Tatanan dunia dalam semua bidang kini berubah total. Pemahaman atasnya porak poranda sehingga memerlukan konsep baru yang lebih canggih yang bisa menjelaskan fenomena ini. Inilah gejala yang sama sekali baru dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya karena berubahnya arsitektur ekonomi dan teknologi yang berpengaruh pada tatanan politik, filsafat dan budaya.
Terjadi disekuilibrium atau ketidakseimbangan dalam banyak bidang. Dalam bidang ekonomi, terjadi kesenjangan antara jumlah lulusan universitas dengan ketersediaan lapangan kerja. Tidak cuma itu. Setelah bekerja, para lulusan ini mendapatkan gaji yang sangat kecil padahal biaya yang dikeluarkan untuk kuliah jumlahnya besar.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, tetapi juga terjadi di negara-negara ekonomi maju. Di Amerika, sudah lama terjadi lulusan dengan gelar MBA tidak mendapatkan pekerjaan. Sedangkan penyandang gelar PhD terpaksa menganggur karena gelarnya terlalu tinggi untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis dan klerikal, sementara lowongan untuk menjadi peneliti dan dosen di universitas tidak tersedia.
Dalam bidang sosial, terjadi perubahan pola interaksi di dalam masyarakat dan keluarga. Meluasnya telepon pintar yang bisa melakukan banyak hal mulai dari menonton siaran langsung berita internasional, menelepon lewat jaringan internet ke seluruh dunia, dan interaksi tanpa batas di media sosial membuat ruang dan waktu tidak lagi relevan.
Siaran radio dan televisi internasional kini tidak hanya bisa diakses melalui website stasiun radio dan televisi bersangkutan, tetapi juga banyak di antaranya yang sudah melakukan siaran lewat platform video sharing Youtube. Penonton sangat dimudahkan mencari stasiun televisi karena tersedia dalam satu platfrom digital. Banyak di antara televisi-televisi internasional melakukan siaran langsung real time di Youtube.
Dampak dari perkembangan ini sangatlah besar secara sosial dan politik. Ketika perang Ukraina mulai berkecamuk, yang disebut Presiden Putin sebagai “operasi khusus” untuk “melindungi rakyat” Rusia, perang komunikasi dan propaganda antara Rusia dan sekutu (Cina, Iran, Korut) melawan Ukraina dan sekutu (AS, NATO) membanjiri hampir semua platform internet termasuk Youtube. Karena terjadi kondisi komunikasi yang asimetris akibat penguasaan Barat terhadap infrastruktur komunikasi, maka Rusia mulai mencari cara untuk bisa menembus kebuntuan propagandanya.
Rusia lewat jaringan televisi internasionalnya, Rusia Today (RT), melakukan siaran langsung 24 jam lewat Youtube untuk melengkapi siaran di website miliknya. Siaran Bahasa Inggris RT banyak ditonton oleh komunitas internasional dan mampu mengimbangi propaganda Barat. RT membantah dan memberikan perspektif berbeda mengenai perang di Ukraina yang dikecam Barat sebagai kebohongan Rusia.
Barat tidak bisa lagi membendung arus informasi tandingan dari Rusia yang semakin banyak dikonsumsi oleh komunitas internasional. RT memberikan perspektif berbeda mengenai perang yang sedang terjadi. RT menyiarkan dokumenter mengenai sejarah Ukraina dalam kaitannya dengan imperium Rusia di masa lampau, masuknya Barat dan provokasinya ke Ukraina, dan informasi-infromasi meyakinkan lainnya yang membuat Barat gerah.
Selain dalam bidang penyiaran, perkembangan besar juga terjadi dalam komunikasi antarpribadi. Kini masyarakat bisa menelepon menggunakan aplikasi Whatsapp, Telegram atau bahkan Facebook untuk berkomunikasi dengan kawan atau keluarga di mana saja di seluruh dunia yang punya jaringan internet. Tidak diperlukan lagi menelepon menggunakan SLJJ (Sambungan Langsung Jarak Jauh) yang memakan biaya besar. Disrupsi teknologi yang memangkas atau bahkan menghapus biaya secara radikal ini membuat pola komunikasi dan hubungan sosial berubah total.
Perkembangan besar ini, yaitu kemudahan dalam berkomunikasi akibat tersedianya teknologi komunikasi, melahirkan apa yang disebut oleh teoretisi media Marshall McLuhan sebagai “global village” (desa buana) (1964) karena menihilkan jarak dan waktu yang sebelumnya membatasi komunikasi antarbangsa. Munculnya komunitas internasional, meskipun hanya bersifat maya (virtual), telah mengubah wacana dan pemahaman kita akan komunikasi internasional dan komunikasi antarbudaya.
Dalam bidang budaya, komunikasi antarbangsa dengan komunitas internasional yang difasilitasi oleh teknologi komunikasi terbaru ini, mempercepat kesepahaman antarbudaya. Budaya yang berbeda tidak lagi dianggap asing karena para pelaku komunikasi tidak hanya mendapatkan exposure mengenai budaya lain, tetapi juga menjadi bagian dari proses komunikasi tersebut.
Kini pemilik akun Facebook dengan gampang mendapatkan kawan dari seluruh dunia dan menjadi komunitas atau jaringan tertentu yang dia inginkan. Seorang dosen atau peneliti dengan gampang mendapatkan kawan dari universitas di luar negeri, bertukar informasi, dan juga mungkin bisa melakukan kerja sama dalam proyek penelitian.
Namun ini adalah cerita-cerita baik mengenai disrupsi teknologi yang digerakkan oleh kapitalisme lanjut. Cerita sebaliknya tentu tidak kalah banyak, terutama dalam bidang budaya, yang membuat kehidupan seniman musik berubah banyak.
Seniman musik di seluruh dunia mengalami tantangan besar karena file sharing di internet membuat industri musik hampir mati total. Kini musik dengan gampang dibajak dan disebarkan di internet yang membuat industri musik, khususnya industri rekaman, gulung tikar. Netizen mengunggah file musik mereka dalam bentuk pseudo video di Youtube dengan harapan pemilik akun mendapatkan penghasilan melalui skema monetisasi karena ditonton banyak orang.
File video ini bisa dikonversi menjadi file audio seperti MP3. File audio ini juga bisa disebarkan lewat platform file sharing lainnya. Dengan arsitektur dunia digital seperti ini, maka industri rekaman musik yang memproduksi CD langsung sekarat dan tak pernah bangkit lagi.
Perkembangan baru ini sangat menyulitkan para musisi karena mereka tidak bisa lagi mendapatkan penghasilan dari hasil rekaman baik dalam bentuk penjualan lagu langsung atau royalti. Mereka akhirnya memperbanyak show, mengisi acara, dan main di kafe-kafe. Di Manila, Tokyo dan Seoul, misalnya, di mana budaya kafe dan live music menjamur, perkembangan ini cukup membantu para musisi. Hal berbeda terjadi di Jakarta di mana budaya kafe dan live music masih dalam tahap perkembangan awal.
Khusus musisi-musisi jazz sekolahan yang tamat dari perguruan tinggi, mereka belajar di bangku kuliah selama bertahun-tahun. Namun setelah tamat, mereka kesulitan mendapatkan tempat mentas. Ini terjadi di Amerika. Kalaupun dapat tempat mentas di suatu kafe atau pub, penghasilan mereka tergolong kecil, sekitar 70 dolar untuk sekali main. Jumlah ini tergolong kecil jika melihat biaya hidup seperti membayar apartemen, listrik, air, makanan, dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya.
Kesenjangan antara sumber daya atau modal yang dikeluarkan dengan pemasukan yang didapatkan ini tentu secara ekonomi tidak sehat. Bagaimana para musisi akan menekuni profesi mereka bila tidak bisa mendapatkan imbalan yang memadai untuk menopang hidup? Inilah di antara persoalan musisi jazz di Amerika sekarang. Kondisi ini membuat mereka memperkirakan dengan perasaan yang pesimis bahwa suatu saat nanti jazz akan mati.
Disekuilibrium ini nyata adanya di Amerika. Hal yang tidak terjadi di masa-masa sebelumnya.
Melihat fakta-fakta sosial, ekonomi, politik dan budaya ini, para pemikir Marxis yakin bahwa ketidakseimbangan ini adalah bagian inheren dari kapitalisme lanjut. Mereka berpendapat bahwa kapitalisme akan mati dengan sendirinya karena adanya kontradiksi internal. Kematian kapitalisme adalah kematian alami karena sistem yang dibangunnya suatu ketika akan mengalami ketidakseimbangan yang menghasilkan implosi atau ledakan dari dalam.
Istilah kapitalisme lanjut (Spätkapitalismus) pertama kali diperkenalkan oleh ekonom dan sejarawan Jerman Werner Sombart dalam bukunya Der Moderne Kapitalismus (Kapitalisme Modern) yang membagi tahap-tahap kapitalisme ke dalam empat tahapan, yaitu: 1) masyarakat kapitalis pertama yang berlangsung mulai dari awal abad pertengahan sampai tahun 1500; 2) kapitalisme awal, mulai tahun 1500 hingga 1800; 3) masa kejayaan kapitalisme (Hochkapitalismus) yang berlangsung mulai tahun 1800 sampai Perang Dunia I; dan 4) kapitalisme lanjut (Spätkapitalismus) yang berlangsung mulai Perang Dunia I hingga sekarang.
Buku yang terbit tahun 1902 hingga 1927 ini adalah magnum opus Sombart. Kelak Sekolah Kritis Frankfurt mempopulerkan istilah kapitalisme lanjut dan kemudian mendunia setelah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi late capitalism. Kini istilah kapitalisme lanjut digunakan dengan berbagai makna oleh penulis yang berbeda-beda.
Bisa jadi apa yang sedang berlangsung sekarang bukan cuma disekuilibrium tetapi juga pada saat yang sama munculnya ekuilibrium baru dengan tatanan yang baru. Di satu sisi kapitalisme lanjut, yang menopang munculnya penyebaran teknologi ke seluruh dunia, memunculkan ketidakseimbangan yang berakibat negatif pada berbagai bidang, namun di sisi lain kapitalisme lanjut juga membawa keseimbangan baru yang positif.
Baik Marxisme maupun kapitalisme kelihatannya tidak sepenuhnya mampu memahami dan membaca jalannya sejarah dengan baik. Karena sejarah tidak berjalan seperti yang mereka teorikan. Bila Marxisme percaya kapitalisme akan mati dengan sendirinya, namun sebaliknya kapitalisme percaya bahwa justru Marxisme/sosialisme yang tidak akan bisa bertahan hidup.
Bubarnya Uni Soviet dan runtuhnya Tembok Berlin ternyata bukan “akhir sejarah” seperti dipercayai oleh ilmuwan politik Francis Fukuyama (1992), namun hanya sekadar disekuilibrium atau keseimbangan baru dalam perjalanan sejarah yang panjang. Kebangkitan Cina yang menjadi rival utama Amerika membuktikan bahwa sistem politik komunis ternyata bisa bersanding dengan sistem ekonomi pasar yang membuat ekonomi dan teknologi Cina tumbuh dengan pesat. ***
No comments:
Post a Comment
Thanks for visiting my blog.