus. Menanggapi perkembangan ini, Jokowi tidak tinggal diam. Dengan penyakit kulit yang semakin parah, dia memaksa bertemu dengan dua orang dekatnya, yaitu dua mantan rektor, di Solo, tak lama setelah fakta Pasar Pramuka menjadi fakta publik. Publik melihat pertemuan mereka sebagai langkah menangani fakta baru yang dikenal sebagai UPP atau Universitas Pasar Pramuka itu.

Rakyat sekarang merasa bahwa dua anak-beranak itu sudah menorehkan nista yang sangat dalam bagi bangsa Indonesia. Dan rakyat kini melawan. Rakyat ingin mengembalikan marwah bangsa yang dicabik dan dicampakkan ke dalam lumpur kehinaan selama 10 tahun Jokowi berkuasa secara zalim. Residu Jokowi paling besar, yaitu masih bercokolnya Gibran, sangat mengganggu bangsa Indonesia.

Karenanya, Gibran harus segera dimakzulkan. Mukanya yang menunjukkan keculasan dan kebodohan tidak bisa ditolerir karena bertentangan dengan visi kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bangsa besar. Muka Gibran sudah mengotori ruang publik selama delapan bulan dan rakyat sudah tidak bisa lagi menanggungkannya.

Tidak cuma Gibran, rakyat juga menuntut agar kasus-kasus geng Solo juga harus segera diproses hukum. Nadim Makarim sudah dicekal keluar negeri menjelang pemeriksaannya, yang dibaca publik bahwa Nadim sudah pasti akan segera jadi tersangka. Tentu rakyat mengapresiasi langkah hukum ini yang akan menaikkan kepercayaan investor melakukan bisnis di Indonesia.

Namun tentu tidak cukup sampai di situ. Nama-nama seperti Budi Arie, Budi Sadikin, Bahlil, Luhut, Tito, dan lain-lainnya, mengapa masih dikasih panggung oleh Prabowo. Budi Arie seharusnya sudah jadi tersangka dalam kasus judi online. Budi Sadikin ditengarai mengubah gelar akademiknya dari Drs jadi Ir.

Bahlil terbukti melakukan hal tidak terpuji dalam mendapatkan gelar doktor di UI. Tito melakukan keributan dengan memindahkan empat pulau Aceh ke Sumut. Luhut sudah barang tentu harus segera out karena menjadi representasi Jokowi par excvellence in all senses.

Tetapi ini semua terpulang kembali ke Presiden Prabowo. Prabowo bisa menjadi katalisator sangat penting untuk mempersiapkan “Indonesia emas” yang selama ini menjadi jargon di mana-mana. Ibarat masuk hutan belukar yang ditumbuhi banyak pohon beracun, Prabowo sudah harus mulai menebang pohon-pohon itu untuk membuat jalan setapak.

Selama Prabowo terus ragu untuk menebang pohon-pohon berbahaya itu, semakin Indonesia dalam ketidakpastian. Mulai sekarang sampai 2045 nanti, bukan Indonesia emas yang didapatkan, malah sebaliknya, Indonesia cemas menghantui di mana-mana. ***

Saturday, June 21, 2025

Pemakzulan Gibran Harus Dipercepat, Kasus Ijazah Palsu Jalan Terus

Perspektif KBA News, Sabtu, 21 Juni 2025

Buni Yani

Publik dan pemangku kepentingan rakyat harus menentukan skala prioritas yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara. Prioritas pertama sekarang ini adalah DPR dan MPR agar segera memproses pemakzulan Gibran yang diusulkan oleh para purnawirawan TNI yang didukung rakyat.

Gibran jelas sama sekali tidak ada gunanya bagi bangsa dan negara. Sebaliknya, dia adalah simbol kehinaan sebuah bangsa karena proses kenaikannya menjadi pejabat melalui cara curang yang memalukan. Tidak cuma itu, Gibran juga tidak punya kapasitas. Kemampuannya nol dan ijazah SMA-nya dipertanyakan publik. Yang paling parah, caci-maki serta kata-kata kotornya sangat merendahkan bangsa melalui akun Fufufafa yang diyakini miliknya.

Gibran adalah kanker sekaligus parasit bagi bangsa yang sedang bersiap menyambut seabad kemerdekaan nanti pada 2045. Gibran jelas bukan cerminan Indonesia masa depan yang bisa jadi panutan orang muda. Dia bukan manusia yang lahir dari proses tahap demi tahap dalam meniti karir. Dia melawan doktrin meritokrasi dalam manajemen modern, yaitu pemberian ganjaran berdasarkan kemampuan.

Gibran merusak semua itu. Tiba-tiba bapaknya, yang memerintah selama 10 tahun dengan penuh kezaliman, mengubah UU Pemilu agar si anak haram konstitusi ini bisa ikut kontestasi. Jokowi dan Gibran mengembalikan Indonesia ke zaman jahiliyah dengan menghapus semua capaian peradaban dalam bidang politik dan tata negara. Mereka berdua bersekongkol menggerus bangsa ke titik nadir.

Sudah habis kritik dan nasihat diberikan ke dua orang ini sejak sebelum Pemilu 2024, namun tak ada satu pun yang bisa menyentuh hati sanubari mereka. Sudah tidak terbilang sindiran dilontarkan kepada mereka, namun sampai kini mereka tidak berubah. Sudah tak terhitung caci-maki di media sosial yang secara telak menurunkan marwah keduanya, tetapi nyatanya mereka memang tak punya kehormatan.

Jokowi jelas sedang merencanakan sesuatu yang besar, mempersiapkan Gibran menjadi presiden pada 2029 atau lebih cepat dari itu. Prabowo tidak perlu menaati janji mundur dari jabatan dan digantikan oleh Gibran setelah dua tahun. Para purnawirawan TNI mengendus janji tidak sehat ini yang membuat mereka bereaksi. Karena Gibran bukanlah orang yang tepat yang boleh menggantikan posisi Prabowo. Karena Gibran adalah simbol kehinaan bangsa bagi para patriot pembela negara itu.

Rakyat sudah tidak sabar mendapatkan wakil presiden baru yang cakap, memiliki wawasan, cerdas secara intelektual, punya akhlak yang baik yang bisa ditiru rakyat—yang kesemuanya adalah antitesis dari diri Gibran. Rakyat mendukung sepenuhnya desakan para purnawirawan TNI karena memang masuk akal dan tujuannya untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kehancuran.

Jokowi dan keluarga adalah cobaan berat bagi bangsa Indonesia. Menantunya yang menjadi Gubernur Sumatera Utara, yang bersekongkol dengan Mendagri Tito Karnavian, baru saja membuat gaduh mengutak-atik kepemilikan empat pulau milik Aceh. Untunglah Presiden Prabowo bergerak cepat memadamkan kebakaran kemarahan rakyat Aceh akibat ulah geng Solo yang sekarang menjadi sorotan rakyat.

Sudah tidak ada maaf bagi keluarga Jokowi perusak bangsa dan negara yang selama 10 tahun lebih ini bercokol secara kejam melakukan penganiayaan kepada rakyat. Dosa Jokowi dan keluarga sudah tidak terhitung banyaknya. Mulai dari korupsi, sehingga Jokowi dinobatkan menjadi salah satu manusia paling korup di dunia versi OCCRP, sampai melakukan kriminalisasi, pemenjaraan, dan pembunuhan terhadap sesama manusia yang tidak bersalah.

Kekejaman dan kebiadaban Jokowi dan keluarganya harus segera dihentikan agar bangsa dan negara bisa memulai hidup baru setelah lebih 10 tahun hidup dalam ketakutan. Hidup baru bangsa besar ini bisa dimulai dari bersih-bersih semua residu Jokowi. Residu Jokowi paling berbahaya adalah Gibran yang akan menjadi presiden bila sesuatu terjadi dengan Prabowo. Ini tidak bisa dibiarkan.

Residu kedua tentu saja adalah Jokowi sendiri yang dari hari ke hari menunjukkan perilaku aneh dan penuh teka-teki sejak kasus ijazah palsunya meledak dan diperkarakan rakyat. Beberapa kali dia tampil di hadapan wartawan dengan muka sembab, mata mengecil, muka dengan tanda putih, rambut menipis, seolah dia sedang sakit.

Namun penampilan Jokowi yang berulang kali di depan wartawan dengan menunjukkan dirinya sedang sakit menjadikan rakyat curiga dan bertanya-tanya. Betulkah Jokowi sakit? Atau sesungguhnya dia sedang berakting sakit, mempersiapkan diri bila nanti jadi tersangka, maka dia tidak bisa ditahan? Apa saja tentu bisa dilakukan Jokowi yang punya reputasi sangat lihai dalam berdusta.

Karena logikanya, kalau Jokowi memang betul-betul sakit, maka dia akan malu keluar rumah dan fokus untuk penyembuhan. Yang terjadi justru Jokowi memamerkan sakit kulitnya ke khalayak berulang kali. Bila langkah ini ditempuh oleh Jokowi untuk menarik simpati rakyat, agar rakyat kasihan kepadanya, pasti dia salah. Rakyat malah senang melihat Jokowi tidak berdaya akibat kezalimannya selama ini.

Residu ketiga yang harus disingkirkan tentu saja adalah semua anggota geng Solo yang masih merecoki pemerintahan Prabowo dan menghalanginya untuk membangun satu per satu batu-bata Indonesia baru. Selama geng Solo masih berada di dalam kabinet, maka selama itu pemerintahan Prabowo akan mendapatkan gangguan. Raja Ampat, empat pulau Aceh, kasus Letjen Kunto adalah di antara kasus-kasus yang menunjukkan geng Solo melakukan insubordinasi kepada Prabowo.

Semakin Prabowo tidak menunjukkan bahwa dia memegang kendali penuh atas pemerintahan, maka semakin berani dan ngelunjak Jokowi dan geng Solo. Semakin Prabowo menggunakan “budaya tinggi” untuk menegur Jokowi dan kawanannya, maka semakin muka badak mereka. Mereka tidak bisa disindir dengan bahasa halus dan bersayap. Mereka harus diemprot dengan kata yang apa adanya.

Tak ada kemuliaan pada Jokowi dan geng Solo. Prabowo harus mulai beradaptasi menggunakan cara dan budaya mereka untuk mengubah dan memotong pengaruh mereka. Tetapi ini hanya bisa terjadi bila Prabowo menunjukkan sikap yakin dan tidak ragu-ragu, bahwa Jokowi dan geng Solo adalah residu toxic yang akan mengganggu pemerintahannya.

Jangan sampai Prabowo kehilangan momentum. Sekarang rakyat sedang mendukung semua langkahnya melenyapkan Gibran dan Jokowi yang sudah terlalu lama mempermalukan bangsa besar ini. Bila Prabowo terus tidak responsif dengan tuntutan rakyat ini, maka pelan-pelan cinta rakyat akan berubah menjadi benci.

Karenanya, pemakzulan Gibran harus dipercepat, pengadilan terhadap Jokowi—termasuk ijazah palsu—harus segera dilakukan, dan bersih-bersih geng Solo menjadi kewajiban. Prabowo harus berani dan yakin, karena dia mendapatkan dukungan rakyat secara penuh. ***

Wednesday, June 18, 2025

Jokowi, Geng Solo, dan Delirium Kosong dari Negeri Kutukan

Perspektif KBA News, Sabtu, 14 Juni 2025

Buni Yani

Jokowi terlalu tinggi menilai diri. Tetapi mungkin juga dia tidak terlalu salah bila merasa begitu. Karena memang dia bisa meninggikan diri dengan cara menipu dan berdusta—dan publik yang dia kencingi kepalanya habis-habisan tidak tahu bila sedang berhadapan dengan pendusta. Jokowi tahu itu dan memang ahlinya.


Jokowi terlalu tinggi menilai diri, dan dari sinilah awal bencana itu datang. Karena mungkin Jokowi tidak pernah mendengar dan belajar dari ungkapan “Anda bisa membohongi beberapa orang sepanjang waktu, dan Anda juga bisa membohongi semua orang untuk jangka waktu tertentu, tetapi Anda tidak bisa membohongi semua orang sepanjang waktu”.

Ungkapan yang dipercayai berasal dari mantan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln itu sangat menohok menggambarkan kebodohan Jokowi. Jokowi yang menganggap semua orang bodoh seperti dirinya tidak tahu kalau kebohongan dibatasi oleh ruang dan waktu. Kebohongan tidak bisa melawan keterbatasannya sendiri. Kebohongan mustahil bisa menundukkan hukum alam yang berpihak pada kebenaran.

Seharusnya Jokowi puas dengan pencapaiannya sebagai Walikota Solo, atau lebih rendah dari itu, yaitu menjadi pengusaha mebel saja. Tetapi Jokowi merasa sudah bisa menipu dunia, karenanya dia sangat percaya diri masuk DKI Jakarta dengan mobil Esemka yang penuh dusta. Jakarta terpesona dan tersihir dengan tampang lugu plonga-plongo kampungannya yang penuh berisi kebohongan.

Pendek cerita, Jokowi menundukkan Jakarta dengan mudah. Dari sana dia tambah percaya diri dan melaju jadi presiden. Kebohongan melalui pencitraan murahan Jokowi menyihir profesor, penyair, wartawan, pengusaha, dan bahkan juga para ulama. Jokowi tak terbendung. Dia melaju dan percaya diri bahwa kebohongan adalah aset berharga yang akan mengangkat derajat diri, keluarga, dan kroninya.

Jokowi dan kebohongan sudah bersifat asosiatif sekaligus substitutif. Bersifat asosiatif karena Jokowi adalah kebohongan dan kebohongan adalah Jokowi. Jokowi dan kebohongan di benak masyarakat bersifat substitutif, atau bisa saling menggantikan satu sama lain. Dalam grammar kekinian di media sosial, netizen menggantikan secara bergantian ide, konsep, atau kata kebohongan dengan Jokowi.

Tetapi malang tak bisa ditolak, untung tak bisa diraih. Alam bekerja dengan caranya sendiri dalam merespons setiap napas Jokowi, termul, dan begundalnya. Alam mencatat setiap sepak terjang gerombolan yang dikenal sebagai geng Solo itu. Tidak ada satu pun yang luput. Bahkan kelak di akhirat mereka akan menyesal karena kaki, tangan, dan anggota tubuh mereka berbicara dan bersaksi sendiri di hadapan Tuhan.

Keruntuhan Jokowi bersama kebohongannya akhirnya datang juga. Namun dia tidak bisa menerimanya begitu saja dan melawannya dengan berbagai cara. Jokowi hidup dalam angan-angan kosong. Dia tidak bisa membedakan antara fakta dan khayalan. Waktu berlaku kebohongannya sudah lama habis karena rakyat mengendus dusta tanpa henti itu. Ironisnya, Jokowi melawan fakta, alam, dan kebenaran.

Jokowi hidup dalam delirium kosong—semacam penyakit mental yang tidak bisa membedakan antara ilusi dan kenyataan. Kadaluwarsa kebohongannya dia coba perbaiki agar kembali ampuh dan mandraguna. Tetapi Jokowi bukanlah pendekar dari Gunung Merapi atau manusia sakti dari Gua Hantu. Dia hanya mantan tukang mebel yang kini sedang menghadapi kutukan rakyat akibat kebohongan dan ketidakmampuannya mendiagnosa perkembangan politik yang berlari kencang.

Jokowi dan geng Solo tidak hanya dipenuhi halusinasi mengenai fakta keras yang mereka harus hadapi. Bahwa waktu mereka telah habis. Bahwa dusta mereka telah kadaluwarsa dan tuah Jokowi tidak mampu lagi menangkis kesadaran rakyat. Fakta baru ini seperti penyakit yang menggerogoti dan pelan tapi pasti mencabik mental mereka.

Mereka memberontak tetapi gagal. Dengan sisa-sisa kekuatan yang masih tersisa di kabinet Prabowo, mereka berusaha melakukan konsolidasi dan manuver receh. Tetapi seluruh mata rakyat tertuju ke gerombolan ini. Rakyat menguliti setiap pergerakan mereka, rakyat berteriak keras pada setiap langkah mereka yang tidak lagi membawa kebaikan untuk bangsa.

Delirium kosong itu pun menghinggapi Tito Karnavian yang memindahkan kepemilikan empat pulau milik Aceh menjadi milik Sumatera Utara. Tito menyeruak dari kegelapan dan menjadi pemecah gelombang—gelombang pemakzulan Gibran, gelombang ijazah palsu, gelombang kasus korupsi geng Solo. Tito kelihatannya ingin menciptakan ribut-ribut pemindahan pulau untuk mengalihkan perhatian publik dari tiga kasus itu.

Ribut-ribut empat pulau milik Aceh terbaca juga oleh publik, yang ternyata menyimpan kandungan gas alam dan mineral yang kaya. Karenanya harus dipindahkan kepemilikannya ke Sumatera Utara yang kini gubernurnya adalah menantu Jokowi. Ini langkah taktis dengan menembakkan satu peluru untuk dua sasaran sekaligus.

Publik tidak berhenti sampai di situ. Spekulasi terakhir ini kelihatannya yang paling tidak mengenakkan. Yaitu Tito ditengarai melakukan semua ini sebagai gerakan pembusukan dari dalam kabinet Prabowo yang tidak kunjung berani menggusur geng Solo. Langkah ini adalah gerakan untuk menghambat pemerintahan Prabowo. Reaksi rakyat Aceh sudah bisa diperkirakan pasti menolak. Reaksi dari daerah yang punya sejarah pernah menuntut merdeka.

Begitupun dengan keributan di Raja Ampat yang seharusnya menjadi wilayah konsrvasi alam karena keindahannya ternyata dijadikan wilayah penambangan nikel—yang lagi-lagi ditengarai melibatkan oligarki dan geng Solo. Fakta-fakta ini menunjukkan semakin terang-benderangnya dugaan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang tidak bisa lagi ditutup-tutupi.

Jokowi, dengan mata sembab dan mengecil, muka aneh, dan rambut yang semakin menipis, muncul di depan media lalu membantah bahwa kapal bernama Jkw Mahakam dan Dewi Iriana itu bukan miliknya. Tetapi karena rakyat sudah kenyang ditipu selama 10 tahun, sudah pasti tidak akan ada lagi yang percaya. Kami tidak bodoh, Jokowi, kata rakyat.

Prabowo sedang beradu cepat dengan Jokowi. Semakin lama Prabowo membiarkan Jokowi melakukan konsolidasi, maka akan semakin runyam masa depan pemerintahannya. Seharusnya Prabowo cukup sensitif dengan tiga fakta mutakhir bahwa kesetiaan orang Jokowi di kabinetnya menciptakan matahari kembar. Kasus ijazah palsu menunjukkan Listyo Sigit masih setia kepada Jokowi, kasus empat pulau Aceh menunjukkan Tito Karnavian masih menjadi sekutu Jokowi, dan kasus Raja Ampat meneguhkan Bahlil masih menjadi orangnya Jokowi.

Rakyat kecewa kepada Presiden Prabowo yang mengatakan tidak akan ada reshuffle dalam waktu dekat karena kabinetnya masih solid dan bekerja seperti yang dia harapkan. Prabowo kelihatannya tidak tahu media sosial mendidih setiap hari mendesak agar Jokowi diadili, Gibran dimakzulkan, menteri-menteri titipan Jokowi diganti, dan semua dugaan korupsi yang melibatkan keluarga Jokowi serta kroninya segera diproses hukum.

Apa yang terjadi dengan Prabowo? Apakah dia belum menemukan kesepakatan dengan Megawati sehingga kelihatan ragu-ragu melawan Jokowi? Apakah dia tidak sayang rakyat yang seratus persen mendukungnya? Perkembangan terbaru ini tentu menimbulkan enigma dan mencuatkan spekulasi buruk mengenai masa depan pemerintahannya.

Respons aneh dan ragu-ragu dari Prabowo ini menjadikan angan-angan Jokowi tambah melambung dan membuncah, bahwa dia akan selamat, dan penjara tidak akan pernah menyentuh diri dan gerombolannya. Bahwa Gibran tak akan tersentuh pemakzulan karena Prabowo terlalu lemah untuk melawan dirinya. Gertakan tiji-tibehnya berhasil, bahwa Gibran tak bisa dimakzulkan karena mereka dipilih satu paket dengan Prabowo dalam pilpres.

Singkat kata, delirium Jokowi bermakna satu hal. Yaitu Prabowo ikut menyumbang di dalamnya. Prabowo tidak berani menghentikannya. Dan dengan kondisi ini, rakyat serasa hidup di negeri kutukan. ***

Saturday, June 7, 2025

Pemakzulan Gibran, Ijazah Palsu dan Kasus Korupsi Lumpuhkan Jokowi

Perspektif KBA News, Sabtu, 7 Juni 2025

Buni Yani

Di ujung harap-harap cemas Kapolri Listyo Sigit akan menyelamatkannya lewat keputusan kontroversial Bareskrim mengenai kontroversi ijazah palsu, tiba-tiba kabar baru yang jauh lebih dahsyat menggodam mental Jokowi yang menjadikannya semakin oleng dan linglung. Kabar baru itu berasal dari DPR dan MPR yang telah menerima surat purnawirawan TNI mengenai pemakzulan Gibran yang dianggap cacat konstitusi dan tidak punya kemampuan.

Melihat perkembangan politik terakhir, DPR dan MPR kelihatannya sudah pasti akan memproses pemakzulan Gibran. Prabowo telah bertemu Megawati yang akan menggantikan posisi Jokowi. Megawati in, Jokowi out. Prabowo merasa perlu mencari sekutu politik baru di parlemen untuk memperkuat posisi tawarnya berkenaan dengan pemakzulan Gibran.

Dua godam kini menghantam Jokowi sekaligus yang membuatnya semakin stres. Belum selesai urusan ijazah palsunya yang sedang bergulir di pengadilan, sekarang dia harus menelan pil pahit pemakzulan anaknya. Dua kasus ini membuat Jokowi kehilangan keseimbangan mental dan dia kelihatan sangat terganggu.

Tetapi sesungguhnya, kalau kita mau jeli, bukan cuma dua kasus itu sekarang yang harus dihadapi Jokowi yang baru tujuh bulan menjadi pensiunan. Kasus lain yang juga sangat penting adalah gencarnya usaha Prabowo dalam memberantas korupsi—korupsi yang terkait dengan keluarga dan kroni Jokowi. Penegak hukum di antaranya sedang mengusut kasus korupsi Sritex, laptop di Kemendikbud, dan judi online.

Tiga kasus ini membuat Jokowi lumpuh. Dia dikabarkan sakit kulit yang disebabkan oleh gangguan psikologis. Pada potongan video yang beredar luas terlihat Jokowi sedang menggaruk-garuk badannya, tumbuhnya bercak hitam di muka dan leher, serta usaha Jokowi menutupi sakit kulitnya dengan jaket hitam berkerah tinggi.

Meskipun telah dibantah oleh ajudannya, namun kabar kepergiannya ke Jepang untuk mengobati sakit kulitnya sangat kuat beredar di lingkaran terbatas yang pernah dekat dengan Jokowi. Rumor ini diyakini sebagai info A1 dan tidak mungkin hoaks. Jadi memang penyakit kulit Jokowi bukanlah penyakit kulit biasa sehingga harus mendapatkan pelayanan medis kelas premium. Itulah yang bisa kita baca dari kejadian ini.

Apa pun yang berkaitan dengan Jokowi kini dianggap sebagai residu yang harus segera disingkirkan. Jokowi seperti najis yang dijauhi, yang hanya para penjilat berkulit muka tebal tidak punya malu yang masih membela dan memujinya. Jokowi dijauhi karena dua hal. Pertama, karena dia dianggap tidak berguna lagi oleh sekutu-sekutu politik lamanya. Kedua, ini memiliki pengertian harfiah, yaitu dia dijauhi karena sedang sakit kulit—mungkin orang takut tertular.

Nasib Jokowi sekarang sangat mengenaskan. Kawan-kawannya mulai menjauh karena menganggap Jokowi sudah menjadi beban. Mengenai kasus ijazah palsu yang sedang bergulir, tak satu pun orang di DPR bersuara—padahal mereka telah lama menjadi sekutu politiknya. Jokowi harus mengurus dan membela dirinya sendiri. Dia melapor ke Polda Metro Jaya dengan langkah gontai dan muka tidak meyakinkan.

Ketika anaknya kini di ujung tanduk pemakzulan, tidak ada suara keras membelanya. Memang ada satu-dua orang yang masih kelihatan bersimpati tetapi itu tak lebih dari sikap pribadi, bukan sikap resmi partai. Hal-hal ini membuat Jokowi kelihatan rungkad secara mengenaskan. Dia harus menjelaskan sendiri dengan muka kuyu dan intonasi kosong bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden itu sepasang—jadi tidak bisa memakzulkan salah satu dari mereka.

Tidak ada yang membantu dan membelanya dengan cara garang seperti dulu waktu 10 tahun berkuasa secara bengis. Jokowi harus menjelaskan sendiri, dengan kerongkongannya sendiri, dengan suara ganjil, bahwa semua warga negara harus tunduk pada aturan—jadi tidak bisa sembarang memakzulkan Gibran.

Tentu saja penjelasan Jokowi yang terakhir ini membuat rakyat tertawa perpingkal-pingkal. Orang tertawa karena beberapa sebab. Pertama, karena sama saja dengan Jokowi memakan beraknya sendiri ketika mengatakan orang harus ikut aturan. Bukannya dulu Jokowi sendiri yang tidak taat aturan ketika menukangi konstitusi agar anaknya bisa jadi wapres?

Orang juga tertawa oleh karena menganggap Jokowi sudah tidak lagi sehat mental dan ingatannya. Bagaimana mungkin Jokowi lupa dengan sikap liciknya mengubah UU Pemilu demi kepentingan sempitnya? Orang tambah tertawa terpingkal-pingkal menyadari bahwa begitu bodohnya Jokowi menganggap publik telah lupa akan kelicikannya, namun kini mencitrakan diri sebagai orang yang taat aturan ketika kepentingan sempitnya terganggu.

Sudahlah Jokowi, kata rakyat. Nikmati hari-hari tuamu dengan caci-maki dan kutukan akibat kezaliman yang kau perbuat selama 10 tahun. Anda mau mencari simpati seperti apa pun, tak akan ada orang waras yang akan mempercayai Anda. Di mata rakyat, Anda adalah pendusta yang konsisten membohongi rakyat selama 10 tahun.

Rakyat tentu saja ingin mencintai mantan pemimpinnya, tetapi orang seperti Jokowi tentu saja tidak pantas dicintai dan dihormati. Justru rakyat sekarang mendesak pemerintahan Prabowo agar segera membenahi penegakan hukum agar bisa menyentuh Jokowi, keluarga dan kroninya. Prabowo tidak boleh ragu-ragu karena rakyat ada di belakangnya.

Rakyat mendesak agar Jokowi segera diadili dan lalu dihukum mati atas kezalimannya. Tidak ada kata maaf kepada Jokowi yang dengan sadar telah mencelakai dan menzalimi rakyat selama 10 tahun. Tidak ada belas kasihan terhadap monster pembunuh sesama manusia yang memerintah lebih kejam daripada binatang.

Itu sebabnya rakyat menyambut baik langkah Prabowo yang telah mengisolasi pergerakan Jokowi dengan membiarkan kasus ijazah palsu, pemakzulan Gibran dan pengusutan kasus korupsi yang melibatan geng Solo. Membiarkan ketiga kasus ini berjalan secara alami saja akan membuat rakyat tenteram karena telah menumbuhkan harapan penegakan hukum yang sudah mati selama 10 tahun Jokowi berkuasa secara zalim.

Sudah sangat tepat Prabowo melakukan serangan balik atas kezaliman Jokowi yang tidak menguntungkannya. Prabowo tidak harus menepati dua tahun memerintah lalu kemudian digantikan oleh Gibran anak haram konstitusi yang sama sekali tidak punya kapasitas. Apa pun perjanjian dengan Jokowi demi mendapatkan dukungan darinya sama sekali tidak perlu ditepati. Karena Prabowo hanya wajib bertanggung jawab ke rakyat, bukan ke Jokowi.

Sudah sangat tepat Prabowo meminjam tangan purnawirawan TNI untuk menyingkirkan Gibran. Karena kalau betul-betul Prabowo memenuhi janjinya menyerahkan kekuasaan ke Gibran yang sama sekali tidak punya isi otak dan ditengarai ijazah SMA-nya bermasalah setelah dua tahun, maka ini akan menjadi tragedi maha dahsyat bagi Indonesia. Indonesia terancam bubar tahun 2030. Kemungkinan akan terjadi huru-hara besar.

Skenario gelap Jokowi menaikkan Gibran setelah dua tahun ini tentu tidak bisa diterima para purnawirawan TNI yang loyalitasnya ke negara tidak perlu diragukan lagi. Jokowi tidak bisa dibiarkan. Dia sudah melampaui batas dan sangat tidak tahu diri. Karenanya para purnawirawan dengan lugas dan lantang menyusun kekuatan dan mendesak agar Gibran segera dimakzulkan.

Apakah Jokowi tahu keadaan ini? Tentu dia tahu. Karena tahu dan tidak bisa melawan itulah makanya dia stres dan gatal-gatal. Penyakit kulitnya berasal dari komplikasi mental yang akut. Tetapi rakyat tidak akan pernah bersimpati ke Jokowi. Dosa-dosanya amat besar dan meliputi hampir semua segi.

Rakyat senang melihat Jokowi yang semakin tidak berdaya secara fisik dan mental. Rakyat senang melihat manusia zalim itu lumpuh secara politik. Rakyat mengucapkan hamdalah sembari beristigfar kepada Allah SWT. ***

Saturday, May 31, 2025

Kuldesak Ijazah Palsu dan Mati Langkah Jokowi

Perspektif KBA News, Sabtu, 31 Mei 2025

Buni Yani

Pengumuman Bareskrim soal keaslian ijazah Jokowi sama sekali tidak memadamkan keraguan publik akan kepalsuan dan kebohongan Jokowi. Sebaliknya publik malah semakin menjadi-jadi dan tidak terkendali. Sejumlah dokumen yang ditampilkan oleh Bareskrim untuk menopang dan membuktikan keaslian ijazah itu malah menjadi obyek penelitian yang semakin menguatkan kepercayaan publik bahwa ijazah Jokowi memang palsu.

Situasi sekarang sudah menemui jalan buntu atau kuldesak. Jokowi dan Bareskrim berusaha sangat keras meyakinkan publik, tetapi publik malah semakin curiga dengan langkah-langkah tidak alami itu. Dokumen berbicara sendiri mengenai keaslian atau kepalsuannya. Tidak perlu dirias dan didandani. Tidak perlu membujuk apa lagi menggertak orang untuk percaya.

Kuldesak ini membuat Jokowi semakin panik yang menjadikannya mati langkah. Seperti biasa, bila terdesak, Jokowi akan menggunakan jurus survei untuk mempengaruhi opini publik. Jokowi menggunakan tangan pollster untuk meng-counter opini publik yang tak kunjung berubah sejak kasus ijazah palsu meledak kembali.

Sangat besar kemungkinan Jokowilah yang mendanai survei mengenai tingkat kepercayaan publik mengenai ijazahnya. Menurut hasil survei tersebut, sebagian besar responden yang mencapai 66,9%, tidak percaya bahwa Jokowi memalsukan ijazah. Persoalannya, apakah survei ini bermaksud membalik persepsi publik dengan survei yang tiba-tiba entah dari mana asalnya?

Jika itu tujuannya, sudah bisa dipastikan tujuannya akan gagal. Publik tentu saja tidak sebodoh yang dibayangkan Jokowi dan pollster itu. Survei yang bisa jadi sudah direkayasa metode dan hasilnya itu tidak akan bisa menggiring opini mayoritas masyarakat untuk mempercayai status keaslian/kepalsuan ijazah Jokowi.

Survei tentu saja tidak akan bisa mempengaruhi jalannya kasus hukum Jokowi. Polisi, jaksa dan hakim yang punya integritas tidak akan pernah terpengaruh oleh hasil survei. Karena menemukan kebenaran hukum sama sekali tidak ditentukan oleh berapa banyak orang yang percaya atau tidak. Sebaliknya, kebenaran hukum ditentukan oleh fakta yang tersedia.

Kebenaran tidak ditentukan oleh berapa jumlah orang yang mempercayainya. Untuk menentukan apakah betul matahari terbit di timur, maka murid diajarkan sejak SD untuk mengecek apakah betul memang demikian fakta yang ditemukan. Bila ada guru yang mengajarkan murid-muridnya cara membuktikan apakah betul matahari terbit di timur dengan melakukan polling di kelas berapa siswa yang percaya dan tidak, maka kita sangat merekomendasikan agar guru jenis ini segera dikirim ke barak.

Rekayasa sosial menggunakan metode bandwagon effect dalam kasus ijazah Jokowi ini tidak hanya lucu karena asumsi-asumsi dasar yang digunakannya, tetapi juga sangat merendahkan kapasitas masyarakat. Seolah-olah bila mayoritas anggota masyarakat percaya akan keaslian ijazah Jokowi—entah angka mayoritas dalam survei ini diperoleh dengan cara yang benar dan jujur—maka otomatis anggota masyarakat lainnya langsung akan ikut-ikutan percaya.

Kuldesak ini adalah mimpi buruk Jokowi. Meskipun berusaha sekuat tenaga dengan mengerahkan semua sumber daya, publik sudah menentukan sikap bahwa ijazah Jokowi tidak mungkin asli. Apa pun yang dikatakan dan berkaitan dengan Jokowi sudah dicap sebagai bohong dan palsu. Sebuah sikap yang sangat mengerikan tentu saja.

Kepanikan, kerisauan, dan kekhawatiran Jokowi sangat tampak secara visual. Rambutnya semakin jarang dan rontok. Kulit muka dan lehernya seperti ditumbuhi bercak hitam yang tidak biasa. Fisik Jokowi berubah drastis padahal baru saja enam bulan tidak lagi menjabat. Dia tampak semakin tua dan lelah. Ada aura kekhawatiran tampak di mukanya.

Fakta perubahan penampilan Jokowi ini begitu nyata sehingga segala usaha untuk menutupinya dipastikan akan gagal. Bahkan usaha dari Jokowi sendiri untuk berusaha tampil sealami dan sebaik mungkin, misalnya dengan mencoba tertawa dan tenang, menjadikan publik semakin yakin bahwa Jokowi memang secara psikologis sedang mengalami tekanan besar. Karena semakin Jokowi berusaha tertawa dan tenang, semakin artifisial efek yang ditimbulkannya.

Kini tertawa terkekeh ciri khas Jokowi tidak lagi menjadi simbol pembeda yang dikagumi pemujanya, tetapi sudah berubah menjadi gestur kikuk dan palsu. Netizen yang teliti memperhatikan bahasa tubuh Jokowi bisa mendeteksi bahwa Jokowi tidak bisa lagi setiap saat mampu menguasai tubuhnya sendiri. Jokowi tampak bergerak-gerak tidak alami yang ditengarai sebagai tremor.

Sejumlah pendukung yang dulu sangat mengaguminya sekarang menjadi orang terdepan yang paling tidak percaya mengenai keaslian ijazah Jokowi. Sudah tidak terhitung bukti otentik yang beredar di media sosial yang menunjukkan bahwa ijazah Jokowi memang palsu. Mulai dari font skripsi, foto ijazah, kwitansi pembayaran SPP, transkrip nilai, dan banyak lagi, yang kesemuanya semakin membuat publik yakin bahwa ijazah Jokowi tidak mungkin asli.

Hal-hal ini membuat Jokowi semakin kehilangan akal bagaimana cara melawan opini publik yang tumbuh demikian organik. Tentu saja ketidakpercayaan pada ijazah Jokowi tumbuh secara organik karena muncul dari kesadaran dan proses berpikir yang alami. Muncul dari hasil melihat fakta yang bertubi-tubi memenuhi linimasa media sosial.

Mungkin hal-hal ini pula yang menggerakkan Jokowi untuk mengerahkan lembaga survei. Survei yang hasilnya sangat menguntungkan Jokowi itu tidak saja bertujuan untuk mengubah opini publik mengenai ijazah misterius itu, tetapi juga untuk mengubah suasana hati Jokowi sendiri yang sedang sangat kalut membayangkan kesudahan dari perkara memalukan ini.

Setidaknya Jokowi sedikit merasa tenang dengan hiburan hasil survei itu. Survei yang menjadi tertawaan publik karena basis dan tujuan penyelenggaraannya penuh masalah dan melawan kejujuran. Survei yang seharusnya tidak pernah diadakan karena melawan moralitas khalayak ramai yang sedang berusaha menegakkan kebenaran melalui riset masif yang dilakukan oleh relawan anonim di media sosial.

Organiknya perlawanan terhadap Jokowi didasarkan pada rasionalitas biasa. Menggunakan akal sehat saja, siapa pun bisa menilai bahwa begitu banyaknya kejanggalan pada ijazah Jokowi sudah pasti menyimpan sesuatu yang lain. Sesuatu yang disebut kepalsuan atau ketidakaslian karena melawan logika keaslian yang dipahami awam.

Jokowi bisa jadi tidak pernah mengantisipasi serangan masif dan organik ini karena semua dukungan di media sosial yang pernah dia dapatkan digerakkan dan direkayasa. Jokowi membayar buzzer untuk melakukan pembohongan publik, caci-maki, dan penyesatan terhadap kinerjanya selama 10 tahun.

Mendapatkan fakta ini, Jokowi terdesak. Jokowi sudah berada di ujung jalan buntu yang membuatnya tidak bisa lagi ke mana-mana. ***

Saturday, May 24, 2025

Ijazah Palsu, Parcok, dan Konsolidasi Matahari Kembar

Perspektif KBA News, Sabtu, 24 Mei 2025

Buni Yani

Membayangkan konsekuensi pengumuman Bareskrim Polri mengenai keaslian ijazah UGM Jokowi seperti membayangkan semakin gelapnya Indonesia ditimpa gerhana tak berkesudahan setelah tujuh bulan lebih Presiden Prabowo memerintah. Pengumuman yang sangat menguntungkan Jokowi itu memang sudah diantisipasi publik karena ini hanya memperkuat saja fenomena Parcok yang selama ini telah menjadi rahasia umum.


Pengumuman itu adalah politik tingkat tinggi, perebutan pengaruh, dan unjuk kekuatan melalui simbol-simbol budaya dan unggah-ungguh Jawa. Pengumuman itu jauh melampaui dampak hukum bagi pihak-pihak yang sedang berperkara seperti Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma. Bila harus diringkas dengan kalimat pendek, maka pengumuman itu adalah bunyi terompet pemberitahuan kekalahan Prabowo melawan Jokowi dalam menguasai kepolisian.

Betul, Prabowo tidak berkutik melawan Jokowi dalam menguasai kepolisian. Prabowo dibuat impoten dan tak bergigi melawan pengaruh Jokowi yang semakin kuat dan mengakar. Prabowo bahkan tidak bisa melakukan penetrasi kecil di tubuh kepolisian yang sudah menjadi sekutu utama Jokowi sejak lama, bahkan setelah tujuh bulan Prabowo berkuasa.

Bagi Jokowi, pengumuman Bareskrim atas keaslian ijazahnya adalah show of force bahwa dia masih digdaya dan masih memegang kendali atas kepolisian. Jokowi sedang melakukan konsolidasi kekuatan sebelum pertempuran yang sebenarnya dengan melakukan tes loyalitas melalui kasus ijazah palsu ini. Seperti diharapkan Jokowi, akhirnya Sigit Listyo sebagai Kapolri menunjukkan loyalitasnya yang tanpa reserve. Seperti diharapkan Jokowi, Sigit tidak mungkin melupakan jasanya yang telah menjadikannya Kapolri yang melompati sekian angkatan.

Mengapa Jokowi melakukan ini, karena Gibran sedang berada di ujung tanduk pemakzulan. Publik menekan Prabowo agar segera mengganti Gibran dengan Wapres yang lebih cakap dan punya kapabilitas. Di bawah inisiasi purnawirawan TNI, publik ikut mendesak agar Gibran diganti karena telah melakukan perbuatan tercela lewat postingan akun Fufufafa di platform Kaskus. Akun Fufufafa diduga kuat milik Gibran.

Jokowi tidak bisa membiarkan ini berlarut-larut yang membahayakan posisi Gibran, lalu menjadikan dirinya menjadi sasaran tembak melalui kasus ijazah palsu. Dalam hal ini, strategi Jokowi menggunakan kasus ijazah palsu sebagai senjata membalikkan keadaan mempunyai dua keuntungan. Keuntungan pertama, kasus ini akan mengalihkan perhatian publik dari serangan ke Gibran menjadi serangan ke dirinya. Keuntungan kedua, kasus ini adalah tes loyalitas kepolisian di bawah Listyo Sigit yang selama ini menjadi sekutu utamanya.

Tanda-tanda kepolisian masih berada di bawah pengaruh Jokowi bisa dibuktikan dengan banyaknya kejanggalan dalam uji forensik di Bareskrim. Kepolisian de facto belum berada di bawah kontrol Prabowo.

Pemihakan kepolisian kepada Jokowi yang telah diberi nama Parcok oleh publik sangatlah nyata dan tidak bisa ditutupi. Pertama, mungkin tanpa disadari oleh Djuhandhani dari Bareskrim, ia memberikan kesan kurang baik ke Egi Sujana yang tidak datang ke Bareskrim untuk memberikan keterangan. Seharusnya Djuhandhani paham bahwa Egi tidak bisa datang karena sakit. Namun Djuhandhani sama sekali tidak menyebut Egi Sujana sedang sakit, seolah-olah Egi mangkir tanpa alasan yang jelas.

Kedua, Djuhandhani menyebut TPUA tidak terdaftar di AHU Kemenkumham—yang kembali mau tidak mau bisa ditafsirkan bahwa Djuhandhani memang sengaja ingin memberikan kesan negatif terhadap TPUA ke publik. Menurut UU, tidak semua perkumpulan atau organisasi di tengah masyarakat harus berbadan hukum. Begitu juga dengan TPUA.

Dari sini saja kita sudah tahu bahwa secara tidak sadar Bareskrim tidaklah netral. Bareskrim terkesan mengambil jarak dengan TPUA, tetapi sebaliknya begitu takzim ke Jokowi. Untuk hal terakhir ini bisa dilihat dari bahasa tubuh dua penyelidik yang mewawancarai Jokowi selama satu jam untuk 22 pertanyaan. Dari foto yang beredar luas di media sosial, kedua penyelidik seperti tidak percaya diri menghadapi Jokowi. Penyelidik menunjukkan bahasa tubuh seolah-olah sedang menghadap atasan—hal yang seharusnya tidak terjadi.

Absennya imparsialitas Bareskrim sebagai penegak hukum bisa dikenali lebih jauh dari hasil “uji forensik” yang sangat menguntungkan Jokowi. Sampel yang dijadikan pembanding untuk membandingkan ijazah Jokowi cuma tiga ijazah lain. Ini sangat mencurigakan karena publik tidak tahu ijazah siapa saja yang dipakai. Bila ketiga ijazah yang dipakai sebagai pembanding adalah para “alumni” yang selama ini diajak Jokowi untuk reuni—atau sampel dari kolam yang sama—maka sama juga bohong. Seharusnya Bareskrim menyebutkan nama pemilik ketiga ijazah itu.

Tidak cuma itu, Bareskrim juga berani melakukan hal yang sangat fatal dalam konferensi pers yang disaksikan oleh 270 juta rakyat Indonesia itu. Yaitu tidak menampilkan ijazah asli Jokowi yang diklaim telah diuji forensik. Seharusnya Bareskrim menampilkan ijazah Jokowi itu, sama seperti mereka menampilkan alat-alat bukti dalam kasus-kasus lainnya. Publik bertanya-tanya mengapa Bareskrim hanya menampilkan fotokopi ijazah di layar, bukan ijazah asli dalam bentuk fisiknya.

Hal paling penting dari semua kejanggalan di atas adalah Bareskrim tidak menampilkan hasil uji forensiknya. Seharusnya Bareskrim membuka ke publik bagan lengkap mengenai unsur kimia uji karbon ijazah Jokowi yang menunjukkan usia kertas ijazah dan hal-hal lain yang terkait. Begitu juga dengan hasil analisis kandungan kimia berbagai tipe tinta yang dipakai dalam ijazah. Namun itu tidak dilakukan oleh Bareskrim. Publik dipaksa untuk percaya begitu saja terhadap absennya data ilmiah dalam pengujian ini.

Bareskrim menampilkan banyak sekali dokumen untuk mendukung klaimnya bahwa ijazah Jokowi memang asli. Bareskrim menunjukkan ke publik fotokopi daftar alumni, bundel milik Achmad Sumitro, bundel KPU DKI Jakarta, bukti setor SPP Jokowi, dan banyak lagi. Namun mau ratusan bahkan ribuan dokumen yang ditunjukkan ke publik tidak akan pernah berarti apa-apa karena Bareskrim tidak menunjukkan ijazah Jokowi yang diklaim sebagai asli.

Bareskrim dan Polri harus paham bahwa publik tidak meragukan Jokowi pernah kuliah di UGM. Yang diragukan adalah apakah Jokowi punya ijazah yang sah melalui prosedur yang sah. Apakah ijazah Jokowi setelah diuji forensik berasal dari tahun 1985, apakah foto yang dipakai pada ijazah adalah foto Jokowi sendiri—bukan punya Dumatno seperti dicurigai publik, apakah diperkenankan mengenakan kacamata pada foto ijazah pada tahun 1985, apakah banyak kejanggalan pada skripsi Jokowi sudah diteliti dengan seksama, dan banyak lagi pertanyaan yang masih menjadi misteri.

Pendek kata, banyaknya data yang tidak diungkapkan—atau memang sengaja disembunyikan—Bareskrim menimbulkan semakin banyak teka-teki mengenai ijazah Jokowi. Publik curiga bahwa absennya ijazah asli Jokowi dalam konferensi pers itu dan tidak hadirnya data-data saintifik mengenai hasil uji labfor adalah strategi untuk menghindari penelitian terbuka terhadap ijazah Jokowi yang memang bermasalah. Karena di persidangan Gus Nur dan Bambang Tri, juga di persidangan perdata di Solo yang sedang berlangsung, Jokowi sangat menghindar dari menunjukkan ijazahnya secara terbuka.

Lumpuhnya pemerintahan Prabowo dalam menangani dugaan ijazah palsu Jokowi karena ketidakmampuannya menguasai Parcok adalah serial kedua dari tragedi memalukan ini. Seharusnya Prabowo gerak cepat melakukan pergantian besar-besaran di tubuh Polri untuk menghindari macetnya kasus-kasus yang berhubungan dengan Jokowi. Pada reshuffle kabinet mendatang, penyegaran di tubuh Polri harus dilakukan segera di samping mengganti semua menteri titipan Jokowi.

Tanpa itu, Prabowo terkesan seperti bebek lumpuh. Semakin lama Prabowo mengulur-ulur waktu melakukan pembenahan, semakin kuatlah Jokowi, semakin intensiflah dia melakukan konsolidasi, semakin tampaklah matahari kembar itu telah menimbulkan gerhana yang membuat Indonesia semakin gelap. Kondisi ini tidak saja buruk bagi pemerintahan Prabowo, tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan segera.

Memang tidak sederhana menangani dilema pelik mengenai Jokowi yang sudah berjasa mengantarkan Prabowo menjadi presiden. Tapi soalnya bukan di sana. Prabowo harus sadar bahwa dia hanya berhutang budi ke rakyat, bukan ke Jokowi yang sudah 10 tahun menjadikan Indonesia menjadi negara gagal.

Semoga Prabowo bisa kembali memakai akal sehatnya dalam mengurus negara yang selalu ia cintai. Kini rakyat berharap besar kepadanya untuk memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan Jokowi selama 10 tahun. ***

Sunday, May 18, 2025

Perang Ijazah Palsu Melebar, Jokowi Semakin Panik dan Risau

Perspektif KBA News, Sabtu, 17 Mei 2025

Buni Yani

Rakyat menyayangkan sikap berbelit-belit Jokowi dalam menangani masalah sepele ijazah palsu yang dituduhkan kepadanya dengan cara belok-belok, berkelok-kelok tidak karuan. Sudah tidak terbilang jumlah himbauan agar Jokowi segera menunjukkan ijazahnya. Namun dia memilih langkah yang rumit dan tidak lazim.

Akibat akrobatnya itu, Jokowi disindir, juga dikecam, karena telah membuat kegaduhan nasional yang tidak perlu. Rakyat terperangah, mengapa Jokowi yang dua kali menjabat jadi presiden sama sekali tidak memiliki sikap kenegarawanan yang seharusnya. Jokowi kelihatannya menikmati drama tidak bermutu ini, yang bahkan menimbulkan gesekan horizontal di tengah masyarakat.

Menyusul Jokowi dilaporkan di beberapa tempat, lalu dia juga melaporkan lima nama di Polda Metro Jaya, kasus murahan ini sudah semakin melebar dan tidak terkendali. Seseorang telah menggugat pihak UGM dan bekas dosen Jokowi yang dulu diakui sebagai dosen pembimbing. Dosen sepuh itu bernama Kasmudjo yang sudah berumur 75 tahun.

Dari pihak UGM terdapat sejumlah nama yang digugat di Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta. Yaitu Rektor, empat Wakil Rektor, Dekan Fakultas Kehutanan, dan kepala perpustakaan UGM. Penggugat bernama Komardin yang berprofesi sebagai pengacara dari Makassar itu menuntut UGM untuk membayar ganti rugi sejumlah 1.069 triliun rupiah bila UGM tidak bisa menunjukkan bukti akademik kelulusan Jokowi.

Tak lama setelah beredar rumor Kasmudjo menghilang menyusul pelaporan Komardin, Jokowi mengunjungi kediaman pria sepuh itu. Tidak ada yang tahu apa isi pembicaraan mereka. Beredar spekulasi bahwa Jokowi sedang mengarahkan Kasmudjo menghadapi sidang yang akan dimulai pada 22 Mei 2025. Jokowi diduga menitip pesan apa yang harus dikatakan oleh Kasmudjo di depan hakim nanti.

Sehari setelah Jokowi mendatanginya, Kasmudjo berbicara kepada wartawan bahwa dirinya tidak siap dengan gugatan yang dilayangkan kepadanya. Dia tampak bingung, tidak tahu apa yang harus dikatakan. Kasmudjo kelihatannya tidak menyangka pernyataan Jokowi dulu bahwa dia dosen pembimbingnya akan menyeretnya menjadi pihak tergugat. Bingung, tidak tahu apa yang harus dikatakan, Kasmudjo akhirnya mengatakan telah menyerahkan perkara ini ke Fakultas Kehutanan UGM.

Publik sangat kasihan melihat Kasmudjo yang sudah sepuh itu tidak bisa menjalani masa-masa pensiunnya karena diseret-seret Jokowi ke dalam pusaran kasus tak berujung ini. Sebagian publik mengecam Jokowi karena dianggap sudah melampaui batas. Seharusnya Kasmudjo bisa hidup tenang di usia senjanya, mengisi kegiatan dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan melayani gugatan hukum yang mungkin dia tak pernah sangka sebelumnya.

Apa mau dikata, nasi sudah jadi bubur. Kasmudjo harus kooperatif bila mendapat panggilan dari pengadilan dan harus bersedia memberikan keterangan sebenar-benarnya sesuai dengan pengetahuannya. Inilah waktu paling dinanti oleh rakyat Indonesia agar Kasmudjo berkata jujur, tidak ada yang ditutup-tutupi.

Di antara pengakuan Kasmudjo yang paling mengejutkan kepada wartawan adalah dia cuma asisten dosen. Bukan dosen pembimbing skripsi, dan bukan pula dosen pembimbing akademik (PA) Jokowi. Tentu pengakuan ini berbanding terbalik dengan pernyataan Jokowi beberapa tahun lalu bahwa Kasmudjo adalah dosen pembimbingnya—entah pembimbing skripsi atau pembimbing akademik.

Di akun X miliknya tertanggal 13 Mei 2025, Jokowi masih mengaku Kasmudjo sebagai dosen pembimbing akademiknya. Namun dalam wawancaranya dengan wartawan, Kasmudjo sama sekali tidak menyinggung bahwa dia dosen pembimbing akademik Jokowi. Dia mengaku hanya pernah menjadi asisten dosen di Fakultas Kehutanan UGM pada 1980-1985, masa yang diakui Jokowi sebagai masa dia kuliah di kampus itu.

Kasus ijazah palsu ini sangat memalukan rakyat Indonesia. Bila Jokowi punya ijazah, mampu menunjukkannya di depan hakim, dan terbukti sah, maka rakyat malu karena Jokowi telah membuat gaduh selama bertahun-tahun. Dia terbukti bukan negarawan dan memilih memenjarakan rakyatnya sendiri daripada menunjukkan ijazahnya secara baik-baik ke publik jauh-jauh hari sebelumnya.

Tetapi rakyat akan lebih malu lagi bila ijazah Jokowi ternyata memang palsu. Bagaimana mungkin negara besar dengan penduduk hampir 300 juta jiwa ini bisa dibohongi secara telak, telanjang, dan mentah-mentah selama 10 tahun? Membayangkan kemungkinan kedua ini yang terjadi ibarat membayangkan runtuh dan bubarnya republik. Pasti ada yang sangat salah selama ini yang ditutup-tutupi para elit.

Rakyat hanya menginginkan para penegak hukum, terutama dalam hal ini kepolisian, untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Setelah 10 tahun menjadi alat kepentingan sempit Jokowi, kini sangat susah bagi rakyat untuk percaya pada kepolisian. Karenanya, penanganan kasus ini oleh polisi, terutama dalam uji forensik ijazah Jokowi, diliputi sikap skeptis oleh masyarakat. Bagaimana mungkin lembaga yang selama ini menghamba pada Jokowi akan bisa bersikap obyektif dan adil?

Rakyat tentu tidak bisa disalahkan begitu saja bila muncul kecurigaan dan rasa tidak percaya pada kepolisian. Rakyat masih trauma dengan kasus Kilometer 50, kasus Sambo, dan kasus kopi sianida Jessica, di antaranya, yang diliputi rekayasa demi membela pihak tertentu. Kasus-kasus ini jauh dari kebenaran dan keadilan.

Dari semua perkembangan kasus ijazah palsu ini yang sudah melebar ke berbagai pihak sebagai tergugat, Jokowi kelihatan semakin panik dan risau. Dia tampak semakin cepat tua. Angle kamera dari sudut agak atas memperlihatkan rambutnya sudah kelihatan jarang dan rontok. Mungkin Jokowi sudah mendapat firasat kurang baik sehingga kondisi fisiknya semakin terganggu. Mungkin juga dia mulai sadar bahwa semua aktingnya di depan kamera sudah tidak mempan lagi mengelabui rakyat.

Namun kabar keseriusan Presiden Prabowo untuk memberantas korupsi dengan tidak melibatkan kepolisian mungkin yang paling merisaukannya. Publik dengan cepat membaca langkah Prabowo memerintahkan TNI untuk menjaga kantor-kantor kejaksaan di seluruh Indonesia sebagai sikap tidak percayanya pada kepolisian.

Bila langkah Prabowo ini menggelinding dan berhasil sebagai program unggulan, maka terbuka kemungkinan untuk memeriksa laporan dugaan korupsi keluarga Jokowi yang sudah dilaporkan ke KPK tetapi tidak kunjung diproses. Skenario ini bukan isapan jempol bila melihat langkah catur Prabowo yang sudah memasuki bulan keenam dalam memerintah.

Kasus laporan hukum yang menimpa Jokowi sudah lumayan merepotkannya. Di samping kasus ijazah palsu, ada pula laporan wanprestasi mobil Esemka yang membuat Jokowi terpilih menjadi Gubernur Jakarta pada 2012. Gugatan ini dilakukan di Pengadilan Negeri Kota Solo oleh seorang warga Solo.

Melihat melebarnya medan pertempuran yang harus dihadapi oleh Jokowi dan keluarga, yang kemudian akan melebar kelak ke kroni-kroninya, kemungkinan besar akhir hayat Jokowi akan berakhir tragis. Tidak sukar untuk melihat ke mana arah kemarahan rakyat yang selama ini menderita akibat kezaliman Jokowi selama 10 tahun.

Mungkin Jokowi sekarang sedang menjalani kutukan ungkapan yang mengatakan, “Mereka yang naik kekuasaan dengan cara tidak wajar, akan jatuh pula dengan tidak wajar.” Jokowi tidak perlu mengeluh, apa lagi memohon belas kasihan kepada siapa pun, karena dia sangat sadar dengan segala kezaliman yang telah dilakukannya. ***

Saturday, May 10, 2025

Semiotika Sosial Kejatuhan Jokowi

Perspektif KBA News, Sabtu, 10 Mei 2025

Buni Yani

Publik, terutama mereka yang pernah menjadi pendukung Prabowo pada Pemilu 2019, tidak sabar dengan kelambanannya memproses hukum Jokowi penjahat kemanusiaan yang telah memerintah dengan penuh kezaliman selama 10 tahun. Sebulan, dua bulan, bahkan setelah 100 hari pun Jokowi masih pecicilan ke mana-mana yang membuat rakyat marah.

Lazimnya pemerintahan baru di banyak tempat di dunia, seratus hari dianggap sebagai angka yang cukup adil untuk menilai kinerja presiden terpilih. Namun pada bulan keempat pun Jokowi masih seperti presiden periode ketiga. Bulan kelima juga demikian. Banyak menteri kabinet Prabowo sowan ke Solo, menjadikan pemerintahan Prabowo mengalami gerhana gelap, dan publik yang berpikiran waras tidak bisa menerima kejadian ini.

Dugaan matahari kembar bukan lagi isapan jempol. Jokowi dipandang sedang mempersiapkan Gibran menjadi presiden untuk Pemilu 2029—tetapi lebih cepat dari itu lebih baik. Sementara itu di pihak lain, publik melihat Gibran adalah anak kecil yang belum cukup umur, tidak memiliki kemampuan sama sekali bahkan untuk hal-hal sederhana, dan naiknya pun menjadi pejabat publk diperoleh melalui proses penuh kecurangan karena menukangi konstitusi.

Kesabaran publik sudah habis begitu memasuki bulan keenam. Jokowi kelihatan semakin kuat mengkonsolidasikan kekuatannya, sementara di pihak lain Prabowo semakin lemah di bawah bayang-bayang gerhana yang diciptakan Jokowi. Namun Prabowo menjanjikan akan ada kejutan setelah enam bulan memerintah.

Publik terlanjur tidak percaya. Meniru ucapan Prabowo yang viral, banyak orang mengatakan, ah itu pasti omon-omon belaka. Publik sudah terlanjur kehilangan harapan. Bukankah Prabowo telah mengatakan Jokowi adalah guru politiknya dan berteriak “hidup Jokowi”? Bukankah Prabowo telah berjanji akan melanjutkan program-program gurunya itu?

Namun plot twist tak terduga membuat ternak Jokowi dan geng Solo shock berat. Belum genap enam bulan, gempa politik memang betul-betul terjadi. Janji Prabowo itu memang benar adanya. Tiba-tiba purnawirawan TNI mengajukan delapan tuntutan yang salah satunya adalah mendesak penggantian Gibran anak haram konstitusi. Para purnawirawan meniupkan terompet perlawanan untuk menyelamatkan republik yang sedang sekarat akibat ulah Jokowi.

Delapan tuntutan itu tertuang dalam sebuah dokumen yang ditandatangani oleh lima jenderal purnawirawan TNI yaitu Fachrul Razi, Tyasno Soedarto, Slamet Soebijanto, Hanafi Asnan, dan Try Sutrisno. Di antara kelima nama itu, yang menjadi bintang tentu saja adalah Try Sutrisno. Tidak saja karena senioritas Try di TNI, tetapi juga karena dia pernah menjadi wakil presiden. Tuntutan itu didukung oleh 103 jenderal purnawirawan, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

Para purnawirawan menyampaikan delapan tuntutan itu dalam sebuah acara pada 17 April 2025, atau tiga hari sebelum Presiden Prabowo merampungkan enam bulan pemerintahannya. Yang menarik, dokumen yang ditandatangani oleh para purnawirawan itu sudah dibuat pada bulan Februari 2025.

Pada saat terjadi serangan ke Gibran, bergulir pula dengan lancar dan menjadi perhatian nasional, kasus ijazah palsu Jokowi yang sudah bertahun-tahun jadi polemik dan hampir dilupakan. Munculnya ahli forensik digital Rismon Sianipar menyuntikkan darah baru pada penelisikan ijazah Jokowi yang punya banyak kejanggalan itu. Hasil penelitian Rismon melengkapi penelitian ahli digital Roy Suryo dan dokter Tifauzia Tyassuma, dan ini semakin meyakinkan publik bahwa ijazah UGM Jokowi memang bermasalah.

Rismon Sianipar dan Roy Suryo dengan sangat meyakinkan menunjukkan hasil penelitian mereka menggunakan aplikasi digital bahwa foto ijazah UGM Jokowi tidak identik dengan foto Jokowi sekarang ini. Kesimpulan mereka, ijazah UGM Jokowi yang beredar luas menggunakan foto diri orang lain. Bahkan foto diri tersebut kelihatan seperti foto yang ditempelkan di atas stempel karena tidak ada warna merah tinta stempel di atasnya.

Ini temuan baru yang tentu saja sangat mengguncang dan membuat heboh politik nasional. Perlawanan buzzer dan ternak Jokowi tenggelam oleh besarnya magnitude dan skala perbincangan publik atas kasus ini. Mereka tidak bisa lagi melawan narasi yang sudah masuk ke dalam kesadaran publik bahwa Jokowi memang pembohong yang ijazahnya palsu. Perlawanan sia-sia ini menunjukkan semakin lemahnya Jokowi dan gerbong di belakangnya.

Dua gempuran dahsyat ini membuat Jokowi dan geng Solo mulai gemetaran dan kelihatan oleng. Dalam sebuah video menanggapi laporannya ke Polda Metro Jaya, suara Jokowi mulai kedengaran was-was dan khawatir. Meskipun dia berusaha tampil tenang dan berusaha memposisikan diri sebagai pihak yang terzalimi karena telah “dihina sehina-hinanya”, suaranya tak bisa berbohong. Dia kelihatan lelah dan risau.

Bagaimana kita bisa memaknai dua kejadian penting ini menggunakan semiotika sosial sebagai pisau analisis? Apakah ada keterlibatan Prabowo? Apakah dua kejadian itu merupakan perwujudan dari janji Prabowo bahwa akan ada kejutan setelah enam bulan menjabat? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang beredar sekarang ini di banyak grup WA, obrolan santai, dan diskusi serius.

Bahwa Prabowo adalah orang Jawa dari garis bapak dan Minahasa dari garis ibu adalah fakta yang harus kita catat. Prabowo lahir dari keluarga yang heterogen baik dari segi latar belakang agama maupun suku bangsa. Persentuhannya dengan budaya dan pendidikan Eropa sejak SMP menjadikannya berwawasan global—dan menambah pluralitas dalam dirinya.

Prabowo kemudian menikah dengan Titiek Soeharto yang beragama Islam, dan dekat dengan tokoh-tokoh Islam sejak muda. Di lettingnya, Prabowo dimasukkan ke dalam perwira "hijau" karena kedekatannya dengan tokoh-tokoh Islam itu. Pergaulannya yang luas membuat Prabowo menjadi orang yang semakin lentur dalam beradaptasi dengan budaya dan lingkungan baru.

Sebagai orang yang lahir dari keluarga setengah Jawa, Prabowo cukup memahami unggah-ungguh Jawa. Dia paham apa itu high-context culture yang melekat dalam budaya Jawa—yaitu suatu tradisi yang menghargai komunikasi dengan simbol dan gestur, bukan bahasa verbal yang terang-terangan. Yaitu suatu budaya yang mensyaratkan pemahaman pada apa yang tersirat di samping pada apa yang tersurat.

Karenanya, bagi mereka yang memahami budaya Jawa dengan baik, pendekatan Prabowo pada kompleksitas hubungannya dengan Jokowi harus dipahami dalam kerangka ini. Prabowo tahu bahwa rakyat menolak Gibran dengan keras, tetapi dia harus mengesampingkan penolakan itu untuk tujuan yang lebih besar. Dia juga harus pintar dan hati-hati menangani tuntutan mengadili Jokowi karena Jokowi telah berjasa mengantarkannya menang pada Pemilu 2024.

Memahami konteks sosial dan budaya ini, maka bagi sebagian orang, teriakan “hidup Jokowi” dan pujian-pujiannya itu memiliki arti sebaliknya. Bukan apa yang terkatakan, tetapi apa yang terjadi dan berlaku di ruang publik secara nyata itulah pesan yang sebenarnya.

Bahwa kemudian Prabowo membatalkan mutasi Letjen Kunto dari jabatan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I menjadi Staf Khusus Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) untuk digantikan oleh orangnya Jokowi merupakan sinyal nyata Prabowo sedang melakukan operasi senyap: puji terus, tetapi gergaji kekuatan Jokowi sedikit demi sedikit.

Langkah catur Prabowo yang kemudian tidak mengizinkan mundurnya Hasan Nasbi “kepala babi”—orang yang sejak awal dikenal sebagai orangnya Jokowi—sebagai juru bicara Istana dimaksudkan untuk menimbulkan kesan draw, permainan berimbang. Bahwa dikembalikannya Hasan Nasbi menjadi juru bicara Istana merupakan pertukaran atas dikembalikannya Letjen Kunto ke posisi semula.

Tetapi semua analis tentu paham bahwa posisi juru bicara Istana jelas jauh kalah strategis dibandingkan dengan posisi Pangkogabwilhan. Bila terjadi huru-hara politik, yang akan punya kontribusi menyelamatkan posisi Prabowo secara riil di lapangan bukanlah juru bicara Istana, tetapi Pangkogabwilhan. Sesederhana itu kita membaca langkah bidak permainan catur ini.

Bila naskah delapan tuntutan para purnawirawan sudah dipersiapkan sejak Februari, dan Prabowo dengan begitu meyakinkan berjanji akan ada kejutan setelah enam bulan, maka ini sangat susah dianggap sebagai hal yang terpisah dan berjalan sendiri-sendiri. Kedekatan Prabowo dan Try Sutrisno yang duduk satu meja dalam acara halal-bihalal purnawirawan TNI AD memperkuat analisis bahwa Prabowo menyetujui penggantian Gibran. Bahkan mungkin sudah lama Prabowo berkomunikasi dengan para purnawirawan.

Untuk kasus ijazah palsu pun Prabowo kelihatan membiarkan perkara ini berkembang seperti apa adanya dan membiarkan Jokowi berjuang sendiri. Prabowo tidak kelihatan melindungi Jokowi—hal yang tentu berbanding terbalik dengan puja-puji verbal terhadap “mentor” politiknya itu. Sangat besar kemungkinan inilah yang membuat Jokowi kelihatan khawatir dan risau.

Harapan Jokowi satu-satunya kini terletak pada Kapolri Listyo Sigit, orang dekatnya, yang sedang menangani proses hukum ijazahnya. Penyelidikan sudah berlangsung selama sebulan sejak adanya pengaduan ke Bareskrim. Penyelidikan sudah rampung sekitar 90 persen, dan sisa 10 persen menunggu hasil uji laboratorium forensik Bareskrim.

Drama ini penuh ketegangan. Rakyat hanya akan percaya bila hasil uji forensik menunjukkan ijazah Jokowi memang palsu adanya. Bila dinyatakan asli, rakyat akan menolaknya, rakyat tidak akan percaya. Penyebabnya dua hal. Pertama, karena kepolisian masih di bawah Sigit Listyo yang merupakan orang dekat Jokowi. Kedua, karena kepolisian selama ini punya reputasi buruk dalam merekayasa kasus.

Katakanlah dilakukan uji forensik oleh pihak kedua, selain oleh Bareskrim, lalu ternyata ijazah Jokowi memang asli adanya, ini pun tidak akan memadamkan perlawanan. Jokowi akan dilaporkan kembali karena telah membuat gaduh, karena baru mengeluarkan ijazahnya yang asli setelah bertahun-tahun kemudian.

Alhasil, Jokowi sekarang maju kena mundur kena. Yang jelas rakyat menginginkan Jokowi dihukum seberat-beratnya akibat kezalimannya selama 10 tahun.

Kejatuhan Jokowi begitu nyata. Partai-partai politik yang dulu menjadi sekutunya dan begundal-begundal yang selalu mendampinginya sedang melakukan perhitungan. Sebagian besar mereka sedang menunggu di pinggir gawang untuk melakukan tendangan telak begitu Jokowi sedang sekarat politik. Mereka-mereka yang dulu begitu intensif menjilat Jokowi adalah orang yang paling cepat pindah kubu begitu Jokowi terdesak dan menemui ajal politik.

Semiotika sosial kejatuhan Jokowi sangatlah tidak rumit untuk dibaca bahkan oleh orang awam sekalipun. Zaman informasi yang mempercepat jalannya sejarah tidak berpihak kepadanya. Bahkan kebenaran sekalipun tak akan menolongnya. Karena dia terlanjur menjadi musuh bersama rakyat akibat kezalimannya yang tak termaafkan. ***