Saturday, April 5, 2025

Demo RUU TNI Marak, Tercium Bau Jokowi di Baliknya

Perspektif KBA New, Sabtu, 5 April 2025

Buni Yani

Kemunculan dan maraknya demonstrasi RUU TNI yang menjurus ke anti Prabowo akhir-akhir ini menimbulkan tanda tanya besar. Karena skala dan intensitas demo-demo ini jauh lebih besar dibandingkan dengan demo-demo anti Jokowi selama 10 tahun penjahat kemanusiaan itu berkuasa. Keanehan ini memunculkan pertanyaan yang mengundang minat penyelidikan lebih jauh oleh berbagai kalangan.

Demonstrasi dan suara kritis terhadap Prabowo menjelang 100 hari dan enam bulan kekuasaannya banyak terjadi yang sebagian besar mengeritik kekeliruannya melindungi Jokowi yang telah ditahbiskan menjadi penjahat kemanusiaan dan salah satu pemimpin terkorup di dunia versi OCCRP. Jokowi harus segera diseret ke meja hijau karena kejahatannya selama 10 tahun berkuasa secara zalim dan biadab.

Tuntutan ini meluas dan dianggap hal lumrah oleh karena warga negara yang selama ini mendapatkan penzaliman dari Jokowi berhak menuntut keadilan. Baik hukum positif negara maupun hukum agama memberikan dasar yang kuat bagi para korban untuk menuntut Jokowi agar dihukum seberat-beratnya—kalau tidak dihukum mati, maka minimal penjara seumur hidup.

Jokowi tidak bisa lari dari dosa-dosanya menzalimi rakyat. Dia akan dikejar sampai mana pun. Bila negara tidak bisa memberikan keadilan, maka rakyat akan mencari keadilan dengan caranya sendiri. Kejahatan tidak boleh dibiarkan lolos dan dianggap hal normal. Karena ini tidak saja merugikan korban, tetapi juga melecehkan nilai-nilai kemanusiaan secara umum.

Tuntutan besar mengadili Jokowi ini tidak cukup menarik minat sebagian besar kelompok aktivis. Mereka membiarkan Jokowi berbuat semaunya selama 10 tahun. Ketika aktivis-aktivis Islam dan ulama dikriminalisasi, dijebloskan ke dalam penjara, dan enam laskar FPI dibunuh secara brutal, para aktivis ini juga seolah buta dan tuli. Mereka kelihatan sangat alergi dengan apa saja yang berbau Islam.

Mereka menjadi pembela Jokowi, mendukung persekusi terhadap umat Islam, lalu ikut meneriakkan kampanye “NKRI harga mati”—seolah-olah merekalah kelompok paling Pancasila dan paling mencintai tanah air. Mereka membangun logika bahwa Islam bertentangan dengan ide nasionalisme dan kebangsaan Indonesia.

Namun, ini yang sangat mengejutkan, ketika Prabowo mengesahkan RUU TNI bersama DPR pada Kamis, 20 Maret 2025, kelompok-kelompok pendukung Jokowi ini tiba-tiba muncul dengan penolakan yang tanpa tedeng aling-aling. Penolakan menjalar dengan cepat dan luas dari Sabang sampai Merauke, setidaknya berlangsung di sekitar 70 kota.

Tidak cuma itu, beberapa jam setelah RUU disahkan DPR, pendemo yang mengenakan penutup wajah yang kelihatannya bukan mahasiswa, menyanyikan lagu Internasionale sambil mengepalkan tangan di depan gerbang utama DPR. Dilihat dari postur dan tampang mereka, kemungkinan besar mereka adalah aktivis yang sudah bukan lagi jadi mahasiswa.

Yang menjadi pertanyaan adalah siapa kira-kira kelompok di balik penolakan RUU TNI yang menyanyikan lagu Internasionale dalam demo itu? Lagu ini adalah lagu yang sangat terkenal yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia, yang menjadi lagu pemersatu kaum kiri, pendukung ideologi sosialisme, juga pendukung komunisme.

Besarnya demo anti RUU TNI ini membuat hampir semua kasus sebelumnya menjadi tenggelam. Tuntutan agar Jokowi diadili tak terdengar lagi. Kasus pagar laut, kasus korupsi ratusan triliun di berbagai tempat, termasuk korupsi di Pertamina, dilupakan publik. Ini mengingatkan kita akan teknik komunikasi 10 tahun terakhir khas Jokowi, yaitu untuk menenggelamkan suatu kasus yang sangat sensitif, dimunculkanlah kasus yang lebih besar atau setidaknya sama bobotnya.

Kemunculan penolakan RUU TNI yang masih berlangsung sampai saat ini, dengan intensitas dan skala yang begitu besar, adalah anomali bila melihat demo-demo selama 10 tahun Jokowi berkuasa secara zalim. Maka kita cukup yakin ini demo yang berbeda dan digerakkan oleh kelompok yang berbeda dengan demo-demo dalam 10 tahun terakhir ini.

Ketika umat Islam dan kelompok Islam sedang melaksanakan ibadah puasa, menahan diri untuk melakukan hal-hal yang bisa membatalkan ibadah mereka, sebaliknya penolak RUU TNI justru begitu garang menggalang demonstrasi. Dalam demo tidak terlihat FPI, ormas Islam, dan semua organisasi yang selama ini menjadi sasaran penzaliman Jokowi.

Tidak terlihat pada demo-demo RUU TNI kelompok yang selama ini menuntut Jokowi untuk diadili segera. Bahkan kelompok terakhir ini kelihatan terpecah menjadi dua. Kelompok pertama mendukung RUU TNI dengan alasan untuk menandingi UU Kepolisian yang memberikan kekuasaan terlalu besar kepada polisi. Kelompok kedua cenderung tidak setuju pada RUU TNI namun pasif, tidak melakukan demonstrasi.

Situasi demontrasi RUU TNI sekarang ini mirip sekali dengan demo-demo besar menjelang kejatuhan Soeharto pada 1998. Pelaku dan cara-cara yang digunakan juga sangat mirip. Ada kelompok LSM, dosen, mahasiswa, kelompok kiri—tentu minus PDIP karena PDIP sudah termasuk partai yang mendukung RUU TNI. Ada persebaran demo yang cepat, lalu ada pula keberanian bentrok dengan aparat serta pembakaran dan perusakan fasilitas umum—yang hampir tidak terjadi selama 10 tahun Jokowi berkuasa.

Melihat lonjakan “keberanian” ini, yang tentu saja terasa aneh, maka sejumlah kalangan sangat curiga dengan kelompok pelaku dan agenda sesungguhnya di balik demo RUU TNI. Apakah ada kemungkinan demo RUU TNI ditunggangi oleh kelompok yang selama ini dikenal sebagai anti TNI? Melihat fakta sejarah, PKI adalah kelompok yang paling anti terhadap TNI AD pasca gagalnya pemberontakan G30S/PKI yang kemudian disusul dengan pembantaian berdarah terhadap anggota PKI.

Di satu sisi, RUU TNI yang kembali memberikan peran multi fungsi ke TNI memang seolah mengembalikan Indonesia ke masa pra Reformasi, namun di sisi lain bila kelompok pendemo sama sekali tidak curiga bila mereka sedang ditunggangi oleh kelompok lain juga jelas tidak masuk akal. Menganggap berkumandangnya lagu Internasionale di DPR sebagai hal yang tidak penting tidak saja naif tetapi juga menunjukkan gagalnya membaca situasi.

Apakah kita harus menafikan kemungkinan terlibatnya kelompok kiri dalam penolakan RUU TNI ini? Jelas tidak. Kita tidak boleh menafikannya, karena lagu Internasionale adalah fakta keras yang bisa menjadi bukti permulaan, yang bisa mengantarkan kita ke fakta-fakta lainnya.

Para aktivis mencium ada bau Jokowi di balik demo-demo RUU TNI yang demikian besar di seluruh tanah air. Jokowi dan keluarga adalah pihak yang paling diuntungkan dengan ribut-ribut secara nasional. Tuntutan untuk mengadilinya menjadi tenggelam. Bila demo ini mendelegitimasi Prabowo, Jokowi memetik keuntungan sangat besar. Bila Prabowo jatuh, Gibran akan menggantikannya sesuai bunyi UU.

Gibran sedang dipersiapkan oleh Jokowi untuk menjadi presiden pada Pemilu 2029—atau lebih cepat dari itu. Langkah-langkah Gibran yang meng-copy-paste teknik Jokowi dengan blusukan ke daerah banjir dan bagi-bagi makanan—padahal Wapres punya tugas jauh lebih besar daripada itu—harus dibaca sebagai gerakan politik tersembunyi dalam rangka menggergaji Prabowo.

Melihat cengkeraman Jokowi yang masih kuat di kabinet Prabowo, sangat sulit bagi Jokowi untuk tidak menggunakan sumber daya ini untuk kepentingan Gibran—sama seperti ketika dia menjadi penjahat pengubah konstitusi untuk meloloskan Gibran menjadi cawapres. Jadi memang bau Jokowi sangat menyengat dalam demo RUU TNI ini. ***

Saturday, March 29, 2025

Syekh Surkati, Islam, dan Modernitas Jamak di Nederlands-Indië

Perspektif KBA News, Sabtu, 29 Maret 2025

Buni Yani

Lancar dan intensifnya komunikasi antar tokoh bangsa di zaman kolonial Belanda meskipun mereka berasal dari organisasi dan ideologi berbeda sangatlah menginspirasi dan layak jadi pelajaran bagi generasi sekarang. Tokoh Islam yang satu menjalin persahabatan dengan tokoh Islam lainnya lalu mengadakan pertemuan nasional, membantu sesama Muslim, dan mendirikan organisasi lintas organisasi.

Tidak cuma itu. Tokoh-tokoh Islam ini juga menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh dari spektrum politik dan ideologi berbeda—atau bahkan (yang dikesankan) bertolak belakang. Mereka bersahabat, saling mengunjungi, dan bila ada salah satu di antara mereka yang dijebloskan ke dalam penjara oleh pemerintah kolonial Belanda, maka mereka yang ada di luar penjara merasa berkewajiban untuk membantu.

Syekh Ahmad Surkati dari al-Irsyad bersahabat dengan KH Ahmad Dahlan dari Muhammadiyah, KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Hasbullah dari Nahdhatul Ulama, Muhamad Natsir, KH Mas Mansur, HOS Tjokroaminoto, Haji Abdul Karim Amrullah—ayah Hamka yang biasa dipanggil Haji Rasul, dan Kasman Singodimedjo. Mereka rutin saling silaturahmi, bertukar kabar, yang kemudian menghasilkan pertemuan-pertemuan organisasi Islam berskala nasional.

Syekh Surkati juga bersahabat dengan pejuang dari organisasi bukan Islam seperti Semaun—tokoh Sarekat Islam merah yang kelak dikenal sebagai tokoh PKI, proklamator Soekarno, dan jurnalis Marco Kartodikromo. Ketika Marco dibuang dan dijebloskan ke dalam penjara di Boven Digoel oleh Belanda, Syekh Surkati secara sembunyi-sembunyi mengirimkan bantuan ke keluarga Marco.

Inilah sepotong kisah yang termaktub di dalam novel Tapak Mualim: Syekh Ahmad Surkati (1875-1943) karya Ady Amar yang terbit dan diluncurkan di PDS HB Jassin pada November 2024. Seperti tertulis di sampul buku, karya ini adalah “sebuah novel sejarah”, yang memang sarat dengan informasi penting sejak kedatangan Syekh Surkati di Batavia pada tahun 1911.

Ady Amar menggunakan gaya bercerita orang pertama tunggal “aku”—yang dalam hal ini adalah Syekh Surkati sendiri—di dalam menggambarkan Nederlands-Indië sebelum merdeka menjadi Indonesia pada tahun 1945. Ady dengan piawai merangkai peristiwa demi peristiwa dengan riset yang tidak mudah sehingga mampu menghadirkan atmosfir Hindia Belanda pada paruh ke-2 hingga ke-4 abad ke-20.

Inilah novel yang harus dibaca oleh semua anak bangsa untuk memahami perjalanan bangsa sebelum meraih kemerdekaan. Novel yang tidak saja kaya data tetapi juga bisa menjadi pintu masuk untuk memahami peran organisasi dakwah seperti al-Irsyad dalam kaitannya dengan organisasi-organisasi Islam lainnya, serta organisasi-organisasi non Islam yang sedang berjuang merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda.

Bagian paling penting dalam kisah persahabatan antara Syekh Surkati yang selalu mengenakan gamis itu adalah ketika sang mualim berjumpa dengan HOS Tjokroaminoto yang selalu mengenakan pakaian adat Jawa lengkap dengan blangkon. Di tengah runcingnya perbedaan pemahaman keagamaan selama 10 tahun Jokowi berkuasa—yang sengaja memecah-belah bangsa—kisah ini menjadi mengharukan.

Di masa lampau, baju dan tampilan luar tidak pernah menimbulkan friksi atau konflik. Para santri, kaum abangan, dan non Muslim tidak pernah mempermasalahkan perbedaan pemahaman keagamaan karena mereka semua tahu musuh bersama adalah penjajah Belanda. Namun di masa Jokowi yang zalim, persoalan ini digosok-gosok terus dengan kriminalisasi secara keji terfokus ke umat Islam.

Sosok HOS Tjokroaminoto—begitu namanya ditulis dalam buku sejarah yang merupakan singkatan dari Hadji Oemar Said Tjokroaminoto—adalah eksemplar pria Jawa di masa lalu yang sudah mulai mengenal Islam namun tidak menganggap kejawaan harus ditinggalkan. Tiga nama pertamanya sangat Islam, tetapi dia tetap merasa perlu mempertahankan nama ningrat Jawa-nya.

Novel sejarah Tapak Mualim yang menggunakan point of view “aku” Syekh Surkati ini cukup adil dalam memotret peristiwa sejarah secara umum yang pernah terjadi di Nederlands-Indië. Dinamika perbedaan pendapat di dalam organisasi al-Irsyad serta polemik sayyid-non sayyid ditulis dengan cukup baik.

Perbedaan pandangan, atau bahkan pecahnya kepengurusan al-Irsyad oleh karena perbedaan pendapat, diceritakan dengan cukup berimbang. Bila tidak diceritakan, maka generasi penerus al-Irsyad, dan juga umat Islam secara umum, tidak akan tahu bagaimana perjuangan membangun organisasi bukanlah hal mudah. Dan itu artinya tidak ada yang bisa dipelajari dari masa lalu. Namun bila diceritakan dengan berlebihan, ini juga potensial menurunkan semangat juang para irsyadiyyin pada masa kini.

Hal yang sama juga ketika Ady Amar menangani kisah asal-muasal berdirinya al-Irsyad, yakni sebagai akibat dari pamitnya Syekh Surkati dari Madrasah Jamiat Khair. Syekh Surkati merasa sudah tidak nyaman dengan perlakuan pengurus madrasah setelah dia memberikan pendapat soal bolehnya pernikahan antara wanita sayyidah dengan lelaki bukan sayyid.

Pendapatnya yang membolehkan pernikahan itu rupanya berujung penerimaan yang kurang simpatik dari sebagian pengurus Jamiat Khair dari kalangan sayyid. Ini membuat Syekh Surkati, mualim yang mengajarkan konsep “al-musawah” atau kesetaraan bagi semua umat manusia sesuai dengan ajaran Islam itu, merasa harus mencari tempat baru untuk berdakwah.

Bagian ini juga ditangani dengan cukup berimbang oleh Ady Amar. Bagian ini perlu disinggung kembali sebagai unit analisis karena masih relevan dengan kondisi sosial-masyarakat kita sekarang. Polemik Ba’lawi-non Ba’lawi beberapa waktu lalu yang cenderung kontraproduktif mestilah belajar dari kisah masa lalu seperti yang pernah dialami oleh Syekh Surkati. Sang mualim yang lembut hati itu pamit dengan cara baik-baik dari Madrasah Jamiat Khair lalu mendirikan al-Irsyad.

Bahkan Syekh Surkati sempat diminta untuk "mengungsi" ke Lawang, sebuah daerah berhawa dingin di Malang, Jawa Timur, demi menghindari gesekan yang lebih besar akibat perbedaan pandangan. Sang mualim sama sekali tidak menolak untuk menarik diri dari polemik yang sedang berlangsung. Inilah contoh adab seorang ulama yang berilmu tinggi. Yang selalu menjadi perhatian dan prioritas utamanya adalah persatuan umat.

Syekh Surkati, seperti ditunjukkan dalam novel, telah berjasa menanamkan benih-benih persatuan dan kesatuan bangsa, khususnya umat Islam, melalui perjuangannya yang tanpa henti. Ia terlibat secara aktif dalam pelaksanaan Congres al-Islam di Tjirebon dan Solo, dua pertemuan tingkat nasional yang bertujuan untuk mempersatukan organisasi-organisasi Islam se-Hindia Belanda.

Sang mualim berhati lembut itu sangat tidak tahan melihat kezaliman yang dilakukan oleh manusia yang satu kepada manusia lainnya, yang dalam hal ini dilakukan oleh penjajah Belanda kepada inlander—yang dikenal dalam literatur modern sebagai l'exploitation l'homme par l'homme. Dia kemudian akan sigap membantu dengan ikhlas tanpa mengharap imbalan apa pun.

Namun sebagai manusia "politik" dalam arti luas, Syekh Surkati merasa tidak cukup mengandalkan perjuangan yang hanya berhenti pada level individu saja. Dia lalu menyusun barisan dalam bentuk wadah organisasi untuk membantu jamaah haji yang tidak mendapatkan hak-hak semestinya. Dalam menunaikan ibadah haji di Mekkah banyak umat Islam dihalau oleh pemerintah kolonial Belanda.

Majalah Balai Poestaka melaporkan terdapat sekitar 4 ribu jamaah haji asal Hindia Belanda, bahkan ada yang mengatakan sampai 7 ribu, terpaksa bermukim di Mekkah, dan kebanyakan dari mereka hidup terlunta-lunta. Jamaah haji yang memilih menetap di Mekkah dan belajar di sana sangat bergantung pada kiriman sango dari orang tua di Hindia Belanda dan mereka tidak mendapatkan hak-hak mereka oleh karena pembatasan yang ketat oleh pemerintah kolonial Belanda.

Pemerintah kolonial Belanda diduga memang sengaja mempersulit umat Islam di Mekkah, baik bagi mereka yang sedang melakukan ibadah haji, menuntut ilmu, menjalankan perniagaan, ataupun bagi mereka yang melakukan kunjungan biasa. Karena kezaliman pemerintah kolonial Belanda inilah maka Syekh Surkati membentuk Komite Penolong Haji yang kemudian berdampak pada perbaikan kondisi umat Islam di Mekkah.

Bagi peneliti modernitas, novel Tapak Mualim memberikan insight yang penting karena menghadirkan serpihan kecil mengenai bagaimana Nederlands-Indië di bawah pemerintah kolonial Belanda tidak luput dari apa yang disebut oleh para sarjana sebagai colonial modernity (modernitas kolonial). Istilah ini menjelaskan bahwa modernitas, yang dalam hal ini dipahami sebagai kemajuan, tak luput dari peran penjajah yang membawa kemajuan ke daerah jajahan.

Hal ini misalnya ditunjukkan dengan organisasi seperti al-Irsyad yang berdiri menggunakan AD/ART dan harus mendapatkan izin dari pemerintah kolonial Belanda. AD/ART adalah konstitusi sebuah organisasi yang tidak ditemukan dalam perkumpulan-perkumpulan tradisional. Bisa dipastikan Belanda-lah yang membawa konsep organisasi modern seperti ini.

Modernitas Islam yang berbeda dengan ideologi, kepercayaan dan filsafat pemerintah kolonial Belanda menjadi isu sentral dari Tapak Mualim bila kita secara seksama menelisik fragmen-fragmen yang tersaji dari awal sampai akhir novel. Ady Amar secara tekun mengumpulkan serpihan-serpihan yang menunjukkan Islam memiliki pendapat sendiri mengenai apa yang dimaksud dengan kemajuan atau modernitas.

Syekh Surkati sangat paham bahwa modernitas tidaklah tunggal, meskipun dia tidak menyandarkan pendapatnya pada teori khusus mengenai kebudayaan. Yang jelas, sebagai ulama yang memiliki wawasan yang luas, sang mualim paham bahwa modernitas Islam haruslah berlandaskan al-Qur’an dan Hadits.

Ini mungkin sejenis teori yang mewujud menjadi amaliyah nyata, bukan sekadar teori an sich seperti di Barat yang dikenal sebagai modernitas jamak (multiple modernities) (Eisenstadt 2000), yang berpendapat bahwa aspirasi dan praktik modernitas tidaklah tunggal. Teori ini mengeritik para sarjana yang berpendapat modernitas atau kemajuan hanya bisa diatribusikan dan diasosiasikan dengan Barat. Sebaliknya, kata teori ini, modernitas itu jamak, dan bisa ditemukan di mana saja sesuai kondisi budaya setempat.

Modernitas Islam jelas punya teori dan praksis sendiri yang berbeda dengan kebudayaan, peradaban dan agama lain. Islam mengajarkan seperangkat tata cara menuju kemajuan, yaitu kemajuan menurut akidah Islam. Syekh Surkati tidak mengatakan teorinya secara lantang, namun siapa pun pembelajar modernitas akan cepat menangkap pesan di balik ajaran dan gerak perjuangannya—yang memang bisa disebut modernitas Islam.

Ady Amar berulang kali menggambarkan bahwa dasar dari perjuangan para mujahid Islam dalam novelnya berasal dari para ulama, terutama ulama pembaharuan Islam seperti Rasyid Ridha, Muhammad Abduh, dan Jamaluddin al-Afghani. Syekh Surkati setidaknya bersentuhan dengan ide-ide para mujaddid itu, lalu tersambung dengan wacana pan Islamisme yang dimimpikan oleh hampir semua aktivis Muslim.

Kedalaman pengetahuan Syekh Surkati, termasuk mengenai modernitas Islam khususnya di Nederlands-Indië, dengan nyata ditunjukkan dengan undangan untuk memberikan ceramah bagi para mahasiswa STOVIA, sekolah kedokteran pribumi paling elit pada waktu itu. Tidak hanya itu, beberapa ambtenaar pemerintah kolonial Belanda sengaja datang ke kediaman sang mualim untuk diajari agama Islam. Ini fakta yang tidak bisa dibantah bahwa sang mualim memang berada dalam lingkaran kemajuan bangsa—yang kelak akan menghasilkan kemerdekaan.

Sekali lagi, ini novel yang mesti dibaca oleh semua anak bangsa karena kayanya informasi penting di dalamnya. Luasnya wawasan penulis yang juga dikenal sebagai kolumnis memberikan nilai tambah dalam memilih, meramu, dan menghadirkan informasi yang punya nilai sejarah tinggi.

Kita berharap akan semakin banyak peristiwa-peristiwa penting sejarah dijadikan novel sehingga gampang dibaca oleh khalayak luas. Khusus untuk novel Tapak Mualim, penulisnya perlu mempertimbangkan membuat indeks subyek dan nama tokoh di akhir novel untuk memudahkan pencarian informasi sejarah yang penting. Bukan tidak mungkin, bila novel ini memenuhi kelayakannya sebagai sumber informasi, maka ia akan dijadikan referensi yang bermanfaat di perguruan tinggi.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriyah, maaf lahir dan batin. ***


Saturday, March 22, 2025

Pasar Menolak Duet Prabowo-Jokowi, Indonesia Semakin Gelap Gulita

Perspektif KBA News, Sabtu, 22 Maret 2025

Buni Yani

Tragedi Selasa gelap di Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan sinyal penolakan pasar terhadap Presiden Prabowo karena banyak kebijakannya yang dianggap anti pasar atau setidaknya tidak memberikan kepastian kepada para investor. Harga-harga saham unggulan berguguran karena terjadinya aksi jual di lantai bursa oleh pialang asing. Celakanya, langkah gelap ini diikuti oleh pialang lokal sehingga harga-harga saham berguguran satu per satu.

Pada hari naas itu IHSG sempat anjlok sebesar 6,12 persen yang membuat perdagangan di lantai bursa dihentikan untuk sementara. Kinerja BEI terburuk di Asia pada hari itu. Sementara bursa-bursa saham di seluruh Asia mencatat kenaikan, di pihak lain hanya BEI yang mengalami keterpurukan.

Selasa gelap 18 Maret 2025 menunjukkan reaksi sebab-akibat biasa di lantai bursa. Mekanisme pasar biasa yang digerakkan oleh permintaan dan penawaran biasa yang dikenal dengan invisible hand seperti diteorikan oleh pemikir ekonomi Adam Smith pada abad ke-18. Namun kejadian gelap di lantai bursa ini menjadi tidak biasa karena bergugurannya harga-harga saham unggulan dipicu sebagian besar oleh faktor internal yaitu sinyal anti pasar oleh Presiden Prabowo sendiri.

Analis yang dikutip media-media asing mengatakan panic selling di lantai bursa disebabkan oleh tidak jelasnya sumber pembiayaan MBG, pendirian Danantara, pembangunan IKN, rumor mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan terakhir, rencana disahkannya RUU TNI. Investor asing merasa kebijakan pemerintah dalam menangani hal-hal ini mengkhawatirkan dan melawan logika pasar.

Investor tidak yakin dengan masa depan ekonomi Indonesia karena pembiayaan MBG berasal dari dana yang dipotong dari program-program di berbagai kementerian—yang memicu munculnya kekhawatiran akan absennya disiplin fiskal pemerintahan Prabowo. Pendirian Danantara, lembaga yang menampung dana dengan jumlah super besar, yang pengelolaannya dipercayakan kepada orang-orang politik, tidak membuat yakin investor asing.

Mangkraknya IKN yang telah memakan dana besar dan kelanjutan pembangunannya membuat investor khawatir akan pengaruhnya pada ekonomi nasional. Isu mundurnya Sri Mulyani membuat investor bertanya-tanya mengenai masa depan dan kebijakan ke depan. Dan, yang tidak kalah pentingnya, ngebetnya DPR dan pemerintah mengesahkan RUU TNI yang menuai kontroversi dan penolakan publik dilihat investor asing sebagai anti demokrasi.

Sebenarnya Selasa, 18 Maret 2025 bukanlah satu-satunya kejadian menurunnya nilai IHSG yang disebut pengamat sebagai penolakan terhadap pemerintahan Prabowo. Pada 21 Oktober, atau satu hari setelah Prabowo dilantik, IHSG turun 0,86 persen. Setelah Danantara diluncurkan pada 24 Februari 2025, lantai bursa bereaksi negatif dengan turunnya IHSG sebesar 2,4 persen.

Meskipun IHSG naik tipis pada perdagangan hari Rabu dan Kamis, namun pada perdagangan hari Jumat, 21 Maret 2025, IHSG kembali anjlok sebesar 1,94 persen. Volatilitas ini diperkirakan akan terus berlangsung selama tahun 2025 di tengah tidak menentunya kebijakan pemerintah di bawah Presiden Prabowo dalam menangani berbagai macam hal.

Namun begitu, Prabowo kelihatan tidak sensitif dengan soal-soal ekonomi ini, meskipun pendukungnya selalu membanggakannya sebagai putra begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo. Rontoknya nilai IHSG tidak membuat Prabowo melakukan evalusai terhadap kebijakan-kebijakan yang telah diambil. Sebaliknya, ini yang disayangkan, Prabowo meremehkan kejadian ini dengan mengatakan rakyat tidak tahu apa itu bursa.

Di dalam negeri, legitimasi Prabowo semakin susut oleh karena banyaknya persoalan yang tidak sesuai dengan harapan rakyat dan bertentangan dengan apa yang dinarasikannya selama ini. Dia melakukan efisiensi padahal jumlah kabinetnya sangat besar, mungkin yang terbesar di dunia. Rapat-rapat diadakan di hotel mewah padahal ada gedung sendiri yang bisa dipakai—yang tidak menunjukkan adanya efisiensi.

Prabowo pernah mengatakan akan mengejar koruptor bahkan sampai Antartika. Baru-baru ini dia kembali mengatakan akan membangun penjara di pulau terpencil. Namun pernyataan-pernyataan Prabowo sejauh ini hanya berhenti di pernyataan saja yang tidak punya kenyataan di lapangan. Publik dengan gampang menegasikan pernyataan-pernyataan tersebut karena Jokowi dan keluarganya yang sudah berulang kali dilaporkan ke KPK tidak kunjung diproses hukum.

Prabowo harus paham bahwa publik, juga pasar, lebih percaya tindakan dan kenyataan daripada seribu kata dan janji. Ini sesuai dengan kata pepatah Inggris yang sangat terkenal, action is louder than words. Seribu janji dan pidato yang kosong tidak ada artinya dibandingkan dengan satu tindakan nyata yang bisa meyakinkan pasar dan publik.

Jadi, Presiden Prabowo tidak perlu bertemu dengan para konglomerat yang kini dikenal sebagai gerombolan oligarki kalau tujuannya untuk meyakinkan pasar di bursa saham. Pertanyaan yang harus dijawab: apa jaminannya pasar akan kembali menggeliat, terjadinya aksi beli besar-besaran yang akan menaikkan IHSG setelah Prabowo bertemu para konglomerat itu? Apakah Prabowo nanti akan membujuk mereka membeli saham-saham yang sudah jatuh harganya itu—yang tentu saja ini melawan prinsip pasar?

Langkah-langkah instan dan tidak organik seperti ini selalu artifisial. Kalau filosofi hidupnya seperti ini, maka apa bedanya dengan salah satu anggota kabinetnya yang bernama Bahlil yang membuat disertasi secara curang untuk mendapatkan gelar Doktor. Semua orang yang cukup terdidik tahu pasar tidak bisa dibohongi dengan gimmick murahan. Hal yang sama, disertasi doktoral juga harus ditulis sendiri dengan riset sendiri sehingga kelak ketika ujian, si mahasiswa bisa menjawab pertanyaan penguji.

Prabowo mestinya bisa menjaga sensitivitas pasar yang bisa bergejolak hanya karena salah ucap yang keluar dari lisannya sendiri. Mengatakan rakyat tidak mengenal saham hanya untuk lari dari kelemahan pemerintahannya yang tidak dipercayai lantai bursa sangatlah fatal. Ini sama saja dengan ingin memadamkan kebakaran dengan menyiramkan bensin. Justru apinya tambah besar dan membara.

Seorang pemain saham yang juga dikenal sebagai aktivis medsos mengatakan pernyataan Prabowo ini turut menyebabkan semakin jatuhnya IHSG.

Tetapi, dari semua ketidakjelasan dan paradoks selama lima bulan Prabowo menjabat, yang paling dibenci rakyat adalah gestur politiknya yang selalu kelihatan melindungi Jokowi. Prabowo mengatakan Jokowi adalah guru politiknya dan pada sebuah acara Gerindra, dia berteriak dengan suara serak, “Hidup Jokowi!"

Prabowo tidak perlu seperti itu. Dia harus berdiri dan membuat pembatas yang jelas antara yang benar dan yang salah. Siapapun yang salah dan melanggar hukum harus diadili, termasuk Jokowi sendiri. Nabi Musa saja yang dibesarkan oleh keluarga Fir’aun setelah diselamatkan dari Sungai Nil tetap menyampaikan mana yang benar dan mana yang salah. Nabi Musa pantang mengatakan "Hidup Fir'aun" manakala dia tahu Fir'aun berbuat zalim kepada Bani Israil.

Prabowo mesti kembali ke jatidiri semula, menjadi putra seorang begawan ekonomi terhormat, yang dulu dikenal cerdas dan memegang nilai-nilai moral yang tinggi. Memposisikan diri sebagai murid politik Jokowi yang kini dikenal sebagai penjahat kemanusiaan tidak hanya membuat pasar semakin bergejolak, tetapi juga menurunkan nilai kemanusiaan Prabowo sendiri.

Baru lima bulan Prabowo salah jalan, dan ini belum terlambat. Tapi itu kembali terpulang kepada Prabowo sendiri bagaimana ia ingin dikenang setelah mati dan bagaimana ia ingin bernasib di akhirat kelak. Pasar sudah mengirim sinyal: duetnya dengan Jokowi penjahat kemanusiaan biang pemicu Indonesia gelap simply doesn't work.

Justru duet maut ini membuat Indonesia maut dan semakin gelap gulita. ***

Saturday, March 15, 2025

Indonesia Gelap: Lebih Parah dari Duterte, Jokowi Harus Segera Ditangkap

Perspektif KBA News, Sabtu, 15 Maret 2025

Buni Yani

Hari Selasa, 11 Maret 2025 menjadi titik balik kehidupan mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang sedang menjalani masa pensiun. Ketika dia baru saja sampai Manila dari lawatan ke Hongkong, pria yang sudah tampak mulai renta itu digelandang oleh polisi menuju sebuah ruangan. Dia ditangkap oleh Interpol atas tuduhan kejahatan kemanusiaan. International Criminal Court (ICC) di Den Haag, Belanda menerbitkan surat penangkapannya.

Rodrigo Duterte baru saja balik dari Hongkong menjenguk putrinya, Sara Duterte, yang sebulan lalu dimakzulkan DPR Filipina dari jabatan Wakil Presiden. Di Hongkong dia sekaligus melakukan kampanye untuk pemilu yang akan diadakan pada 12 Mei mendatang. Sara dimakzulkan karena mengancam membunuh Presiden Bongbong Marcos.

Begitu mendarat, Duterte langsung ditahan polisi. Interpol menangkap Duterte semasih berada di atas pesawat. Dia dibawa ke sebuah ruangan bersama anak dan istrinya beserta pengawal yang ikut serta dalam rombongan. Dia berjalan tertatih menggunakan tongkat. Ketika berbicara dia kelihatan letih. Mata kiri dan kanannya tampak tidak simetris, yang kiri terlihat lebih kecil dari yang sebelah kanan.

Duterte ditahan di Pangkalan Udara Villamor yang tidak jauh dari Bandara Internasional Ninoy Aquino. Pendukungnya langsung berkumpul dan berdemo di gerbang gedung. Mereka mengatakan apa yang telah dilakukan Duterte selama menjabat sebagai presiden yaitu melakukan pembunuhan secara masif kepada pengedar narkoba—yang menurut ICC di Den Haag merupakan “kejahatan terhadap kemanusiaan”—justru membuat Filipina tambah aman dan baik bagi rakyat.

Walang puso,” teriak pendukungnya. Walang puso dalam Bahasa Tagalog artinya “tidak punya hati”—yang merupakan ungkapan kemarahan dan kekecewaan karena Interpol telah menahan Duterte secara paksa dan tidak semestinya. Setelah ditahan, Duterte memang dikabarkan gula darahnya naik dan kesehatannya menurun. Pasangannya, Honeylet Avanceña, sempat adu mulut penuh emosi dengan petugas polisi yang menangkap suaminya. Anda mau menangkap orang tua berusia 80 tahun yang sedang tidak sehat? Kira-kira begitu Honeylet protes dalam Bahasa Tagalog.

Spontan publik mengaitkan penangkapan Duterte oleh Interpol dengan perseteruan sengit antara Bongbong Marcos dengan Sara Duterte. Spekulasi beredar bahwa Duterte tidak mungkin ditangkap oleh Interpol seandainya hubungan antara Bongbong dan Sara tidak retak. Dulu Bongbong tidak mengizinkan Duterte ditangkap atas perintah ICC. Kini Bongbong berubah setelah pecah kongsi dengan Sara.

Sejumlah analis mengaitkan penangkapan Duterte dengan usaha Bongbong Marcos, putra mantan Presiden Ferdinand Marcos, dengan pemilu sela pada 12 Mei mendatang. Spekulasi beredar, langkah ini diambil Bongbong untuk menurunkan jumlah suara dan kursi partai yang terkait dengan klan Duterte. Namun para analis pada saat yang sama juga belum yakin apakah langkah ini akan berjalan sesuai rencana atau justru menaikkan popularitas Duterte—semacam backfire yang sama sekali tidak diantisipasi oleh Bongbong.

Duterte diterbangkan pukul 11.03 Selasa malam ke Den Haag dengan singgah di Dubai. Sekitar 10 menit kemudian Presiden Bongbong Marcos mengadakan konferensi pers di Istana Malacañang. Dengan muka seolah tanpa dosa Bongbong mengatakan pemerintahannya hanya menjalankan hukum internasional dan harus tunduk pada perintah ICC.

Di sinilah masalahnya. Duterte dan pendukungnya justru mempermasalahkan legalitas penangkapan itu. Kata mereka, Filipina bukanlah wilayah yurisdiksi ICC karena Filipina sudah keluar dari keanggotaan ICC ketika Duterte masih menjabat sebagai presiden.

Pelajaran apa yang bisa dipetik dari drama di Manila ini? Yaitu aliansi politik tanpa kesamaan ideologi yang kuat sangat rentan pecah di tengah jalan. Dua dinasti politik Filipina itu tidak punya kesamaan mendasar yang bisa menjadi basis perjuangan. Aliansi mereka pada Pemilu 2022 murni pragmatis untuk mengalahkan pasangan Leni Robredo-Francis Pangilinan dan pasangan Manny Pacquiao-Tito Sotto.

Hal yang sama bisa terjadi bila kita secara seksama mencermati politik di tanah air. Aliansi Prabowo-Jokowi murni untuk mengamankan suara pada Pemilu 2024. Prabowo bersedia menurunkan standar nilai yang dipegang selama ini dengan menerima Gibran "Fufufafa" anak haram konstitusi sebagai wakilnya dan terpaksa harus bekerja sama dengan Jokowi yang telah dua kali mencuranginya.

Di pihak Jokowi, dia membutuhkan Prabowo setelah PDIP tidak bisa dia jinakkan. Jokowi memerlukan pelindung setelah tidak lagi jadi presiden karena dia paham betul penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati telah menanti. Jokowi dengan sadar melakukan pelanggaran konstitusi, menipu publik, melakukan korupsi, melakukan pembunuhan brutal, dan memenjarakan lawan politik selama 10 tahun berkuasa secara zalim.

Sama sekali tidak ada ideologi atau nilai dasar yang bisa jadi perekat aliansi Prabowo-Jokowi. Kalaupun ada, pastilah komitmen kezaliman yang telah dilakukan Jokowi yang akan dilanjutkan Prabowo karena telah dibantu dalam pemenangan Pemilu. Semacam kontrak tidak tertulis untuk menabalkan pameo "partner in crime"—tapi kali ini dengan makna harfiah.

Goyahnya aliansi politik menjadi hal yang biasa dan terjadi di mana pun di seluruh dunia. Bila PDIP dengan Jokowi bisa pecah kongsi, aliansi Sara Duterte-Bongbong Marcos akhirnya bubar, maka apa jaminannya Prabowo-Jokowi akan terus bersatu? Apa lagi persatuan mereka murni digerakkan oleh pragmatisme politik—atau lebih tepatnya anarkisme politik—maka bubarnya persekutuan mereka hanya tinggal menunggu pemicu kecil saja.

Realitas politik sekarang menunjukkan rakyat mendesak Prabowo menangkap Jokowi penjahat kemanusiaan yang telah membawa Indonesia menuju kegelapan. Tuntutan ini semakin hari semakin kuat karena rakyat sudah sadar bahwa kerusakan yang ditimbulkan Jokowi sama sekali tidak bisa dimaafkan.

Batu uji Prabowo terletak pada kasus ini, apakah dia akan mendengar suara hati nurani rakyat yang sedang mencari keadilan atau justru memihak kezaliman besar yang telah dilakukan oleh Jokowi. Bila Prabowo salah dalam mendiagnosa masalah, maka kekuasaannya rentan untuk digoyang. Tuntutan mundur menggema dari banyak kota bila Prabowo terus melindungi Jokowi.

Dari Yogya kencang sekali tuntutan agar Prabowo-Gibran mundur oleh karena meluasnya kekecewaan terhadap situasi yang semakin memburuk hampir di semua bidang. Suara kekecewaan ini akan semakin dalam bila Prabowo menunjukkan gestur politik yang terus kelihatan ramah dan mesra dengan Jokowi.

Tuntutan ini bukan tanpa dasar. Dosa dan kejahatan Jokowi sangatlah besar, bahkan lebih besar daripada “dosa” Duterte—seandainya kebijakan menumpas gerbong narkoba itu bisa dikategorikan sebagai dosa. Sementara "dosa" Duterte hanya terfokus pada kebijakan dia dalam menangani gembong narkoba, kezaliman Jokowi sangatlah lengkap.

Jokowi melakukan pembunuhan dan penangkapan lawan politik tak bersalah, dia dan keluarganya melakukan korupsi yang sudah dilaporkan ke KPK, secara sengaja melanggar konstitusi, melakukan kebohongan publik, melakukan kampanye anti Islam secara masif, melakukan kriminalisasi, memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa, menggunakan buzzer bayaran untuk secara kotor membohongi, melakukan fitnah, dan membolak-balikkan fakta, dan banyak lagi.

Karena hal inilah maka opini publik sekarang berkembang bahwa bila Duterte yang kesalahannya terbatas dan masih diperdebatkan saja bisa ditangkap Interpol atas perintah dari ICC, maka mestinya Jokowi yang telah melakukan kejahatan begitu besar seharusnya langsung bisa ditangkap untuk mempertanggung-jawabkan semua perbuatannya. Tuntutan ini tidak berlebihan dan mengada-ada.

Tapi itu terpulang kembali ke Prabowo, apakah dia punya kehendak politik untuk menegakkan keadilan bagi rakyat dan negerinya. Di Filipina, kehendak politik dan gerak cepat Presiden Bongbong Marcos-lah yang menjadi kunci mengapa Duterte dengan gampang diekstradisi ke Belanda untuk menghadapi tuntutan ICC di Den Haag.

Prabowo kini harus melewati dilema yang sama sekali tidak rumit: apakah dia akan mengorbankan 270 juta rakyat demi seorang Jokowi? Menggunakan penalaran mana pun, maka Prabowo akan segera menangkap Jokowi bila dia betul-betul berjuang untuk bangsa dan negaranya. ***

Saturday, March 8, 2025

Duet Indonesia Gelap Prabowo-Jokowi Penyebab Indonesia Bubar 2030

Perspektif KBA News, Sabtu, 8 Maret 2025

Buni Yani

Tujuh tahun lalu, ketika Prabowo berpidato secara berapi-api bahwa Indonesia akan bubar pada tahun 2030, Jokowi menertawakannya. Entah tertawa Jokowi itu sebentuk sikap ngenyek, meremehkan, atau apa, tidak ada yang tahu. Tetapi dua tahun kemudian, pasca Pemilu 2019, Prabowo akhirnya bergabung dengan pemerintahan Jokowi.

Mungkin Jokowi tahu betul kepribadian orang seperti Prabowo sehingga dia berani tertawa. Jokowi dengan sikap liciknya yang sampai tulang sum-sum akhirnya berhasil menundukkan tokoh yang oleh para pengagumnya itu diberi gelar “macan Asia”. Mungkin ketika itu Jokowi dalam hati membatin: tunggu tanggal mainnya, ente belum tahu siapa saya. Makanya dia berani tertawa.

Ketika Prabowo berpidato mengenai bubarnya Indonesia pada tahun 2030—atau lima tahun lagi dari sekarang, atau satu tahun setelah Pemilu 2029—publik heboh. Media sosial riuh. Hampir semua media memberitakannya. Prabowo mengatakan sudah ada kajian dari negara-negara asing bahwa nasib Indonesia sudah selesai pada tahun 2030. Indonesia hanya tinggal nama.

Mengapa Indonesia bisa bubar? Prabowo, seperti biasa, dengan pidato yang berapi-api dan bernada patriotis mengatakan sumber masalahnya adalah ketidakpedulian para elit. Elit tidak ada yang peduli dengan 80 persen tanah Indonesia yang dikuasai oleh 1 persen orang-orang super kaya—yang sebagian besar adalah etnis Cina. Begitupun ketika kekayaan yang berlimpah itu dilarikan ke luar negeri, para elit itu seolah tutup mata. Para elit asyik bermewah-mewahan meskipun rakyat banyak menderita.

"Elit kita ini merasa bahwa 80 persen tanah seluruh negara dikuasai 1 persen rakyat kita, tidak apa-apa. Bahwa hampir seluruh aset dikuasai 1 persen, tidak apa-apa. Bahwa sebagian besar kekayaan kita diambil ke luar negeri, tidak tinggal di Indonesia, tidak apa-apa. Ini yang merusak bangsa kita, saudara-saudara," kata Prabowo berapi-api.

Ketika itu publik menunggu sumber data Prabowo sehingga dia berani mengutarakan peringatan yang menghentakkan itu. Meskipun tidak dikatakan langsung oleh Prabowo, orang-orang mengaitkan pidatonya itu dengan pidato Prabowo sebelumnya bertanggal 18 September 2017 di kampus UI. Waktu itu Prabowo mengungkapkan bahwa novel Ghost Fleet (Armada Hantu) karya August Cole dan PW Singer meramalkan Indonesia sudah tinggal nama pada 2030.

"Ghost Fleet ini sebetulnya novel tapi ditulis oleh dua ahli strategi dan intelijen Amerika [yang] menggambarkan sebuah skenario perang antara Cina dan Amerika tahun 2030. Yang menarik dari sini bagi kita hanya satu. Mereka ramalkan tahun 2030 Republik Indonesia sudah tidak ada lagi," demikian kata Prabowo pada seminar itu.

Kini pidato Prabowo itu seperti self-fulfilling prophecy—ramalan yang menjadi kenyataan—setelah dia menjadi presiden. Tanda-tanda ke arah Indonesia bubar semakin nyata dan tidak terelakkan. Semakin hari tanda-tanda itu semakin meresahkan banyak kalangan yang akhirnya melahirkan demo Indonesia Gelap.

Ironisnya, Prabowo ambil bagian di dalam proses bubarnya Indonesia itu. Dia menyumbang bagian yang sangat besar, melanjutkan kebejatan Jokowi yang telah membawa kebobrokan dan kerusakan negara selama 10 tahun. Sangat susah untuk mengelak bahwa Prabowo tidak terlibat dalam kejahatan Jokowi bila dia tidak memerintahkan penangkapannya.

Kasus hukum sebesar dan setelanjang pagar laut di Banten tiba-tiba menguap tidak jelas penyelesaiannya. Begundal-begundal Jokowi seperti Aguan dan Anthony Salim tak tersentuh hukum. Para aktivis percaya bahwa Aguan meminta perlindungan ke Jokowi lalu Jokowi “memerintahkan” Prabowo untuk menghentikan kasus itu.

Prabowo dipercayai memerintahkan penegak hukum agar kasus hanya berhenti sampai lurah Kohod. Biar tidak terlalu kentara sebagai permainan hukum yang kotor maka harus ada yang jadi korban. Maka lurah Kohod-lah tumbalnya.

Kasus judi online yang sempat memanggil dedengkot Projo, organisasi pemuja Jokowi, tiba-tiba sirna tidak jelas duduk perkaranya. Projo sempat diplesetkan oleh netizen menjadi Pro Judi Online untuk menunjukkan kekesalan karena adanya dugaan sangat kuat keterlibatan si dedengkot dalam tindak pidana ini. Sempat menjadi berita menghebohkan tetapi akhirnya pelan-pelan menguap tidak jelas kelanjutannya.

Menyusul pembentukan Danantara, pasar bereaksi negatif. IHSG rontok, nilai rupiah juga ikut rontok. PHK di sebuah pabrik tekstil di Jawa Tengah memakan puluhan ribu tenaga kerja yang akan menjadi penganggur. Memasuki bulan Ramadhan harga cabe melonjak menjadi 200 ribu per kilogram. Potret suram dalam bidang ekonomi ini seperti bom yang sebentar lagi meledak.

Mencuatnya tragedi mega mega korupsi Pertamina menghentak perhatian rakyat yang sebagian besar dalam keadaan menderita karena ekonomi yang semakin memburuk. Kejaksaan Agung mengatakan pada tahun 2023 saja kerugian negara mencapai angka fantastis: 193,7 triliun rupiah. Kerugian ini berasal dari salah kelola minyak mentah Pertamina.

Penyidik kejaksaan mencurigai para tersangka sengaja membuat kebijakan mengurangi produksi minyak dalam negeri agar ada alasan untuk mengimpor minyak dalam jumlah besar. Ini tentu saja bertentangan dan melawan aturan yang berlaku yang menyebutkan bahwa minyak mentah dalam negeri harus menjadi prioritas sebelum melakukan impor.

Tidak cuma itu, korupsi ini juga dicurigai berasal dari praktik curang Pertamina membohongi konsumen. Pertamina dicurigai telah mencampur bensin jenis Pertamax dan Pertalite dengan zat tambahan sehingga meraup untung sangat besar, sementara konsumen menjadi korban. Di media sosial banyak keluh-kesah mengenai mesin mobil para pemakai Pertamax yang cepat rusak—yang dicurigai kuat bukan Pertamax asli.

Kejaksaan Agung mengatakan kerugian 193,7 triliun rupiah itu hanya untuk tahun 2023 saja, padahal salah kelola Pertamina sudah terjadi sejak 2018. Artinya, mega mega korupsi Pertamina sudah berlangsung lima tahun yang menjadikan angka korupsi harus dikalikan lima sehingga menghasilkan angka luar biasa fantastis: 968,5 triliun rupiah. Bagaimana kalau korupsi itu masih berlangsung sampai 2024 dan 2025? Maka angka ini bisa mencapai lebih 1000 triliun rupiah, atau 1 kuadriliun.

Belum lagi soal-soal etika yang sudah dianggap tidak penting sejak kampanye 2024 dulu, rasanya bangsa ini seperti mundur ke belakang ribuan tahun menjadi bangsa primitif. Bahlil yang terbukti disertasinya dibuat secara tidak jujur dan gelarnya sempat ditangguhkan UI, didiamkan saja. Hal yang sama juga terjadi dengan gelar Doktor Honoris Causa Raffi Ahmad yang penuh kejanggalan.

Omongan para pejabat yang diangkat Prabowo sepertinya tidak memahami penderitaan dan kesulitan yang dialami rakyat. Menanggapi demo Indonesia Gelap, Luhut Panjaitan dengan sombong mengatakan “yang gelap itu kau, bukan Indonesia“—suatu bentuk denial dari pejabat yang congkak, serta tidak punya empati dan simpati.

Wamen Ebenezer yang diangkat jadi pejabat dari jalur buzzer alias “juru maki”, menanggapi tagar #KaburAjaDulu di media sosial, dengan pongah dan ketus mengatakan, "Mau kabur, kabur ajalah. Kalau perlu jangan balik lagi." Tutur kata Ebenezer belum berubah meskipun sudah menjadi pejabat tinggi setingkat Wamen. Tutur katanya masih seperti “juru maki“ di media sosial.

Yang sangat mengejutkan, Gibran “Fufufafa” anak haram konstitusi yang kemampuannya di bawah standar diberikan kesempatan untuk memberikan pembekalan pada retreat kepala daerah di Magelang. Di antara kepala daerah itu banyak sekali yang kemampuannya mumpuni dan punya pengalaman panjang, tetapi anehnya kenapa harus dikuliahi Gibran yang ijazahnya diragukan para aktivis.

Mungkin hal-hal mengenaskan dan memalukan inilah—hal-hal yang akan membuat Indonesia bubar pada 2030—yang membuat putra mahkota Kraton Solo menulis di media sosial bahwa Kraton Solo menyesal bergabung dengan republik. Republik yang semakin tidak tentu arah di bawah kepemimpinan Prabowo yang kini menjadi “pelayan“ Jokowi.

Anehnya, dengan begitu banyaknya pesimisme, putus harapan, dan awan gelap yang menggelayut di atas langit ibu pertiwi, Prabowo seolah steril bahkan tak tersentuh dengan derita rakyatnya. Dia masih berpidato seperti orang mimpi yang tidak melihat realitas di lapangan. Dia mengatakan Indonesia akan menjadi ekonomi ke-4 terbesar di dunia pada tahun 2050. Bagaimana mau menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia kalau kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya?

Sebaiknya Prabowo menunduk ke bawah menatap penderitaan rakyatnya, lalu berhenti membuat pidato dan pernyataan yang penuh berisi omon-omon gombal. Prabowo harus betul-betul paham apa yang sedang terjadi di hadapannya agar bisa membuat keputusan terbaik untuk rakyat dan negara.

Sekarang rakyat menuntut agar hukum ditegakkan. Tangkap segera Jokowi dan bawa ke pengadilan! Bila penjahat kemanusiaan sekelas Jokowi yang kerap bertemu dengannya saja dia biarkan lolos, bagaimana kalangan bisnis akan percaya bahwa di negeri ini memang masih ada hukum dan keteraturan?

Bila kalangan bisnis saja tidak percaya adanya atmosfir bisnis yang kondusif, bagaimana ekonomi akan tumbuh dan menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia? Indikator ketidakpercayaan ini terlihat jelas dengan rontoknya nilai IHSG dan rupiah setelah Danantara resmi didirikan. Apa para pembisik Prabowo tidak bisa melihat fakta keras ini?

Wahai Prabowo, bangunlah! Hari sudah siang, berhentilah bermimpi. Rakyat sudah muak dan marah. Kini para mahasiswa sedang mempersiapkan demonstrasi Indonesia Gelap lanjutan yang tidak kalah besar dengan demonstrasi sebelumnya. Rakyat sedang bangkit menyelamatkan Indonesia agar tidak bubar pada tahun 2030.

Duet Prabowo-Jokowi harus dihentikan agar republik selamat. Penjahat besar kemanusiaan tidak boleh dibiarkan merusak bangsa. Bagi rakyat, inilah saatnya menunjukkan cinta pada tanah air dengan turun ke jalan membentuk people power. ***

Saturday, March 1, 2025

Kandasnya Strategi Sentripetal Prabowo dan Bayang-bayang Indonesia Gelap

Perspektif KBA News, Sabtu, 1 Maret 2025

Buni Yani

Harapan membuncah melihat perjalanan Presiden Prabowo ke luar negeri yang disambut dengan upacara kenegaraan yang megah dan terhormat. Media melaporkan Prabowo mendapatkan perlakuan istimewa dari sejumlah kepala negara yang membuat kebanggaan di tanah air tambah besar. Seolah Prabowo yang fasih Bahasa Inggris itu kini merestorasi rasa percaya diri bangsa Indonesia setelah dipermalukan oleh Jokowi selama 10 tahun yang saban hari dihina kemampuan Bahasa Inggris-nya oleh warganet.

Perjalanan diplomasi ke luar negeri dipilih Prabowo tak lama setelah pelantikannya sebagai Presiden RI ke-8 pada 20 Oktober 2024. Pilihan strategi ini sama sekali tidak mengejutkan karena Prabowo selama ini dikenal sudah akrab dengan masalah-masalah internasional dan selalu berpandangan keluar—outward looking. Ini tak terlepas dari latar belakang Prabowo yang bahkan telah mengenyam pendidikan tingkat menengah dan atas di Eropa.

Negara pertama yang dikunjungi Prabowo adalah Cina, suatu gestur politik yang menunjukkan kebijakan luar negerinya tidak akan berubah jauh dari kebijakan Jokowi yang sangat dekat dengan Cina. Setelah Cina, Prabowo melanjutkan perjalanannya ke Amerika Serikat, negara adi daya saingan terbesar Cina yang selama ini menjadi sahabat baik Indonesia. Setelah dari AS, Prabowo melanjutkan lawatan ke Peru, Brazil dan Inggris.

Setelah itu Prabowo melanjutkan diplomasinya ke negara-negara sahabat di Timur Tengah yaitu Mesir dan Uni Emirat Arab. Prabowo berharap dari negara-negara kaya petrodolar itu suntikan investasi masuk sehingga mampu memompa perekonomian di dalam negeri yang ia targetkan tumbuh 8 persen, suatu rencana yang dianggap kelewat ambisius dan tidak realistis. Prabowo dan rombongan juga berharap negara-negara itu bisa membantu keuangan Indonesia dalam menyukseskan program-program yang dijanjikannya dalam kampanye dulu, seperti makan siang gratis.

Puncak diplomasi Prabowo dengan hasil maksimal terjadi di India karena Prabowo mampu menyentuh hati Perdana Menteri Narendra Modi. Prabowo dengan piawai melakukan pendekatan di New Delhi dengan isu kedekatan budaya kedua negara. Indonesia sangat “India” secara budaya setelah ribuan tahun lalu agama Hindu dan Buddha pernah menjadi agama dominan di tanah air. Kini pun Bahasa Sanskerta masih menjadi bahasa yang banyak digunakan di berbagai tempat dan kesempatan.

Pilihan isu ini sangat mengena di hati Modi sehingga dalam pidatonya dia menyebut Prabowo “brother” untuk menunjukkan kedekatan. Soft power Prabowo bekerja dengan baik, masuk ke relung hati terdalam Modi, pemimpin negara demokrasi terbesar di dunia. Kini India tidak hanya sekadar sahabat, tetapi juga sudah menjadi “saudara”—setidaknya dalam budaya.

Prabowo tidak hanya berhenti sampai di sini. Dia menunjukkan persaudaraan Indonesia-India itu melalui peresmian Kuil Murugan di Jakarta yang disebut kuil Hindu Tamil terbesar di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Perdana Menteri Narendra Modi dari New Delhi memberikan sambutan melalui layar video conference. Modi dengan nada suara dan ekspresi muka yang tulus memberikan pujian kepada Prabowo dan sejumlah nama di Indonesia. Modi sangat senang dan sekarang Indonesia betul-betul dianggap “saudara” oleh India.

Prabowo, seorang jenderal yang oleh pendukungnya dikagumi sebagai seorang ahli strategi militer, dipercayai sedang menjalankan strategi canggih yang tidak dipahami orang awam. Prabowo dipercayai sedang menjalankan strategi perang yang diterapkan dalam diplomasi dan politik luar negeri, yang menggerakkan kekuatan halus dari luar menuju dalam negeri. Dalam fisika mekanika Newton, gerak ini dikenal sebagai gerak sentripetal, yaitu kekuatan yang berputar dan bergerak dari luar menuju pusat atau titik sumbu.

Prabowo dipercayai dengan sengaja menggunakan strategi sentriputal untuk mengubah percaturan politik di tanah air karena dia paham betul bahwa wakilnya, Gibran “Fufufafa” anak haram konstitusi—anak Jokowi finalis presiden terkorup di dunia versi OCCRP—akan terus menuai kontroversi sampai akhir jabatannya pada tahun 2029 karena kelicikan Jokowi mengubah UU Pemilu. Prabowo telah menghitung strategi ini dan efektivitasnya di tanah air. Dia berharap publik akan “meleleh“ melihat hasil diplomasinya.

Hitungan dan harapan Prabowo tidak berlebihan. Diplomasi luar negerinya disukai publik bukan karena langsung mendatangkan hasil berupa investasi dan pinjaman luar negeri, tetapi karena langkahnya merupakan antitesis dari postur Jokowi yang “plonga-plongo“. Pendahulunya itu, yang ia sebut sebagai guru politik, berbicara dalam Bahasa Inggris dengan logat dan pronunciation yang aneh, “plis inpes to mai kantri“, yang menyebabkan rakyat malu. Ini yang membuat setiap kali Jokowi ke luar negeri, seluruh anak negeri deg-degan campur stres melihatnya!

Namun apakah strategi sentriputal ini sepenuhnya berhasil tanpa mengindahkan gejolak politik dalam negeri yang menuntut agar Jokowi manusia dengan 1001 kezaliman segera ditangkap dan diadili, sementara Prabowo terus menunjukkan kedekatan bahkan menjadi pelindung Jokowi? Tidak cuma itu, Prabowo dengan terbuka menunjukkan sikap takzim berlebihan ke Jokowi penjahat kemanusiaan yang telah memenjarakan aktivis Islam dan ulama yang tidak bersalah, serta disebut juga terlibat dalam pembunuhan brutal enam laskar FPI.

Bagi para aktivis, mahasiswa, oposisi, dan semua elemen yang sedang mencari keadilan, maka ini tidak bisa dibiarkan. Jelas Prabowo sudah kebablasan dan harus dilawan karena sudah menjadi bagian dari kezaliman Jokowi yang dilawan selama 10 tahun terakhir ini. Prabowo telah menjadikan Indonesia yang sudah gelap menjadi tambah gelap, melanjutkan kegelapan yang diciptakan oleh Jokowi, manusia zalim yang seharusnya diadili seberat-beratnya.

Dengan keanehan kebijakan dan pendekatan politiknya, Prabowo kini adalah paradoks itu sendiri, melengkapi paradoks Indonesia yang pernah dia tulis dalam bukunya. Paradoks terbesarnya adalah menghormati penjahat bernama Jokowi yang seharusnya dihukum seberat-beratnya—bahkan publik meminta agar dia dihukum mati—yang telah menjadi kanker bangsa selama 10 tahun. Prabowo memuji Jokowi, merasa berhutang budi, mengatakan akan memohon maaf ke Jokowi, dan terakhir mengangkatnya menjadi penasihat Danantara—padahal Jokowi adalah finalis pemimpin terkorup di dunia versi OCCRP.

Prabowo lupa bahwa tidak semua manusia bisa dibeli seperti para buzzer dan begundal Jokowi yang kini masih menduduki jabatan menteri dan jabatan tinggi lainnya. Prabowo lupa bahwa orang Islam yang saleh akan selalu lebih takut kepada Allah SWT daripada apa pun selain Dia. Prabowo lupa bahwa melawan kezaliman dan menegakkan keadilan seiring dan sejalan dengan ajaran amar makruf nahi munkar dalam Islam—yang dalam hal ini Jokowi-lah sasarannya.

Pendek kata, apa pun usaha Prabowo untuk menarik hati rakyat dan semua warga yang sudah terlukai dan terzalimi oleh Jokowi selama 10 tahun ini, selama Prabowo tidak bisa memberikan keadilan, maka usahanya itu sia-sia belaka. Kini makan siang gratis dicurigai sebagai langkah Prabowo untuk mempertahankan kekuasaan pada Pemilu 2029 dan pendirian Danantara dianggap sebagai pundi-pundi untuk korupsi persiapan dana Pemilu 2029. Daftar kecurigaan ini akan terus memanjang.

Publik sudah terlanjur tidak percaya karena langkahnya melindungi penjahat bernama Jokowi jelas melawan ajaran agama, juga bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang berlaku universal. Prabowo tidak akan bisa meyakinkan rakyat bahwa langkahnya mendukung kejahatan Jokowi dapat dibenarkan dengan nilai dan norma mana pun.

Strategi apa pun yang akan digunakan oleh Prabowo, mau sentripetal ataupun sentrifugal, atau bahkan strategi paling canggih sekalipun yang turun dari langit, tidak akan berhasil karena kesalahan terbesarnya telah secara telanjang menunjukkan diri menjadi pelindung kejahatan Jokowi. Dalam agama Islam, juga hukum positif, yang dilakukan Prabowo sekarang termasuk ikut serta dalam plot kejahatan Jokowi—dan itu termasuk kejahatan.

Prabowo harus hati-hati bahwa kelak, ketika keadaan politik berganti, dia juga bisa diadili karena langkahnya ini di luar kewajaran, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan yang berlaku umum. Prabowo harus hati-hati dengan orang sekelilingnya yang terus menyorongkannya menjadi “jongos“ Jokowi manusia zalim, karena itu melawan hukum dan keadilan.

Prabowo harus hati-hati dan juga harus cermat membaca psikologi massa yang sedang marah. Demo “Indonesia Gelap“ baru permulaan. Akan ada perlawanan lebih besar dan dahsyat, bahkan mungkin revolusi, untuk merebut keadilan yang telah dicabik-cabik oleh Jokowi penjahat kemanusiaan selama 10 tahun terakhir ini. ***

Saturday, February 22, 2025

Demo Indonesia Gelap Menggelegar, Waktu Prabowo Telah Habis

Perspektif KBA News, Sabtu, 22 Februari 2025

Buni Yani

Belum lama berselang setelah pemerintahan Presiden Prabowo menjalani “fit and proper test” 100 hari kerja, demonstrasi bermunculan di seluruh Indonesia menolak kebijakannya yang dianggap zalim dan masih merupakan representasi kepentingan oligarki peninggalan Jokowi. Mahasiswa menuntut 13 hal dalam demo nasional yang diberi tajuk “Indonesia Gelap”.

Mahasiswa menuduh Prabowo biang kegelapan Indonesia. Mahasiswa menolak efisiensi anggaran pendidikan yang akan memberatkan dunia pendidikan, termasuk uang kuliah mereka. Kata mahasiswa dalam salah satu posternya, ini bukan efisiensi tetapi “efisienshit”. Kata ini sangat vulgar dan tajam menggambarkan kemarahan mereka.

Intinya, mahasiswa menyamakan kebijakan efisiensi anggaran Prabowo itu sama dengan—maaf—“shit”. Dalam Bahasa Inggris kata “shit” artinya “tai” atau “kotoran” yang keluar dari anus manusia dan hewan.

Mahasiswa paham bahwa langkah efisiensi anggaran negara ini disebabkan karena keuangan negara dalam keadaan sulit. Keuangan negara dalam keadaan sulit disebabkan oleh salah kelola negara selama 10 tahun Jokowi memerintah. Jokowi menumpuk hutang, membangun infrastruktur yang tidak berguna dan tepat sasaran, dan ada infrastruktur yang hanya dibangun untuk memuaskan ambisi, kegilaan dan megalomania pribadi Jokowi sendiri seperti pembangunan IKN. Padahal para ahli sudah memberikan peringatan bahwa IKN tidak layak berdasarkan hampir semua pertimbangan rasional.

Tidak cuma itu, mahasiswa meneriakkan dalam orasi mereka dengan suara yang menggelegar: Lawan Prabowo! Kini Prabowo tidak punya lagi grace period politik, berharap publik akan memaafkan lagi kesalahan-kesalahannya. Waktunya sudah habis. Oposisi sejak 10 tahun lalu marah, rakyat yang sudah lama menderita marah, dan kini mahasiswa yang sudah lama tidur juga ikut marah.

Selama 100 hari pertama pemerintahannya, para aktivis anti Jokowi selama 10 tahun ini berusaha memahami, memaafkan, dan mencari pembenaran atas apa pun kebijakan Prabowo. Para aktivis ini dulu banyak yang mendukung Prabowo pada Pemilu 2019 karena ketika itu Prabowo dianggap mewakili kemarahan publik pada Jokowi.

Para aktivis selama ini mencoba memahami dan memaafkan komposisi kabinet yang diisi banyak sekali “jongos” Jokowi dan pengangkatan pejabat seperti Miftah, Rafi Ahmad dan Bahlil, di antaranya, yang dinilai cacat moral dan tidak punya kemampuan. Belum lagi pengangkatan para buzzer penjilat Jokowi yang selama ini bertugas memecah-belah bangsa kemudian mengisi jabatan tinggi di beberapa kementerian.

Para aktivis berusaha bersabar dan menarik napas dalam-dalam mengenai ketidakmampuan Gibran “Fufufafa” bin Mulyono anak haram konstitusi. Gibran jelas di bawah standar. Grammar sederhana yang diucapkan dalam percakapan sehari-hari pun dia tak mampu. Kata “para” tidak pernah mempunyai bentuk repetisi atau pengulangan lalu menjadi kata “para-para“. Karena hal-hal mendasar ini, para aktivis yakin bahwa Gibran, sama dengan Mulyono, ijazahnya tidak hanya bermasalah, misterius dan meragukan, tetapi juga palsu.

Para aktivis berusaha menarik garis tegas antara Prabowo yang dulu mereka pernah dukung dengan Gibran anak haram konstitusi. Mereka masih memaafkan diri-sendiri karena mendukung Prabowo yang digandoli Gibran anak haram konstitusi. Alasannya, yang mereka dukung itu Prabowo yang dulu sempat mereka hormati dan menjadi simbol perlawanan terhadap Jokowi yang zalim. Yang mereka dukung itu Prabowo, bukan Gibran.

Namun teriakan “hidup Jokowi” oleh Prabowo pada acara hari ulang tahun Gerindra baru-baru ini membuat toleransi dan kesabaran publik tak ada yang tersisa. Tidak cuma itu, pada acara itu juga ada nyanyian “terima kasih Jokowi” yang mengangkat kembali Jokowi ke level ketinggian dan kemuliaan setelah habis diganyang OCCRP dengan predikat salah satu presiden terkorup di dunia.

Prabowo dan Gerindra dianggap menjadi mesin pencuci dosa Jokowi selama 10 tahun. Sementara rakyat banyak, mahasiswa dan aktivis mendesak agar Jokowi segera diadili karena kezaliman dan dosa-dosa politiknya selama 10 tahun berkuasa secara bengis, justru Prabowo mengatakan “hidup Jokowi” dan “terima kasih Jokowi”.

Publik melihat sekarang paradoks itu ada dalam diri Prabowo sendiri, bukan lagi pada Indonesia—seperti judul buku yang pernah ditulisnya. Sementara OCCRP, rakyat banyak, mahasiswa, dan aktivis menganggap Jokowi itu penjahat yang harus diseret ke meja hijau, Prabowo justru memuja-mujinya dengan sangat berlebihan dan—maaf—menjijikkan!

Waktu Prabowo telah habis. Dia kini harus menghadapi realpolitik. Dia harus menghadapi hantaman dari berbagai front sekaligus. Front rakyat, front aktivis, dan front mahasiswa kini bersatu membenci langkah-langkah politik dan kebijakan Prabowo. Yang tadinya kebencian itu terfokus ke Jokowi, para begundal dan buzzer, kini kebencian itu sudah menyasar Prabowo sendiri.

Di Yogyakarta, tuntutan mahasiswa pada puncak demo hari Kamis, 20 Februari 2025 bisa jadi di luar prediksi inner circle Prabowo. Para mahasiswa di Kota Gudeg menuntut Prabowo-Gibran mundur, tuntutan paling maju dibandingkan dengan demo di kota-kota lain. Tuntutan mundur ini tinggal menunggu titik ledak sehingga menjadi bola salju yang menggelinding ke kota-kota lain.

Pada Jumat malam, 21 Februari 2025, saat tulisan ini hampir selesai dikerjakan, sebelum terbit pada Sabtu pagi, demonstrasi di Jakarta masih tetap besar dan bahkan berubah ricuh. Demonstrasi di kota-kota lain juga tidak surut, bahkan cenderung membesar. Mengutip pengamat, BBC memberitakan legitimasi Prabowo “sudah oleng” dengan besarnya demo dalam pemerintahannya yang baru saja melewati 100 hari bulan madu.

Apakah perkembangan terbaru ini menunjukkan Jokowi telah berhasil memerangkap Prabowo sehingga tidak bisa keluar lagi, para aktivis percaya itulah yang terjadi. Jokowi telah berhasil menarik Prabowo menjadi sasaran tembak sehingga dia bukan satu-satunya yang akan menjadi obyek kemarahan rakyat. Atau, bahkan Jokowi telah berhasil menarik Prabowo menjadi sasaran amuk massa sehingga dia akan bebas dari semua ancaman pengadilan dan kemarahan rakyat.

Seorang tokoh nasional dan sahabat baik Prabowo selama puluhan tahun mengatakan sekarang Prabowo sudah banyak berubah. Langkah-langkahnya tidak masuk akal dan sepertinya Prabowo berada di bawah pengaruh pembisik anti rakyat, jongos oligarki, dan sekutu Jokowi yang sudah melakukan infiltrasi ke dalam lingkar dalam Prabowo. Tidak tampak Prabowo yang dulu dia kenal ketika berjuang bersama dalam beberapa kali pemilu.

Apa pun itu, Prabowo sudah dengan sadar memilih posisi politiknya. Apakah dia sudah menghitung risiko politiknya, belum tentu. Yang jelas dia sekarang sudah kehabisan waktu, dan maaf pun sudah tak bersisa. Kini Prabowo harus menghadapi realpolitik—politik di lapangan yang kontur dan kedalamannya susah diukur. ***


Tuesday, February 18, 2025

Budaya Non Material sebagai Basis Epistemologi Islam

Perspektif KBA News, Sabtu, 15 Februari 2025

Buni Yani

Budaya dan peradaban di dunia yang masih bertahan dan dikenal hingga kini pastilah ada medium, wadah atau jendela yang memperkenalkannya ke umat manusia. Kalau tidak dalam bentuk artefak budaya material yang tampak mata, maka wujudnya bisa jadi dalam bentuk budaya non material yang tak tampak mata.

Meskipun budaya dan peradaban Romawi, India, dan Cina, sebagai contoh, sudah berumur ribuan tahun, tetapi karena budaya dan peradaban negeri-negeri itu terekam dengan baik dalam bentuk budaya material dan non material, maka kita masih bisa menyaksikan dan mempelajari peninggalan-peninggalan sejarah dan arkeologis mereka.

Sebaliknya, meskipun sebuah budaya dan masyarakat belum lama muncul—misalnya hanya puluhan tahun saja—tetapi karena tidak meninggalkan jejak budaya material atau non material, maka hampir bisa dipastikan budaya dan masyarakat tersebut tidak dikenal oleh dunia luar, atau bahkan oleh masyarakat penerusnya sendiri.

Budaya material bisa berupa bangunan megah dan legendaris seperti candi Borobudur yang sudah berumur hampir 1300 tahun, Pantheon di Roma yang sudah berumur hampir 2000 tahun, stupa Sanchi di India yang sudah berumur 2300 tahun, dan pagoda Songyue di Cina yang sudah berumur 1500 tahun.

Para ilmuwan beruntung karena bangunan-bangunan itu masih kokoh berdiri. Namun sebagian besar bangunan-bangunan penting di dunia telah roboh diterjang zaman sehingga tidak bisa lagi dipelajari secara seksama, apa lagi ditempati atau digunakan oleh generasi penerusnya. Inilah salah satu kelemahan budaya material. Karena berbentuk fisik, maka tidak bisa diteruskan atau ditransmisikan ke generasi penerus.

Sebaliknya, budaya non material yang tak tampak mata seperti agama, bahasa, dan kebiasaan, bisa lebih tua umurnya karena bisa ditransmisikan dari generasi ke generasi. Hal ini yang membuat agama-agama kuno seperti Yahudi dan Majusi, sebagai contoh, masih bisa ditemukan hidup di zaman sekarang. Ajaran kedua agama itu diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya sehingga bersambung tanpa henti.

Kitab suci agama Islam, al-Qur’an, yang ditransmisikan melalui budaya lisan masyarakat Arab Quraisy, dipandang sebagai dokumen sejarah paling otentik karena tersambung melalui hapalan pemeluknya sampai ke Rasulullah SAW. Proses pembukuannya dilakukan kemudian ketika para penghapal al-Qur’an banyak yang meninggal dunia terutama dalam perang.

Dalam tradisi Islam, yang menjadi standar otentisitas al-Qur’an adalah hapalan lisan, bukan tulisan pada media seperti kulit, kertas, dan wadah lainnya. Karena doktrin inilah maka para ulama dan intelektual Islam dengan gampang bisa membantah bila ada dokumen al-Qur’an seperti manuskrip Sana’a yang terkesan berbeda dengan al-Qur’an yang kita dapatkan dewasa ini.

Para Islamolog Barat dan para orientalis menjadikan manuskrip Sana’a sebagai pintu masuk untuk menyerang Islam. Dalam naskah itu ada tulisan yang sudah dihapus dan diganti dengan tulisan baru, mirip seorang anak SD yang menghapus tulisannya di atas kertas lalu menggantinya dengan tulisan baru. Para sarjana Barat itu melakukan scan terhadap tulisan yang sudah dihapus itu dan menemukan bahwa tulisannya berbeda dengan tulisan ayat al-Qur’an penggantinya.

Kata para sarjana Barat itu, tulisan berbeda inilah yang menunjukkan bahwa al-Qur’an yang kita kenal sekarang tidak asli. Bahkan waktu yang belum lama dari zaman Rasulullah SAW sebagai penerima wahyu saja sudah ada perbedaan tulisan, apa lagi sekarang setelah al-Qur’an berumur 1400 tahun, kata mereka. Logika ini terkesan masuk akal.

Tetapi, sekali lagi, yang dijadikan patokan dalam Islam bukan tulisan, tetapi hapalan seperti dicontohkan Rasulullah 14 abad lalu. Tradisi lisan inilah yang juga kemudian menjadi kelebihan agama Islam dibandingkan dengan agama Nasrani dan Yahudi, misalnya. Nabi Isa dan Nabi Musa tidak memberikan perintah hapalan kepada pengikutnya ketika mendapatkan wahyu, berbeda dengan Nabi Muhammad SAW.

Bagi umat Islam, inilah salah satu mukjizat al-Qur’an selain dihapalkan oleh jutaan umat manusia di seluruh dunia. Sementara mukjizat Nabi Musa seperti membelah laut menggunakan tongkat atau mukjizat Nabi Isa yang bisa menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang sakit sudah tidak bisa lagi disaksikan, diakses dan dipelajari setelah kedua nabi Allah itu wafat.

Berbeda dengan al-Qur’an, yang merupakan budaya non material yang tak tampak mata, yang ditansmisikan melalui budaya lisan, hingga kini masih bisa dikaji oleh para sarjana di seluruh dunia. Para sarjana itu bisa menemukan nubuah al-Qur’an yang terbukti benar, kandungan ilmu pengetahuannya yang terlalu maju pada zamannya, kandungan sastranya yang tinggi yang tidak bisa disaingi oleh seluruh penyair di jazirah Arab, struktur bahasanya yang sangat ketat dan matematis, struktur wacananya yang sangat rapi, dan banyak lagi mukjizat lainnya.

Jadi, bila ada teori yang menempatkan budaya material di atas budaya non material oleh karena budaya material bersifat kasat mata yang bisa dikaji secara empiris dan positivistik, maka teori budaya Islam justru mengatakan hal yang berbeda. Epistemologi Islam berpendirian sebaliknya. Bahwa budaya non material jauh lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan budaya material. Kasus tarnsmisi al-Qur’an ini menjadi fundamen teoretiknya.

Tidak hanya itu, di dalam al-Qur’an sendiri juga disebutkan berulang kali dalam banyak ayat bahwa hal gaib yang bersifat non material mendapatkan derajat lebih tinggi dibandingkan dengan fakta material. Misalnya, al-Qur’an mengatakan bahwa kehidupan di akhirat (non material karena belum terjadi) jauh lebih baik daripada kehidupan di dunia (material karena sedang dijalani). Tentu saja kehidupan di dunia penting, tetapi derajat dan keutamaannya lebih rendah daripada kehidupan di akhirat.

Seharusnya epistemologi Islam harus berangkat dari cara berpikir al-Qur’an ini dalam memahami dunia dan kehidupan. Karena realitas yang tampak secara fisik ternyata jauh lebih banyak aspek misterinya yang belum diketahui oleh ilmu pengetahuan paling modern sekalipun. Tentu para fisikawan sangat paham masalah ini. ***

Saturday, February 8, 2025

Komunisme Mulai Mengalahkan Demokrasi Liberal, Indonesia dan Islam Posisi di Mana?

Perspektif KBA News, Sabtu, 8 Februari 2025

Buni Yani

Nada bicara intelektual Amerika mulai berubah seiring semakin tak terbendungnya Cina menjadi negara adidaya di dunia. Bandul bergoyang ke arah sebaliknya dengan berhembusnya angin ke arah komunisme/sosialisme. Fundamentalisme pendukung demokrasi liberal plus kapitalisme pasar bebas mulai semakin terdengar samar-samar dan tidak relevan.

Jeffrey Sachs, seorang luminari dunia akademi di Universitas Kolumbia New York, adalah salah satu intelektual yang kritis dan kerap mengeritik kebijakan pemerintah Amerika yang dia pandang tidak masuk akal. Dia mengeritik keterlibatan Amerika dalam perang di Ukraina melawan Rusia karena akan memicu perang nuklir yang akan menghancurkan bumi secara keseluruhan.

Sachs adalah pakar dalam bidang ekonomi pembangunan, makroekonomi global, dan kemiskinan. Dalam hal semakin redupnya Amerika yang semakin disalip kemajuan Cina, Sachs mengatakan hal ini adalah konsekuensi logis saja dari fokus masing-masing negara dalam kebijakan dalam dan luar negerinya.

Sachs mengatakan dalam 40 tahun terakhir, Cina fokus membangun ekonominya yang membuatnya kaya, sedangkan Amerika pada saat yang sama menyibukkan diri untuk menjadi penguasa dunia. Sementara Cina melakukan pembangunan dengan skala dan kecepatan yang tinggi, Amerika terus menyibukkan diri menjadi imperialis dan hegemon, lalu memerangi siapa saja yang dianggap sebagai lawan dan saingan, termasuk Cina.

Potongan wawancara Sachs dengan TV Turkiye, TRT, baru-baru ini kembali viral setelah start-up Cina, DeepSeek, secara tiba-tiba menghentak dunia artificial intelligence (kecerdasan buatan) yang merontokkan saham perusahaan-perusahaan teknologi informasi di Amerika. Aplikasi chatbot DeepSeek diunduh banyak pengguna karena dianggap alternatif untuk menyelesaikan banyak masalah, dan inilah yang menyebabkan popularitasnya meroket yang kemudian merontokkan saham perusahaan teknologi informasi di Amerika.

Produsen chip Amerika Nvidia kehilangan hampir US$ 600 miliar atau Rp 9.731,7 triliun (dengan nilai kurs Rp16.219 per dolar AS) pada Senin, 27 Januari. Kekayaan pendiri Nvidia Jensen Huang ikut menurun sejumlah US$ 20,1 miliar atau 20 persen. Merosotnya nilai Nvidia disebabkan karena terjadinya aksi jual di pasar saham. Pelaku pasar pindah melirik DeepSeek yang sedang naik daun.

Media melaporkan yang mengalami kerugian tidak hanya Nvidia tetapi juga perusahaan-perusahaan teknologi sejenis. Larry Ellison dari Oracle Corp disebut kehilangan US$ 22,6 miliar, atau sekitar 12 persen dari total kekayaannya, Michael Dell kehilangan US$ 13 miliar, dan Changpeng Zhao dari Binance kekayaannya menyusut menjadi US$ 12,1 miliar.

Popularitas Deepseek meroket karena perusahaan chatbot ini dibangun dengan biaya super murah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan pesaingnya di Amerika. Ini menimbulkan guncangan di pasar saham Amerika di mana pelaku pasar mulai mempertanyakan apakah perusahaan-perusahaan Amerika masih kempetitif untuk bersaing dengan start-up asal Cina itu.

DeepSeek hanya memakan dana sekitar 6 juta dolar (97 miliar rupiah) karena didukung oleh open source DeepSeek-V3, sementara OpenAI dan sejumlah perusahaan lainnya dikabarkan akan menyuntik US$ 500 miliar (Rp 8,1 ribu triliun) untuk membangun infrastruktur AI di Amerika. Dengan dana super jumbo itu, tak kurang Presiden Trump mengatakan bahwa proyek ini adalah yang terbesar dalam sejarah pengembangan teknologi Amerika.

Belum juga fenomena DeepSeek mulai mendingin, pekan ini tiba-tiba muncul start-up baru Cina bernama Qwen yang tidak kalah menghebohkan dibanding DeepSeek. Bila DeepSeek namanya meroket karena kemampuannya sebagai aplikasi chat AI berbiaya murah dengan kemampuan yang tinggi, maka Qwen milik Alibaba ini disebut memiliki kemampuan dan akurasi yang tinggi dalam membaca data dalam waktu yang singkat.

Ledakan DeepSeek dan Qwen harus dibaca sebagai menyebarnya kecerdasan ke seluruh dunia termasuk kecerdasan dalam memproduksi AI berbasis hitech. Amerika harus mengakui realitas bahwa negeri ini bukan lagi pusat dunia sekarang dalam dunia teknologi, khususnya teknologi informasi. Kemungkinan inovasi DeepSeek dan Qwen akan diikuti oleh penemuan-penemuan berikutnya di berbagai negara.

Ini dalam bidang teknologi. Dalam bidang politik dan kekuasaan juga nasib Amerika dan sekutu Baratnya mengalami tantangan yang tidak kecil menyusul lahirnya blok ekonomi baru BRICS yang kini keanggotaannya diperluas. BRICS meskipun fokus pada kerja sama ekonomi negara-negara berkembang, namun dampak politiknya juga tidak kecil terutama karena ambisi BRICS untuk menggantikan dolar Amerika dalam transaksi perdagangan internasional.

Ekspansi BRICS tidak hanya menyasar negara-negara Selatan, tetapi juga kini telah menarik minat anggota Uni Eropa seperti Turkiye dan Bosnia. Serangan BRICS langsung ke jantung Uni Eropa ini amatlah penting untuk diperhatikan karena Uni Eropa selama ini dikenal sebagai sekutu pakta pertahanan NATO dan selalu di bawah bayang-bayang hegemoni AS.

Pada saat yang sama, Jerman, sekutu lama Amerika di Eropa, sekarang sedang mengalami tranformasi besar dengan meningkatnya sentimen anti Amerika menjelang pemilihan umum pada akhir bulan Februari ini. Padahal Jerman masih menjadi lokasi penempatan 50 ribu pasukan AS menyusul keterlibatan Amerika dalam Perang Dingin dan runtuhnya Tembok Berlin.

Partai Alternative für Deutschland (AfD), partai dengan ideologi ekstrem kanan anti imigran Muslim, sangat getol mengkampanyekan sentimen anti Amerika. Partai ini semakin populer dan mendapatkan dukungan dari publik. Parti baru Bündnis Sahra Wagenknecht (BSW) yang berideologi kiri juga sama. BSW semakin populer karena kampanye anti Amerika yang mereka tawarkan ke rakyat Jerman.

TV Deutsche Welle memberitakan dua partai anti Amerika ini sangat yakin bisa mendapatkan ¼ suara dari total pemilih pada pemilu 23 Februari mendatang. Kedua partai ini kebanyakan mendapatkan dukungan di bekas Jerman Timur yang dulunya di bawah kekuasaan blok Timur (Uni Soviet) yang Komunis. Sedangkan pemilih pro Barat dan Amerika kebanyakan berada di wilayah yang dulunya Jerman Barat.

Bagi para politisi dari kedua partai tersebut, terpilihnya Trump di Amerika yang akan fokus ke dalam negeri, atau America first, adalah kesempatan untuk melepaskan diri dari pengaruh Amerika. Kata mereka, Jerman bisa meniru Amerika dalam hal ini untuk lebih mementingkan national interest sendiri daripada hanya berada dalam bayang-bayang pengaruh negara lain.

Sentimen anti Amerika ini tidak melulu disebabkan oleh perbedaan ideologi yang abstrak, tetapi juga disebabkan oleh hal-hal yang konkret, pragmatis, dan realistis. Yaitu partai-partai dan pemilih anti Amerika menginginkan Jerman menjauh atau setidaknya mengambil jarak dengan Amerika karena kedekatan ini telah menyulitkan hidup mereka.

Hal terakhir ini mengemuka setelah meletusnya perang Ukraina-Rusia yang menyebabkan pasokan gas dari Rusia ke Jerman diblok atas tekanan Amerika. Gas dari Rusia yang harganya lebih murah tidak boleh lagi masuk Jerman. Sebagai gantinya, Jerman harus memasok gas dari Amerika yang harganya lebih mahal.

Pembelian gas lebih mahal ini harus ditanggung rakyat Jerman yang membuat mereka protes ke pemerintah. Ada demo mengeritik pemerintah agar tidak usah ikut-ikutan dalam konflik Ukraina-Rusia kalau ujung-ujungnya menyengsarakan rakyat, dan rakyatlah yang harus menanggung biaya hidup lebih mahal.

Ini hanya gambaran singkat bagaimana dunia kini sangat banyak berubah. Kita bisa menemukan lebih banyak lagi fakta bagaimana perubahan ini akan mempengaruhi lanskap global di waktu-waktu mendatang.

Perubahan global dalam bidang ekonomi, politik dan teknologi ini semakin menunjukkan bahwa dunia sedang mengalami transformasi yang tidak kecil dalam 25 tahun terakhir. Lonjakan tranformasi ini semakin intensif terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Cina-Rusia sudah berani menantang Amerika. Rusia secara terbuka menantang AS dengan dikobarkannya perang terhadap Ukraina yang menjadi boneka AS di Eropa Timur.

Dalam bidang teknologi, di mana persaingan bisa lebih obyektif terjadi, kini AS mengalami tantangan yang tidak kecil.

Perkembangan terbaru ini tentu bisa mengantarkan kita untuk melakukan refleksi kritis, apakah betul demokrasi liberal dan kapitalisme pasar bebas adalah satu-satunya ideologi yang bisa membawa kemajuan dan kemakmuran bagi umat manusia? Francis Fukuyama kelihatannya harus merevisi tesis lamanya mengenai “berakhirnya sejarah” menyusul kemenangan demokrasi liberal dan tumbangnya komunisme/sosialisme.

Dalam bukunya The End of History and the Last Man (1992), Fukuyama mengatakan kemenangan demokrasi liberal menandai berakhirnya sejarah dan umat manusia yang hidup sekarang ini adalah umat manusia terakhir. Tidak akan ada lagi ideologi yang bisa menyaingi demokrasi liberal karena demokrasi liberal adalah ideologi terbaik yang pernah ditemukan umat manusia di atas muka bumi.

Kata Fukuyama, demokrasi liberal adalah bentuk pemerintahan terbaik. Evolusi pencarian ideologi sudah berakhir dengan menangnya demokrasi liberal. Demokrasi liberal sudah tidak punya lagi lawan karena lawan-lawannya sudah tumbang semua. Kini demokrasi liberal adalah ideologi dan sistem pemerintahan satu-satunya dan yang terbaik yang teruji oleh sejarah.

Kita mungkin mafhum dengan euforia intelektual Fukuyama yang kelihatan sangat tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Ini tak terlepas dari latar belakang bukunya yang terbit pada 1992. Bukunya terbit setahun setelah Uni Soviet bubar pada 1991, dan tiga tahun setelah Tembok Berlin runtuh pada 1989. Fukuyama mengambil kesimpulan yang hingga hari ini masih kontroversial.

Tetapi kini, dengan bangkitnya Cina dan memudarnya pengaruh Amerika, tesis Fukuyama semakin ditinggalkan dunia akademi.

Dengan teater global yang baru ini, kita juga seharusya bertanya, di mana posisi Indonesia dan Islam? Apakah akan begini-begini saja, cuma menjadi pengikut dua kekuatan dan dua ideologi besar itu?

Bagi Indonesia dan negara-negara Islam di dunia, baik demokrasi liberal (Amerika, Eropa dan sekutu) maupun komunisme (Rusia, Cina dan sekutu) yang berkuasa, sama tidak menguntungkannya. Indonesia dan negara-negara Islam harus bersatu dalam mencari jalan dan menentukan takdir sendiri.

Pemerintah di bawah Presiden Prabowo harus kembali menghidupkan semangat persatuan Konferensi Asia-Afrika 1955 untuk menggalang solidaritas negara-negara berkembang di Selatan. Transformsi global yang besar ini haruslah dijadikan kesempatan untuk menunjukkan peran Indonesia di panggung dunia, minimal di antara negara-negara Selatan.

Indonesia seharusnya bisa, tetapi tentu harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah-masalah di dalam negeri yang akan semakin ruwet bila tidak ada ketegasan dalam menyikapinya. Terutama dalam masalah hukum, pemerintah harus berani bertindak tegas dalam menegakkan keadilan meskipun melibatkan sekutu politik sendiri. ***

Saturday, February 1, 2025

Hypersurealisme Gaza dalam Labirin Amis Darah dan Pembersihan Etnis

Perspektif KBA News, Sabtu, 1 Februari 2025

Buni Yani

Surealisme Gaza melampaui surealisme. Surealisme Gaza adalah realitas dan fakta keras yang melampaui surealisme dalam mimpi dan imajinasi lepas para pelukis dan seniman avant-garde. Surealisme Gaza, kota koloni ilegal Israel dengan horor menghantui setiap detik, melampaui realisme dan surealisme sekaligus. Karenanya, Gaza kini adalah hypersurealisme.

Puing-puing bangunan putih dengan kerangka besi seolah mencakar langit setelah atap dan bagian atasnya tak bersisa akibat ledakan dahsyat bom tentara zionis Israel. Serpihan tembok yang masih berdiri seperti menunggu roboh dengan debu dan pasir di sana-sini memenuhi seantero kota. Kota Gaza seperti kerangka yang belum selesai dibangun.

Tetapi ini bukan “akan” dibangun, tetapi “sudah”. Sudah dibom!

Jalan dipenuhi bongkah-bongkah pecahan tembok, batu-bata, sampah, debu, dan… percikan darah. Keringat terus mengalir akibat udara panas menyengat. Tidak ada kipas angin dan pendingin ruangan. Listrik sudah lama tidak menyala. Air tidak mengalir. Anak-anak kecil mengais apa saja yang bisa dimakan untuk menyambung hidup.

Tentara Israel melakukan blokade, akibatnya warga tidak bisa keluar atau masuk kota. Penduduk Gaza kini terperangkap dalam penjara sureal. Dan… bum bum bum! Bom selama 15 bulan berjatuhan tanpa henti. Yang bisa melarikan diri langsung mengungsi ke bagian selatan kota. Yang tetap bertahan hanya bisa menyerahkan hidup dan mati ke tangan Sang Pencipta.

Ini bukan perang, tetapi pembersihan etnis Arab-Muslim. Israel sedang mewujudkan wawasan Israel Raya yang membentang luas melampaui daratan Palestina. Israel sedang mempersiapkan sesuatu yang besar, sangat besar, yang mungkin akan dituntaskan lintas generasi. Langkah awal dari ide gila dan biadab ini adalah pengusiran bangsa Palestina keluar tanah air. Kalau tidak mau keluar maka matilah kalian, kira-kira begitu ujar kaum zionis itu.

Idenya saja sudah biadab, apa lagi perwujudannya. Rezim zionis Israel sudah kotor sejak dalam pikiran. Kota Gaza yang sudah menjadi penjara terbesar di dunia dihujani bom dengan daya ledak tinggi. Orang-orang tua, wanita hamil, anak kecil, semuanya. Semuanya dibantai Israel.

Tentara-tentara bengis itu kemudian akan mengadakan pesta, dansa-dansi dan bersorak-sorai melihat kematian orang-orang Palestina. Merayakan kematian orang-orang tak berdosa yang telah dibantai dengan pesta pora di luar akal sehat manusia normal. Hanya manusia berhati binatang yang bisa melakukannya.

Tentara zionis Israel menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bahan peledak di kota malang itu. Diperkirakan dibutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk membersihkan puing akibat pengeboman yang ditaksir lebih dari 42 juta ton. Kemungkinan masih ada bom yang tidak meledak yang akan terus menghantui keselamatan Gaza.

Gaza tampak seperti labirin hitam gelap tanpa cahaya. Udara pekat dan pengap. Amis darah menyerbu sudut-sudut kota yang sudah jadi puing tanpa manusia. Gaza seperti lorong tanpa kesudahan. Israel dan para penyokongnya, Barat dengan standar ganda maksimal mereka, kini puas melihat kerusakan dan penderitaan rakyat Palestina.

Pembalasan kecil Hamas karena bangsa Palestina sudah menderita dijajah sejak 1948 dibalas gempuran berkali-kali lipat yang tidak hanya menyasar kelompok perlawanan. Israel secara sengaja mengebom rumah sakit, universitas, rumah penduduk, dan semua yang bisa diluluhlantakkan tanpa pandang bulu, padahal tempat-tempat itu tidak ada kaitannya dengan peperangan atau senjata.

Labirin Gaza adalah lintasan kematian. Rakyat Palestina tidak tahu kapan hidup mereka akan berakhir karena setiap saat bom bisa meledak ketika melintasi jalan raya, menunaikan ibadah, atau sedang tidur. Bila mereka tidak mati karena bom, maka mereka meregang nyawa karena kelaparan atau sakit. Tentara zionis Israel memblokade pasokan makanan dan obat-obatan meskipun untuk tujuan kemanusiaan. Mereka penjahat kemanusiaan yang sebenarnya.

Dalam 15 bulan pembantaian tentara zionis Israel terhadap penduduk Gaza, tercatat hampir 47 ribu jiwa meninggal dunia, termasuk 18 ribu anak-anak tak berdosa. Statistik ini menunjukkan data memilukan. Karena artinya, satu orang untuk setiap 50 pendudk Gaza telah meninggal dunia karena pembantaian biadab tentara zionis.

Lebih 110 ribu orang terluka, atau satu dari 20 penduduk Gaza. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hampir seperempat dari korban yang cedera, atau sekitar 22,5 ribu orang, mengalami cedera permanen yang mengubah hidup mereka untuk selamanya akibat tidak mendapatkan perawatan semestinya.

Menurut UNRWA, badan PBB untuk urusan pengungsi Palestina, setiap hari 10 anak kehilangan satu atau kedua kakinya melalui operasi dan amputasi yang dilakukan dengan sedikit atau tanpa anestesi. Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan hingga akhir tahun 2024 setidaknya telah terjadi 4,5 ribu kasus amputasi.

Selain korban jiwa yang terkonfirmasi oleh petugas kemanusiaan, ribuan orang diduga terkubur di bawah puing bangunan yang runtuh akibat pengeboman. Dengan terbatasnya peralatan untuk memindahkan puing-puing dan menyelamatkan korban yang terjebak di bawah beton, para relawan dan pekerja kemanusiaan hanya mengandalkan tangan telanjang. Sampai sekarang belum ada cara untuk mengetahui berapa banyak orang yang syahid di bawah reruntuhan.

Labirin Gaza lebih sureal daripada lukisan Salvador Dali. Bila lukisan jam meleleh Dali lahir dari imajinasi yang tidak punya dasar fakta dari dunia nyata, maka pemandangan Gaza adalah realitas keras yang bisa diindera. Tetapi realitas ini kelihatan sureal karena melampaui imajinasi orang-orang waras untuk mencernanya.

Sekitar 2,2 juta warga Gaza mengalami rawan makanan yang akut dan satu juta orang tidak punya akses bantuan makanan lembaga PBB, World Food Program, akibat blokade Israel. Menurut Statuta Roma, perjanjian untuk Pengadilan Kriminal Internasional, secara sengaja membuat penduduk kelaparan adalah kejahatan perang bila dilakukan waktu konflik bersenjata.

Rezim biadab Israel secara sistematis memblokade bantuan makanan dan air minum untuk orang-orang yang kelaparan di Gaza. Mereka membatasi pengiriman bantuan dan melakukan serangan terhadap para pekerja kemanusiaan. Ini mengakibatkan warga kelaparan dan sangat bergantung pada bantuan luar.

Tercatat setidaknya delapan bayi meninggal karena hipotermia di tempat pengungsian yang tidak memadai selama musim dingin. Sekitar 1,9 juta orang menjadi pengungsi di dalam negerinya sendiri. Sekitar 80 persen di antaranya terpaksa harus tinggal di tempat penampungan sementara tanpa pakaian yang layak atau perlindungan dari hawa dingin.

Sekitar 110 ribu dari 135 ribu tenda yang dipakai sebagai tempat berlindung di Jalur Gaza sudah usang dan tidak layak pakai.

Dan setelah 15 bulan pengeboman secara biadab tanpa henti, akhirnya tercapai kesepakatan gencatan senjata. Maka mulai hari Senin, 27 Januari 2025 lalu gelombang pengungsi Gaza membanjiri Jalan al-Rasyid yang persis berada di panggir pantai dan Jalan Salahuddin untuk kembali ke kampung halaman mereka yang sudah rata dengan tanah, tinggal puing, dan rangka abstrak.

Pemandangan di Jalan al-Rasyid lebih sureal daripada gambar-gambar mimpi film Akira Kurosawa. Jalan itu dipenuhi oleh puluhan ribu manusia. Otoritas Gaza mengatakan pengungsi yang akan kembali setelah 15 bulan meninggalkan kampung halaman mencapai 300 ribu orang. Mereka harus berjalan sejauh tujuh kilometer dari bagian selatan Gaza.

Mereka membawa apa saja yang bisa dibawa melintasi jalan berlubang yang telah dirusak oleh bom Israel. Ada yang membawa ransel di punggung. Ada yang membawa karung di atas kepala. Anak-anak kecil ada yang berjalan, ada yang digendong orang tua mereka. Ada yang kelelahan dan duduk di pinggir jalan karena tidak kuat lagi berjalan.

Pemandangan di jalan pinggir laut itu begitu dramatis, menyerupai adegan film eksodus Nabi Musa dan umatnya yang lari dari Mesir menuju Kanaan untuk menghindari perbudakan Fir’aun 3500 tahun sebelumnya.

Jalan Salahuddin lebih baik daripada Jalan al-Rasyid. Jalan itu dibuka untuk kendaraan meskipun perusahaan swasta Amerika yang tidak disebutkan namanya diberikan tugas untuk mengecek setiap kendaraan yang lewat. Pihak Israel berkilah rombongan pulang kampung dari pengungsian itu bisa disusupi untuk penyelundupan senjata.

Yang tampak di layar TV justru di atas mobil yang dipenuhi keluarga yang telah 15 bulan mengungsi itu adalah tangki air, kasur lusuh, dan berbagai macam perlengkapan rumah tangga seadanya untuk memulai hidup baru di tengah reruntuhan rumah mereka. Mobil-mobil itu berdesakan untuk lewat, dan penumpang di dalamnya tidak sabar untuk segera mencium rumah mereka dan bersujud syukur.

Allah sedang mengangkat derajat bangsa Palestina dengan memberikan ujian yang sangat berat. Selama 15 bulan dibom bertubi-tubi oleh Israel dalam rencana besar pembersihan etnis Arab-Muslim, ternyata rencana itu jauh dari berhasil. Bangsa Palestina tetap kekar, selalu optimis dan bersyukur, dan tak pernah kehilangan harapan suatu hari kelak Palestina akan merdeka dan setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Saya sering malu melihat diri-sendiri bila berkaca pada bangsa Palestina. Malu karena merasa kurang bersyukur. Bangsa Palestina dalam keadaan sangat sulit dengan masa depan yang tidak menentu pun masih tetap optimis dan tetap semangat menjalani hidup, dan di atas segalanya, mereka menyerahkan segalanya kepada kuasa Allah SWT. Dari sinilah rasa syukur yang besar dan tak henti-hentinya itu muncul. Mereka sangat yakin Allah akan menolong.

Surealisme Gaza melampaui imajinasi orang waras untuk memahaminya. Ia kini hypersurealisme, gabungan realisme dan surealisme sekaligus. Yang juga berarti fakta dan realitas dalam banyak hal bisa lebih fiktif dan dramatis daripada fiksi sendiri. ***


Saturday, January 25, 2025

Oligarki Global, Kapitalisme Gombal, dan Jeritan Palsu Kaum Demokrat

Perspektif KBA News, Sabtu, 25 Januari 2025

Buni Yani

Lawakan ketoprak kalah lucu oleh lelucon para politisi partai Demokrat Amerika Serikat. Presiden Joe Biden, dalam pidato perpisahannya meninggalkan Gedung Putih yang digantikan oleh presiden terpilih Donald Trump, mengecam semakin berkuasanya para oligark di negeri Paman Sam.

Biden lupa atau pura-pura tidak tahu atau malah sama sekali tidak punya wawasan bahwa lahirnya oligarki atau penumpukan modal dan kekuasaan adalah konsekuensi logis dari kapitalisme, dan kapitalisme adalah ibu kandung dari demokrasi. Jadi Biden menangisi sesuatu yang tidak perlu ditangisi. Komplain Biden ibarat memprotes cabe yang rasanya pedas. Tidak perlu dan bikin geli.

Dengan nada penuh kekhawatiran Biden memberikan peringatan akan besarnya bahaya oligarki di Amerika yang tidak hanya cukup menguasai ekonomi tetapi juga telah merambah bidang politik. “Saat ini oligarki sedang terbentuk di Amerika dengan kekayaan, kekuasaan, dan pengaruh ekstrem yang benar-benar mengancam seluruh demokrasi kita, hak-hak dasar dan kebebasan kita,” kata Biden pada pidato terakhirnya beberapa hari sebelum meninggalkan Gedung Putih.

Namun Biden setidaknya dalam hati kecil mengakui bahwa partainya, yaitu partai Demokrat yang dikenal sebagai pengusung liberalisme tanpa batas serta kapitalisme murni, mengatakan oligarki yang sedang tumbuh di Amerika sekarang adalah buah hasil dari pekerjaan mereka-mereka juga. Kata Biden, oligarki sekarang adalah dampak “dari semua yang telah kita lakukan bersama”. Benih oligarki sudah ditanam, dan akan tumbuh serta berkembang dalam beberapa dekade mendatang, tambah Biden.

Tidak cuma itu, Biden juga mengkhawatirkan kompleks industri teknologi yang sangat kaya dengan topangan kapital super besar dapat memiliki kekuasaan yang tidak terkendali atas warga Amerika. Bisa jadi yang disindir kali ini oleh Biden adalah orang-orang terkaya di dunia seperti Elon Musk dan Mark Zuckerberg yang merapat ke Presiden Trump.

Sebagai orang terkaya di dunia dengan kekayaan sekitar 427,5 miliar dolar AS, Elon Musk dikabarkan menempati posisi penting dalam pemerintahan Trump dan berkantor di Gedung Putih. Kabar ini santer terdengar dan ditulis oleh media Amerika meskipun sampai sekarang posisi apa yang dijabat Elon belumlah jelas. Jumlah kenaikan kekayaan Elon cukup besar setelah Trump menang. Sebelumnya jumlah kekayaannya berkisar di angka 300 miliar dolar.

Elon tidak hanya akan berpengaruh di dalam negeri Amerika tetapi dia juga disebut-sebut akan memiliki pengaruh pada politik Eropa. Peran baru Elon dalam politik Amerika tidaklah mengejutkan karena dia membentuk organisasi bernama The America PAC (Political Action Committee) yang membiayai kampanye Trump dalam pilpres baru lalu. Organisasi ini melibatkan para pebisnis bidang teknologi yang kemudian mengumpulkan 277 juta dolar untuk kampanye Trump.

Hubungan Elon dan Trump sudah berlangsung lama. Hubungan ini mungkin juga disebabkan oleh karena mereka berasal dari almamater yang sama yaitu Sekolah Bisnis Wharton, Universitas Pennsylvania. Elon alumni tahun 1997, sementara Trump alumni tahun 1968 – jaraknya terpisah 29 tahun – dan kini mereka sama-sama menjadi pengusaha sukses Amerika.

Elon Musk dikabarkan bukanlah satu-satunya pengusaha yang akan diberikan jabatan oleh Trump dalam pemerintahannya, namun juga terdapat nama-nama pengusaha besar lainnya. Jika digabungkan kekayaan para pengusaha itu maka total aset mereka mencapai 383 miliar dolar AS – jumlah yang lebih besar daripada PDB 172 negara. Angka ini adalah taksiran sebelum kekayaan Elon meningkat tajam setelah kemenangan Trump. Sekarang tentu jumlah kekayaan para pebisnis itu sudah pasti meningkat pesat.

Tidak cuma Presiden Joe Biden dari partai Demokrat yang mengeritik semakin berkuasanya oligarki di Amerika. Bulan Desember 2024 lalu politisi Demokrat Bernie Sanders membuat pidato yang menjadi perbincangan publik Amerika yang berisi keprihatinan yang sama dengan Biden. Pidato Biden bagi sebagian kalangan di Amerika dianggap sebagai satu rangkaian dengan pidato Sanders.

Pidato Sanders, seorang politisi berdarah Yahudi, adalah pidato terakhirnya sebelum mengakhiri masa jabatan di senat Amerika. Sanders berbicara kepada konstituen yang memilihnya dan menjadi bentuk pertanggungjawaban ke publik.

Bernie Sanders memberikan peringatan kepada Amerika yang “dengan cepat” menjadi negara oligarki yang dipimpin oleh para triliuner untuk memperkaya diri mereka sendiri. “Kita sedang bergerak cepat menuju bentuk masyarakat oligarki,” kata Sanders.

Sanders mengeluhkan “masyarakat oligarki” yang muncul sekarang tidak pernah terjadi dalam sejarah Amerika sebelumnya. Dia mengatakan kini di Amerika ada begitu sedikit orang super kaya yang kekayaannya begitu fantastis. Tidak cuma itu, orang-orang kaya ini juga sekarang memiliki kekuasaan baik secara langsung atau tidak yang mengendalikan politik.

“Belum pernah terjadi begitu banyak konsentrasi kepemilikan, sektor demi sektor, kekuatan Wall Street,” kata Sanders. “Orang-orang di atas memiliki kekuatan politik sebesar itu. Kita tidak bisa keliling dunia dan berkata, ‘Oh, tahukah Anda, di Rusia Putin punya oligarki.’ Nah, oligarki juga ada di sini,” kata Sanders.

Bagi Sanders, yang tampak dalam kutipan pidatonya itu, bahwa sekarang Amerika tidak lebih baik daripada Rusia di bawah Putin yang telah berkembang menjadi negeri oligarki yang dalam. Yang menggabungkan kekuasaan ekonomi dan politik menjadi satu di tangan segelintir elit – elit yang sangat dekat dengan Putin, dan harus mendukung kekuasaan Putin tanpa syarat.

Sanders mengecam pengaruh orang-orang kaya pada pemilu lalu dengan mengatakan bahwa “miliarder menghabiskan banyak uang untuk memilih kandidat mereka”. Lanjutnya, “Pada tahun 2024, hanya 150 keluarga miliarder yang menghabiskan hampir 2 miliar dolar untuk membeli kandidat.”

Keprihatinan Biden dan Sanders dirasakan oleh banyak warga dan simpatisan Demokrat. Tapi apa mau dikata, nasi sudah jadi bubur. Amerika telah terperosok menjadi negara dengan kesenjangan yang sangat besar. Sedikit orang menguasai sumber daya yang sangat besar, sementara di banyak tempat banyak warga tidak punya asuransi kesehatan serta untuk bisa makan terpaksa harus menunggu kupon jatah ransum dari pemerintah.

Gerakan melawan kesenjangan yang meminggirkan mayoritas warga ini sudah lama muncul. Pada tahun 2011, misalnya, muncul gerakan bernama “Occupy Wall Street” selama hampir dua bulan di Kota New York yang dilakukan oleh kelompok kiri. Namun setiap kali ada gerakan atau opini yang berpihak pada orang miskin maka para pembela kapitalisme dan demokrasi liberal akan memberikan label kepada mereka sebagai “kaum sosialis”.

Kaum yang menamakan diri kelompok 99% ini – nama yang diambil dari mayoritas orang miskin dan menderita, yang dikontraskan dengan kaum 1% kelompok super kaya – mengecam dengan keras lebarnya jurang kaya-miskin yang terjadi di Amerika. Ketidakadilan ini bersifat struktural akibat kebijakan yang dibuat oleh negara. Sementara kelompok super kaya 1% semakin kaya, di pihak lain kelompok 99% kaum miskin semakin miskin dari hari ke hari.

Patut disayangkan, karena kaum kiri yang menginisiasi gerakan “Occupy Wall Street” itu tidak langsung membongkar dan menyerang sumber kesenjangan, maka gerakan mereka seperti tak berbekas. Terkesan aktivisme mereka hanya untuk mendapatkan liputan media tanpa mengubah secara mendasar bangunan yang memunculkan kesenjangan. Yang lebih ironis, setelah dua bulan berdemonstrasi dengan nama yang gagah, “Duduki Wall Street”, sebuah nama yang menjadi simbol pusat finansial dan kapitalisme global, gerakan itu hilang secara perlahan.

Mestinya mereka tidak hanya menyerang kapitalisme tetapi juga mengusulkan dibubarkannya demokrasi yang menjadi anak kandung kapitalisme. Anak kandung ini dalam perjalanannya memperkuat posisi kapitalisme melalui kebijakan yang berpihak ke kaum 1%. Bahkan tidak jarang anak kandung ini jauh lebih digdaya dan berkuasa daripada induknya.

Tapi itu tidak terjadi. Para aktivis memandang demokrasi merupakan entitas yang terpisah dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kapitalisme. Fokus mereka menyerang sistem ekonomi dan sama sekali tidak menyerang sistem politik yang memperkuat kedudukan sistem ekonomi yang melahirkan kesenjangan yang lebar.

Para aktivis yang mulai sadar bahwa kapitalisme ternyata cuma ideologi gombal yang melahirkan ketidakadilan ekonomi, paling tidak mereka turun ke jalan untuk mengubah keadaan dan memantik kesadaran publik dengan retorika ketidakadilan dan yel-yel yang heroik. Mereka jauh lebih nyata tindakannya daripada politisi Demokrat yang hanya bisa omon-omon dan omon-omon mereka pun sangat palsu dan dangkal.

Jangan-jangan kaum Demokrat cuma iri saja ke partai Republik yang kini penuh diisi pengusaha-pengusaha super kaya seperti Elon Musk dan Mark Zuckerberg. Mungkin lain cerita bila para pengusaha kaya itu mendukung partai mereka. Dugaan ini sangat kuat muncul bila kita memperhatikan secara seksama isi kritik mereka ke oligarki.

Tidak ada hujan tidak ada angin, kok tiba-tiba komplain dengan munculnya oligarki. Seperti orang yang komplain bahwa cabe itu pedas. Pretlah! ***