Dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Jokowi di Polda Metro Jaya, polisi bergerak cepat menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Sementara dalam kasus laporan TPUA di Bareskrim, lembaga ini menunjukkan keengganan untuk memeriksa ijazah Jokowi menggunakan teknologi yang seharusnya. Bareskrim dengan segera menyatakan ijazah Jokowi asli dan menghentikan penyelidikan.
Situasi ini membuat rakyat kehilangan harapan dan marah. Mengapa hukum sebagai benteng terakhir semua warga negara dalam mencari keadilan kini semakin jauh bahkan telah dinistakan oleh aparat penegak hukum sendiri. Kondisi ini sangat rentan menimbulkan ledakan kerusuhan karena perasaan ketidakadilan sudah dirasakan sampai masyarakat bawah.
Setelah kasus ijazah palsu Jokowi naik ke tingkat penyidikan, paling tidak ada empat hal penting yang sangat menarik perhatian publik. Pertama, Jokowi tetap ngotot mengatakan Kasmudjo adalah dosen pembimbing akademiknya. Padahal Kasmudjo mengatakan tahun 1980 ketika Jokowi baru masuk UGM, golongan atau kepangkatan akademiknya tidak memungkinkannya untuk menjadi pembimbing akademik.
Kedua, pemeriksaan Jokowi atas laporannya di Polda Metro Jaya tidak dilakukan di Jakarta setelah sebelumnya Jokowi menunda pemeriksaan karena alasan sakit. Tentu ini menimbulkan protes di tengah masyarakat karena Jokowi mendapatkan keistimewaan. Padahal kedudukan Jokowi di hadapan hukum seharusnya tidak lebih dan tidak kurang dengan warga negara yang lain.
Penundaan pemeriksaan dengan alasan sakit sangat sulit diterima akal sehat karena Jokowi sangat aktif wara-wiri mengikuti berbagai macam acara. Belum lama ini dia baru pulang liburan dari Bali dan mengikuti acara PSI di Solo. Tetapi mengapa ketika berurusan dengan hukum, dia mengatakan sedang sakit.
Yang tidak kalah kontroversialnya, mengapa Polda Metro Jaya yang berkantor di Jakarta harus mengikuti kehendak Jokowi agar pemeriksaannya berlangsung di Solo? Ini tentu berkaitan dengan anggaran negara yang digunakan oleh para penyidik yang seharusnya tidak perlu dihambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak pada tempatnya.
Dalam pemeriksaan di Solo itu, penyidik tampak sedang ngobrol-ngobrol biasa di sebuah ruangan yang mirip kafe. Dalam ruangan itu tidak hanya Jokowi dan penyidik yang hadir, tetapi juga banyak orang lain yang duduk di kursi dan meja lain di dalam ruangan itu. Kejadian ini menimbulkan kemarahan publik. Ini sesungguhnya pemeriksaan hukum yang serius atau apa? Mengapa Jokowi begitu diistimewakan oleh kepolisian yang diketuai oleh Litsyo Sigit Prabowo itu?
Ketiga, pada hari Ahad, 26 Juli 2025 Jokowi tampak menghadiri reuni alumni Fakultas Kehutanan angkatan tahun 1980. Tidak hanya hadir, dalam acara itu Jokowi diberikan panggung untuk memberikan pidato yang menyinggung soal politik dan kasus ijazah palsunya. Jokowi mengatakan kembali bahwa Kasmudjo adalah dosen pembimbingnya, meskipun tidak sepesifik mengatakan dosen pembimbing akademik.
Keempat, pertemuan antara Jokowi dan Prabowo di Solo setelah Prabowo menghadiri acara PSI. Dalam foto yang beredar luas di masyarakat, tampak Prabowo didampingi oleh tiga orang lainnya di satu deretan kursi dan di seberang meja terdapat Jokowi, Iriana dan Gibran. Foto ini ditafsirkan oleh netizen sebagai Prabowo sedang memberikan laporan ke Jokowi, padahal Jokowi bukanlah atasan Prabowo. Atau memang de facto Jokowi masih menjadi atasan Prabowo? Demikian publik bertanya dengan nada getir.
Empat peristiwa ini memberikan clue kira-kira seperti apa dan mau ke mana arah kasus ijazah palsu ini yang sudah menjadi peristiwa hukum dan pidana, dan menarik perhatian rakyat secara nasional. Dari pihak Jokowi, tampak dia semakin panik menghadapi kasus ini. Itu sebabnya dia menggunakan pengaruhnya di pemerintahan Prabowo di banyak institusi yang masih dia kendalikan.
Rakyat membaca Jokowi semakin tertekan secara mental sehingga dia semakin ekstrem memamerkan pengaruh dan kekuasaannya di pemerintahan Prabowo. Jokowi ingin menunjukkan ke publik, terkhusus ke pendukungnya yang rata-rata orang desa tidak berpendidikan korban bansos, bahwa segala sesuatunya berjalan baik dan dia masih berkuasa.
Ini penting dilakukan Jokowi karena dia sangat paham bahwa politik dalam banyak hal selalu berkaitan dengan citra atau kesan, bukan susbstansi dan kebenaran hakiki. Jokowi sedang menciptakan kesan bahwa di masih menjadi penguasa de facto dan masih mampu mengendalikan banyak institusi penting dalam pemerintahan Prabowo.
Dengan gestur politik ini Jokowi mengirim pesan bahwa dinastinya masih berkuasa dan Gibran akan melanjutkan kekuasaannya setelah selama 10 tahun mengacak-acak republik. Dia juga ingin mengatakan bahwa dia serius sedang mempersiapkan Gibran untuk Pilpres 2029 dan menjamin bahwa Gibran pasti menang.
Pesan meyakinkan ini wajib dikirimkan ke para pendukungnya agar semakin loyal. Tidak boleh ada keraguan, tidak boleh ada perubahan pikiran. Semuanya berjalan baik dan normal. Semuanya terkendali di bawah pengaruh Jokowi. Itu sebabnya para pendukung fanatiknya harus tetap on the track dalam mencapai agenda politik dinasti Jokowi.
Sedangkan kepada lawan-lawan politik dan para aktivis yang mempermasalahkan ijazahnya, Jokowi ingin mengatakan bahwa “kalian tidak mungkin menang karena Prabowo berada di pihak saya. Prabowo masih di bawah kontrol saya. Kalian semua akan berakhir di penjara seperti Bambang Tri dan Gus Nur.”
“Apakah kalian begitu bodoh tidak bisa melihat bahwa Prabowo begitu takzim menghadap keluarga saya untuk memberikan laporan? Boleh Prabowo menjadi presiden, tetapi yang berkuasa tetap saya. Tetap yang mengendalikan negara ini adalah keluarga saya. Jadi kalian dalam masalah besar bila terus-menerus berseteru dengan saya dan keluarga saya.”
Semua yang dilakukan Jokowi sekarang adalah untuk kelangsungan dinasti politiknya yang dia ingin wariskan ke Gibran dan Kaesang. Gibran sudah dia dudukkan menjadi wapres dengan cara haram dan penuh kecurangan, sedangkan Kaesang dan partai berlambang gajah itu sedang dia persiapkan untuk misi menyelamatkan dirinya dari serangan yang semakin ganas.
Ini sudah yang kesekian kali publik tidak henti-hentinya mengingatkan Prabowo untuk eling lan waspodo dalam menghadapi Jokowi. Semakin dia membiarkan Jokowi bermanuver dan intensif melakukan konsolidasi, maka akan semakin merugikan tidak saja diri dan pemerintahannya, tetapi juga bangsa dan negara secara umum.
Kecuali memang Prabowo sudah sangat merasa nyaman dengan posisi sekarang. Bahwa pemerintahannya adalah betul Jokowi tiga periode, dia adalah tetap anak buah Jokowi, dan keadilan untuk rakyat bukanlah hal yang penting. Sikap diamnya dan begitu takzimnya ke Jokowi setelah hampir 10 bulan berkuasa menunjukkan itu.Boleh Prabowo membantah dengan berbagai cara bahwa de facto dia sekarang memang anak buah Jokowi, tetapi fakta tidak bisa bohong. Biarkan fakta berbicara sendiri. ***