Saturday, February 22, 2025

Demo Indonesia Gelap Menggelegar, Waktu Prabowo Telah Habis

Perspektif KBA News, Sabtu, 22 Februari 2025

Buni Yani

Belum lama berselang setelah pemerintahan Presiden Prabowo menjalani “fit and proper test” 100 hari kerja, demonstrasi bermunculan di seluruh Indonesia menolak kebijakannya yang dianggap zalim dan masih merupakan representasi kepentingan oligarki peninggalan Jokowi. Mahasiswa menuntut 13 hal dalam demo nasional yang diberi tajuk “Indonesia Gelap”.

Mahasiswa menuduh Prabowo biang kegelapan Indonesia. Mahasiswa menolak efisiensi anggaran pendidikan yang akan memberatkan dunia pendidikan, termasuk uang kuliah mereka. Kata mahasiswa dalam salah satu posternya, ini bukan efisiensi tetapi “efisienshit”. Kata ini sangat vulgar dan tajam menggambarkan kemarahan mereka.

Intinya, mahasiswa menyamakan kebijakan efisiensi anggaran Prabowo itu sama dengan—maaf—“shit”. Dalam Bahasa Inggris kata “shit” artinya “tai” atau “kotoran” yang keluar dari anus manusia dan hewan.

Mahasiswa paham bahwa langkah efisiensi anggaran negara ini disebabkan karena keuangan negara dalam keadaan sulit. Keuangan negara dalam keadaan sulit disebabkan oleh salah kelola negara selama 10 tahun Jokowi memerintah. Jokowi menumpuk hutang, membangun infrastruktur yang tidak berguna dan tepat sasaran, dan ada infrastruktur yang hanya dibangun untuk memuaskan ambisi, kegilaan dan megalomania pribadi Jokowi sendiri seperti pembangunan IKN. Padahal para ahli sudah memberikan peringatan bahwa IKN tidak layak berdasarkan hampir semua pertimbangan rasional.

Tidak cuma itu, mahasiswa meneriakkan dalam orasi mereka dengan suara yang menggelegar: Lawan Prabowo! Kini Prabowo tidak punya lagi grace period politik, berharap publik akan memaafkan lagi kesalahan-kesalahannya. Waktunya sudah habis. Oposisi sejak 10 tahun lalu marah, rakyat yang sudah lama menderita marah, dan kini mahasiswa yang sudah lama tidur juga ikut marah.

Selama 100 hari pertama pemerintahannya, para aktivis anti Jokowi selama 10 tahun ini berusaha memahami, memaafkan, dan mencari pembenaran atas apa pun kebijakan Prabowo. Para aktivis ini dulu banyak yang mendukung Prabowo pada Pemilu 2019 karena ketika itu Prabowo dianggap mewakili kemarahan publik pada Jokowi.

Para aktivis selama ini mencoba memahami dan memaafkan komposisi kabinet yang diisi banyak sekali “jongos” Jokowi dan pengangkatan pejabat seperti Miftah, Rafi Ahmad dan Bahlil, di antaranya, yang dinilai cacat moral dan tidak punya kemampuan. Belum lagi pengangkatan para buzzer penjilat Jokowi yang selama ini bertugas memecah-belah bangsa kemudian mengisi jabatan tinggi di beberapa kementerian.

Para aktivis berusaha bersabar dan menarik napas dalam-dalam mengenai ketidakmampuan Gibran “Fufufafa” bin Mulyono anak haram konstitusi. Gibran jelas di bawah standar. Grammar sederhana yang diucapkan dalam percakapan sehari-hari pun dia tak mampu. Kata “para” tidak pernah mempunyai bentuk repetisi atau pengulangan lalu menjadi kata “para-para“. Karena hal-hal mendasar ini, para aktivis yakin bahwa Gibran, sama dengan Mulyono, ijazahnya tidak hanya bermasalah, misterius dan meragukan, tetapi juga palsu.

Para aktivis berusaha menarik garis tegas antara Prabowo yang dulu mereka pernah dukung dengan Gibran anak haram konstitusi. Mereka masih memaafkan diri-sendiri karena mendukung Prabowo yang digandoli Gibran anak haram konstitusi. Alasannya, yang mereka dukung itu Prabowo yang dulu sempat mereka hormati dan menjadi simbol perlawanan terhadap Jokowi yang zalim. Yang mereka dukung itu Prabowo, bukan Gibran.

Namun teriakan “hidup Jokowi” oleh Prabowo pada acara hari ulang tahun Gerindra baru-baru ini membuat toleransi dan kesabaran publik tak ada yang tersisa. Tidak cuma itu, pada acara itu juga ada nyanyian “terima kasih Jokowi” yang mengangkat kembali Jokowi ke level ketinggian dan kemuliaan setelah habis diganyang OCCRP dengan predikat salah satu presiden terkorup di dunia.

Prabowo dan Gerindra dianggap menjadi mesin pencuci dosa Jokowi selama 10 tahun. Sementara rakyat banyak, mahasiswa dan aktivis mendesak agar Jokowi segera diadili karena kezaliman dan dosa-dosa politiknya selama 10 tahun berkuasa secara bengis, justru Prabowo mengatakan “hidup Jokowi” dan “terima kasih Jokowi”.

Publik melihat sekarang paradoks itu ada dalam diri Prabowo sendiri, bukan lagi pada Indonesia—seperti judul buku yang pernah ditulisnya. Sementara OCCRP, rakyat banyak, mahasiswa, dan aktivis menganggap Jokowi itu penjahat yang harus diseret ke meja hijau, Prabowo justru memuja-mujinya dengan sangat berlebihan dan—maaf—menjijikkan!

Waktu Prabowo telah habis. Dia kini harus menghadapi realpolitik. Dia harus menghadapi hantaman dari berbagai front sekaligus. Front rakyat, front aktivis, dan front mahasiswa kini bersatu membenci langkah-langkah politik dan kebijakan Prabowo. Yang tadinya kebencian itu terfokus ke Jokowi, para begundal dan buzzer, kini kebencian itu sudah menyasar Prabowo sendiri.

Di Yogyakarta, tuntutan mahasiswa pada puncak demo hari Kamis, 20 Februari 2025 bisa jadi di luar prediksi inner circle Prabowo. Para mahasiswa di Kota Gudeg menuntut Prabowo-Gibran mundur, tuntutan paling maju dibandingkan dengan demo di kota-kota lain. Tuntutan mundur ini tinggal menunggu titik ledak sehingga menjadi bola salju yang menggelinding ke kota-kota lain.

Pada Jumat malam, 21 Februari 2025, saat tulisan ini hampir selesai dikerjakan, sebelum terbit pada Sabtu pagi, demonstrasi di Jakarta masih tetap besar dan bahkan berubah ricuh. Demonstrasi di kota-kota lain juga tidak surut, bahkan cenderung membesar. Mengutip pengamat, BBC memberitakan legitimasi Prabowo “sudah oleng” dengan besarnya demo dalam pemerintahannya yang baru saja melewati 100 hari bulan madu.

Apakah perkembangan terbaru ini menunjukkan Jokowi telah berhasil memerangkap Prabowo sehingga tidak bisa keluar lagi, para aktivis percaya itulah yang terjadi. Jokowi telah berhasil menarik Prabowo menjadi sasaran tembak sehingga dia bukan satu-satunya yang akan menjadi obyek kemarahan rakyat. Atau, bahkan Jokowi telah berhasil menarik Prabowo menjadi sasaran amuk massa sehingga dia akan bebas dari semua ancaman pengadilan dan kemarahan rakyat.

Seorang tokoh nasional dan sahabat baik Prabowo selama puluhan tahun mengatakan sekarang Prabowo sudah banyak berubah. Langkah-langkahnya tidak masuk akal dan sepertinya Prabowo berada di bawah pengaruh pembisik anti rakyat, jongos oligarki, dan sekutu Jokowi yang sudah melakukan infiltrasi ke dalam lingkar dalam Prabowo. Tidak tampak Prabowo yang dulu dia kenal ketika berjuang bersama dalam beberapa kali pemilu.

Apa pun itu, Prabowo sudah dengan sadar memilih posisi politiknya. Apakah dia sudah menghitung risiko politiknya, belum tentu. Yang jelas dia sekarang sudah kehabisan waktu, dan maaf pun sudah tak bersisa. Kini Prabowo harus menghadapi realpolitik—politik di lapangan yang kontur dan kedalamannya susah diukur. ***


Tuesday, February 18, 2025

Budaya Non Material sebagai Basis Epistemologi Islam

Perspektif KBA News, Sabtu, 15 Februari 2025

Buni Yani

Budaya dan peradaban di dunia yang masih bertahan dan dikenal hingga kini pastilah ada medium, wadah atau jendela yang memperkenalkannya ke umat manusia. Kalau tidak dalam bentuk artefak budaya material yang tampak mata, maka wujudnya bisa jadi dalam bentuk budaya non material yang tak tampak mata.

Meskipun budaya dan peradaban Romawi, India, dan Cina, sebagai contoh, sudah berumur ribuan tahun, tetapi karena budaya dan peradaban negeri-negeri itu terekam dengan baik dalam bentuk budaya material dan non material, maka kita masih bisa menyaksikan dan mempelajari peninggalan-peninggalan sejarah dan arkeologis mereka.

Sebaliknya, meskipun sebuah budaya dan masyarakat belum lama muncul—misalnya hanya puluhan tahun saja—tetapi karena tidak meninggalkan jejak budaya material atau non material, maka hampir bisa dipastikan budaya dan masyarakat tersebut tidak dikenal oleh dunia luar, atau bahkan oleh masyarakat penerusnya sendiri.

Budaya material bisa berupa bangunan megah dan legendaris seperti candi Borobudur yang sudah berumur hampir 1300 tahun, Pantheon di Roma yang sudah berumur hampir 2000 tahun, stupa Sanchi di India yang sudah berumur 2300 tahun, dan pagoda Songyue di Cina yang sudah berumur 1500 tahun.

Para ilmuwan beruntung karena bangunan-bangunan itu masih kokoh berdiri. Namun sebagian besar bangunan-bangunan penting di dunia telah roboh diterjang zaman sehingga tidak bisa lagi dipelajari secara seksama, apa lagi ditempati atau digunakan oleh generasi penerusnya. Inilah salah satu kelemahan budaya material. Karena berbentuk fisik, maka tidak bisa diteruskan atau ditransmisikan ke generasi penerus.

Sebaliknya, budaya non material yang tak tampak mata seperti agama, bahasa, dan kebiasaan, bisa lebih tua umurnya karena bisa ditransmisikan dari generasi ke generasi. Hal ini yang membuat agama-agama kuno seperti Yahudi dan Majusi, sebagai contoh, masih bisa ditemukan hidup di zaman sekarang. Ajaran kedua agama itu diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya sehingga bersambung tanpa henti.

Kitab suci agama Islam, al-Qur’an, yang ditransmisikan melalui budaya lisan masyarakat Arab Quraisy, dipandang sebagai dokumen sejarah paling otentik karena tersambung melalui hapalan pemeluknya sampai ke Rasulullah SAW. Proses pembukuannya dilakukan kemudian ketika para penghapal al-Qur’an banyak yang meninggal dunia terutama dalam perang.

Dalam tradisi Islam, yang menjadi standar otentisitas al-Qur’an adalah hapalan lisan, bukan tulisan pada media seperti kulit, kertas, dan wadah lainnya. Karena doktrin inilah maka para ulama dan intelektual Islam dengan gampang bisa membantah bila ada dokumen al-Qur’an seperti manuskrip Sana’a yang terkesan berbeda dengan al-Qur’an yang kita dapatkan dewasa ini.

Para Islamolog Barat dan para orientalis menjadikan manuskrip Sana’a sebagai pintu masuk untuk menyerang Islam. Dalam naskah itu ada tulisan yang sudah dihapus dan diganti dengan tulisan baru, mirip seorang anak SD yang menghapus tulisannya di atas kertas lalu menggantinya dengan tulisan baru. Para sarjana Barat itu melakukan scan terhadap tulisan yang sudah dihapus itu dan menemukan bahwa tulisannya berbeda dengan tulisan ayat al-Qur’an penggantinya.

Kata para sarjana Barat itu, tulisan berbeda inilah yang menunjukkan bahwa al-Qur’an yang kita kenal sekarang tidak asli. Bahkan waktu yang belum lama dari zaman Rasulullah SAW sebagai penerima wahyu saja sudah ada perbedaan tulisan, apa lagi sekarang setelah al-Qur’an berumur 1400 tahun, kata mereka. Logika ini terkesan masuk akal.

Tetapi, sekali lagi, yang dijadikan patokan dalam Islam bukan tulisan, tetapi hapalan seperti dicontohkan Rasulullah 14 abad lalu. Tradisi lisan inilah yang juga kemudian menjadi kelebihan agama Islam dibandingkan dengan agama Nasrani dan Yahudi, misalnya. Nabi Isa dan Nabi Musa tidak memberikan perintah hapalan kepada pengikutnya ketika mendapatkan wahyu, berbeda dengan Nabi Muhammad SAW.

Bagi umat Islam, inilah salah satu mukjizat al-Qur’an selain dihapalkan oleh jutaan umat manusia di seluruh dunia. Sementara mukjizat Nabi Musa seperti membelah laut menggunakan tongkat atau mukjizat Nabi Isa yang bisa menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang sakit sudah tidak bisa lagi disaksikan, diakses dan dipelajari setelah kedua nabi Allah itu wafat.

Berbeda dengan al-Qur’an, yang merupakan budaya non material yang tak tampak mata, yang ditansmisikan melalui budaya lisan, hingga kini masih bisa dikaji oleh para sarjana di seluruh dunia. Para sarjana itu bisa menemukan nubuah al-Qur’an yang terbukti benar, kandungan ilmu pengetahuannya yang terlalu maju pada zamannya, kandungan sastranya yang tinggi yang tidak bisa disaingi oleh seluruh penyair di jazirah Arab, struktur bahasanya yang sangat ketat dan matematis, struktur wacananya yang sangat rapi, dan banyak lagi mukjizat lainnya.

Jadi, bila ada teori yang menempatkan budaya material di atas budaya non material oleh karena budaya material bersifat kasat mata yang bisa dikaji secara empiris dan positivistik, maka teori budaya Islam justru mengatakan hal yang berbeda. Epistemologi Islam berpendirian sebaliknya. Bahwa budaya non material jauh lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan budaya material. Kasus tarnsmisi al-Qur’an ini menjadi fundamen teoretiknya.

Tidak hanya itu, di dalam al-Qur’an sendiri juga disebutkan berulang kali dalam banyak ayat bahwa hal gaib yang bersifat non material mendapatkan derajat lebih tinggi dibandingkan dengan fakta material. Misalnya, al-Qur’an mengatakan bahwa kehidupan di akhirat (non material karena belum terjadi) jauh lebih baik daripada kehidupan di dunia (material karena sedang dijalani). Tentu saja kehidupan di dunia penting, tetapi derajat dan keutamaannya lebih rendah daripada kehidupan di akhirat.

Seharusnya epistemologi Islam harus berangkat dari cara berpikir al-Qur’an ini dalam memahami dunia dan kehidupan. Karena realitas yang tampak secara fisik ternyata jauh lebih banyak aspek misterinya yang belum diketahui oleh ilmu pengetahuan paling modern sekalipun. Tentu para fisikawan sangat paham masalah ini. ***

Saturday, February 8, 2025

Komunisme Mulai Mengalahkan Demokrasi Liberal, Indonesia dan Islam Posisi di Mana?

Perspektif KBA News, Sabtu, 8 Februari 2025

Buni Yani

Nada bicara intelektual Amerika mulai berubah seiring semakin tak terbendungnya Cina menjadi negara adidaya di dunia. Bandul bergoyang ke arah sebaliknya dengan berhembusnya angin ke arah komunisme/sosialisme. Fundamentalisme pendukung demokrasi liberal plus kapitalisme pasar bebas mulai semakin terdengar samar-samar dan tidak relevan.

Jeffrey Sachs, seorang luminari dunia akademi di Universitas Kolumbia New York, adalah salah satu intelektual yang kritis dan kerap mengeritik kebijakan pemerintah Amerika yang dia pandang tidak masuk akal. Dia mengeritik keterlibatan Amerika dalam perang di Ukraina melawan Rusia karena akan memicu perang nuklir yang akan menghancurkan bumi secara keseluruhan.

Sachs adalah pakar dalam bidang ekonomi pembangunan, makroekonomi global, dan kemiskinan. Dalam hal semakin redupnya Amerika yang semakin disalip kemajuan Cina, Sachs mengatakan hal ini adalah konsekuensi logis saja dari fokus masing-masing negara dalam kebijakan dalam dan luar negerinya.

Sachs mengatakan dalam 40 tahun terakhir, Cina fokus membangun ekonominya yang membuatnya kaya, sedangkan Amerika pada saat yang sama menyibukkan diri untuk menjadi penguasa dunia. Sementara Cina melakukan pembangunan dengan skala dan kecepatan yang tinggi, Amerika terus menyibukkan diri menjadi imperialis dan hegemon, lalu memerangi siapa saja yang dianggap sebagai lawan dan saingan, termasuk Cina.

Potongan wawancara Sachs dengan TV Turkiye, TRT, baru-baru ini kembali viral setelah start-up Cina, DeepSeek, secara tiba-tiba menghentak dunia artificial intelligence (kecerdasan buatan) yang merontokkan saham perusahaan-perusahaan teknologi informasi di Amerika. Aplikasi chatbot DeepSeek diunduh banyak pengguna karena dianggap alternatif untuk menyelesaikan banyak masalah, dan inilah yang menyebabkan popularitasnya meroket yang kemudian merontokkan saham perusahaan teknologi informasi di Amerika.

Produsen chip Amerika Nvidia kehilangan hampir US$ 600 miliar atau Rp 9.731,7 triliun (dengan nilai kurs Rp16.219 per dolar AS) pada Senin, 27 Januari. Kekayaan pendiri Nvidia Jensen Huang ikut menurun sejumlah US$ 20,1 miliar atau 20 persen. Merosotnya nilai Nvidia disebabkan karena terjadinya aksi jual di pasar saham. Pelaku pasar pindah melirik DeepSeek yang sedang naik daun.

Media melaporkan yang mengalami kerugian tidak hanya Nvidia tetapi juga perusahaan-perusahaan teknologi sejenis. Larry Ellison dari Oracle Corp disebut kehilangan US$ 22,6 miliar, atau sekitar 12 persen dari total kekayaannya, Michael Dell kehilangan US$ 13 miliar, dan Changpeng Zhao dari Binance kekayaannya menyusut menjadi US$ 12,1 miliar.

Popularitas Deepseek meroket karena perusahaan chatbot ini dibangun dengan biaya super murah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan pesaingnya di Amerika. Ini menimbulkan guncangan di pasar saham Amerika di mana pelaku pasar mulai mempertanyakan apakah perusahaan-perusahaan Amerika masih kempetitif untuk bersaing dengan start-up asal Cina itu.

DeepSeek hanya memakan dana sekitar 6 juta dolar (97 miliar rupiah) karena didukung oleh open source DeepSeek-V3, sementara OpenAI dan sejumlah perusahaan lainnya dikabarkan akan menyuntik US$ 500 miliar (Rp 8,1 ribu triliun) untuk membangun infrastruktur AI di Amerika. Dengan dana super jumbo itu, tak kurang Presiden Trump mengatakan bahwa proyek ini adalah yang terbesar dalam sejarah pengembangan teknologi Amerika.

Belum juga fenomena DeepSeek mulai mendingin, pekan ini tiba-tiba muncul start-up baru Cina bernama Qwen yang tidak kalah menghebohkan dibanding DeepSeek. Bila DeepSeek namanya meroket karena kemampuannya sebagai aplikasi chat AI berbiaya murah dengan kemampuan yang tinggi, maka Qwen milik Alibaba ini disebut memiliki kemampuan dan akurasi yang tinggi dalam membaca data dalam waktu yang singkat.

Ledakan DeepSeek dan Qwen harus dibaca sebagai menyebarnya kecerdasan ke seluruh dunia termasuk kecerdasan dalam memproduksi AI berbasis hitech. Amerika harus mengakui realitas bahwa negeri ini bukan lagi pusat dunia sekarang dalam dunia teknologi, khususnya teknologi informasi. Kemungkinan inovasi DeepSeek dan Qwen akan diikuti oleh penemuan-penemuan berikutnya di berbagai negara.

Ini dalam bidang teknologi. Dalam bidang politik dan kekuasaan juga nasib Amerika dan sekutu Baratnya mengalami tantangan yang tidak kecil menyusul lahirnya blok ekonomi baru BRICS yang kini keanggotaannya diperluas. BRICS meskipun fokus pada kerja sama ekonomi negara-negara berkembang, namun dampak politiknya juga tidak kecil terutama karena ambisi BRICS untuk menggantikan dolar Amerika dalam transaksi perdagangan internasional.

Ekspansi BRICS tidak hanya menyasar negara-negara Selatan, tetapi juga kini telah menarik minat anggota Uni Eropa seperti Turkiye dan Bosnia. Serangan BRICS langsung ke jantung Uni Eropa ini amatlah penting untuk diperhatikan karena Uni Eropa selama ini dikenal sebagai sekutu pakta pertahanan NATO dan selalu di bawah bayang-bayang hegemoni AS.

Pada saat yang sama, Jerman, sekutu lama Amerika di Eropa, sekarang sedang mengalami tranformasi besar dengan meningkatnya sentimen anti Amerika menjelang pemilihan umum pada akhir bulan Februari ini. Padahal Jerman masih menjadi lokasi penempatan 50 ribu pasukan AS menyusul keterlibatan Amerika dalam Perang Dingin dan runtuhnya Tembok Berlin.

Partai Alternative für Deutschland (AfD), partai dengan ideologi ekstrem kanan anti imigran Muslim, sangat getol mengkampanyekan sentimen anti Amerika. Partai ini semakin populer dan mendapatkan dukungan dari publik. Parti baru Bündnis Sahra Wagenknecht (BSW) yang berideologi kiri juga sama. BSW semakin populer karena kampanye anti Amerika yang mereka tawarkan ke rakyat Jerman.

TV Deutsche Welle memberitakan dua partai anti Amerika ini sangat yakin bisa mendapatkan ¼ suara dari total pemilih pada pemilu 23 Februari mendatang. Kedua partai ini kebanyakan mendapatkan dukungan di bekas Jerman Timur yang dulunya di bawah kekuasaan blok Timur (Uni Soviet) yang Komunis. Sedangkan pemilih pro Barat dan Amerika kebanyakan berada di wilayah yang dulunya Jerman Barat.

Bagi para politisi dari kedua partai tersebut, terpilihnya Trump di Amerika yang akan fokus ke dalam negeri, atau America first, adalah kesempatan untuk melepaskan diri dari pengaruh Amerika. Kata mereka, Jerman bisa meniru Amerika dalam hal ini untuk lebih mementingkan national interest sendiri daripada hanya berada dalam bayang-bayang pengaruh negara lain.

Sentimen anti Amerika ini tidak melulu disebabkan oleh perbedaan ideologi yang abstrak, tetapi juga disebabkan oleh hal-hal yang konkret, pragmatis, dan realistis. Yaitu partai-partai dan pemilih anti Amerika menginginkan Jerman menjauh atau setidaknya mengambil jarak dengan Amerika karena kedekatan ini telah menyulitkan hidup mereka.

Hal terakhir ini mengemuka setelah meletusnya perang Ukraina-Rusia yang menyebabkan pasokan gas dari Rusia ke Jerman diblok atas tekanan Amerika. Gas dari Rusia yang harganya lebih murah tidak boleh lagi masuk Jerman. Sebagai gantinya, Jerman harus memasok gas dari Amerika yang harganya lebih mahal.

Pembelian gas lebih mahal ini harus ditanggung rakyat Jerman yang membuat mereka protes ke pemerintah. Ada demo mengeritik pemerintah agar tidak usah ikut-ikutan dalam konflik Ukraina-Rusia kalau ujung-ujungnya menyengsarakan rakyat, dan rakyatlah yang harus menanggung biaya hidup lebih mahal.

Ini hanya gambaran singkat bagaimana dunia kini sangat banyak berubah. Kita bisa menemukan lebih banyak lagi fakta bagaimana perubahan ini akan mempengaruhi lanskap global di waktu-waktu mendatang.

Perubahan global dalam bidang ekonomi, politik dan teknologi ini semakin menunjukkan bahwa dunia sedang mengalami transformasi yang tidak kecil dalam 25 tahun terakhir. Lonjakan tranformasi ini semakin intensif terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Cina-Rusia sudah berani menantang Amerika. Rusia secara terbuka menantang AS dengan dikobarkannya perang terhadap Ukraina yang menjadi boneka AS di Eropa Timur.

Dalam bidang teknologi, di mana persaingan bisa lebih obyektif terjadi, kini AS mengalami tantangan yang tidak kecil.

Perkembangan terbaru ini tentu bisa mengantarkan kita untuk melakukan refleksi kritis, apakah betul demokrasi liberal dan kapitalisme pasar bebas adalah satu-satunya ideologi yang bisa membawa kemajuan dan kemakmuran bagi umat manusia? Francis Fukuyama kelihatannya harus merevisi tesis lamanya mengenai “berakhirnya sejarah” menyusul kemenangan demokrasi liberal dan tumbangnya komunisme/sosialisme.

Dalam bukunya The End of History and the Last Man (1992), Fukuyama mengatakan kemenangan demokrasi liberal menandai berakhirnya sejarah dan umat manusia yang hidup sekarang ini adalah umat manusia terakhir. Tidak akan ada lagi ideologi yang bisa menyaingi demokrasi liberal karena demokrasi liberal adalah ideologi terbaik yang pernah ditemukan umat manusia di atas muka bumi.

Kata Fukuyama, demokrasi liberal adalah bentuk pemerintahan terbaik. Evolusi pencarian ideologi sudah berakhir dengan menangnya demokrasi liberal. Demokrasi liberal sudah tidak punya lagi lawan karena lawan-lawannya sudah tumbang semua. Kini demokrasi liberal adalah ideologi dan sistem pemerintahan satu-satunya dan yang terbaik yang teruji oleh sejarah.

Kita mungkin mafhum dengan euforia intelektual Fukuyama yang kelihatan sangat tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Ini tak terlepas dari latar belakang bukunya yang terbit pada 1992. Bukunya terbit setahun setelah Uni Soviet bubar pada 1991, dan tiga tahun setelah Tembok Berlin runtuh pada 1989. Fukuyama mengambil kesimpulan yang hingga hari ini masih kontroversial.

Tetapi kini, dengan bangkitnya Cina dan memudarnya pengaruh Amerika, tesis Fukuyama semakin ditinggalkan dunia akademi.

Dengan teater global yang baru ini, kita juga seharusya bertanya, di mana posisi Indonesia dan Islam? Apakah akan begini-begini saja, cuma menjadi pengikut dua kekuatan dan dua ideologi besar itu?

Bagi Indonesia dan negara-negara Islam di dunia, baik demokrasi liberal (Amerika, Eropa dan sekutu) maupun komunisme (Rusia, Cina dan sekutu) yang berkuasa, sama tidak menguntungkannya. Indonesia dan negara-negara Islam harus bersatu dalam mencari jalan dan menentukan takdir sendiri.

Pemerintah di bawah Presiden Prabowo harus kembali menghidupkan semangat persatuan Konferensi Asia-Afrika 1955 untuk menggalang solidaritas negara-negara berkembang di Selatan. Transformsi global yang besar ini haruslah dijadikan kesempatan untuk menunjukkan peran Indonesia di panggung dunia, minimal di antara negara-negara Selatan.

Indonesia seharusnya bisa, tetapi tentu harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah-masalah di dalam negeri yang akan semakin ruwet bila tidak ada ketegasan dalam menyikapinya. Terutama dalam masalah hukum, pemerintah harus berani bertindak tegas dalam menegakkan keadilan meskipun melibatkan sekutu politik sendiri. ***

Saturday, February 1, 2025

Hypersurealisme Gaza dalam Labirin Amis Darah dan Pembersihan Etnis

Perspektif KBA News, Sabtu, 1 Februari 2025

Buni Yani

Surealisme Gaza melampaui surealisme. Surealisme Gaza adalah realitas dan fakta keras yang melampaui surealisme dalam mimpi dan imajinasi lepas para pelukis dan seniman avant-garde. Surealisme Gaza, kota koloni ilegal Israel dengan horor menghantui setiap detik, melampaui realisme dan surealisme sekaligus. Karenanya, Gaza kini adalah hypersurealisme.

Puing-puing bangunan putih dengan kerangka besi seolah mencakar langit setelah atap dan bagian atasnya tak bersisa akibat ledakan dahsyat bom tentara zionis Israel. Serpihan tembok yang masih berdiri seperti menunggu roboh dengan debu dan pasir di sana-sini memenuhi seantero kota. Kota Gaza seperti kerangka yang belum selesai dibangun.

Tetapi ini bukan “akan” dibangun, tetapi “sudah”. Sudah dibom!

Jalan dipenuhi bongkah-bongkah pecahan tembok, batu-bata, sampah, debu, dan… percikan darah. Keringat terus mengalir akibat udara panas menyengat. Tidak ada kipas angin dan pendingin ruangan. Listrik sudah lama tidak menyala. Air tidak mengalir. Anak-anak kecil mengais apa saja yang bisa dimakan untuk menyambung hidup.

Tentara Israel melakukan blokade, akibatnya warga tidak bisa keluar atau masuk kota. Penduduk Gaza kini terperangkap dalam penjara sureal. Dan… bum bum bum! Bom selama 15 bulan berjatuhan tanpa henti. Yang bisa melarikan diri langsung mengungsi ke bagian selatan kota. Yang tetap bertahan hanya bisa menyerahkan hidup dan mati ke tangan Sang Pencipta.

Ini bukan perang, tetapi pembersihan etnis Arab-Muslim. Israel sedang mewujudkan wawasan Israel Raya yang membentang luas melampaui daratan Palestina. Israel sedang mempersiapkan sesuatu yang besar, sangat besar, yang mungkin akan dituntaskan lintas generasi. Langkah awal dari ide gila dan biadab ini adalah pengusiran bangsa Palestina keluar tanah air. Kalau tidak mau keluar maka matilah kalian, kira-kira begitu ujar kaum zionis itu.

Idenya saja sudah biadab, apa lagi perwujudannya. Rezim zionis Israel sudah kotor sejak dalam pikiran. Kota Gaza yang sudah menjadi penjara terbesar di dunia dihujani bom dengan daya ledak tinggi. Orang-orang tua, wanita hamil, anak kecil, semuanya. Semuanya dibantai Israel.

Tentara-tentara bengis itu kemudian akan mengadakan pesta, dansa-dansi dan bersorak-sorai melihat kematian orang-orang Palestina. Merayakan kematian orang-orang tak berdosa yang telah dibantai dengan pesta pora di luar akal sehat manusia normal. Hanya manusia berhati binatang yang bisa melakukannya.

Tentara zionis Israel menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bahan peledak di kota malang itu. Diperkirakan dibutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk membersihkan puing akibat pengeboman yang ditaksir lebih dari 42 juta ton. Kemungkinan masih ada bom yang tidak meledak yang akan terus menghantui keselamatan Gaza.

Gaza tampak seperti labirin hitam gelap tanpa cahaya. Udara pekat dan pengap. Amis darah menyerbu sudut-sudut kota yang sudah jadi puing tanpa manusia. Gaza seperti lorong tanpa kesudahan. Israel dan para penyokongnya, Barat dengan standar ganda maksimal mereka, kini puas melihat kerusakan dan penderitaan rakyat Palestina.

Pembalasan kecil Hamas karena bangsa Palestina sudah menderita dijajah sejak 1948 dibalas gempuran berkali-kali lipat yang tidak hanya menyasar kelompok perlawanan. Israel secara sengaja mengebom rumah sakit, universitas, rumah penduduk, dan semua yang bisa diluluhlantakkan tanpa pandang bulu, padahal tempat-tempat itu tidak ada kaitannya dengan peperangan atau senjata.

Labirin Gaza adalah lintasan kematian. Rakyat Palestina tidak tahu kapan hidup mereka akan berakhir karena setiap saat bom bisa meledak ketika melintasi jalan raya, menunaikan ibadah, atau sedang tidur. Bila mereka tidak mati karena bom, maka mereka meregang nyawa karena kelaparan atau sakit. Tentara zionis Israel memblokade pasokan makanan dan obat-obatan meskipun untuk tujuan kemanusiaan. Mereka penjahat kemanusiaan yang sebenarnya.

Dalam 15 bulan pembantaian tentara zionis Israel terhadap penduduk Gaza, tercatat hampir 47 ribu jiwa meninggal dunia, termasuk 18 ribu anak-anak tak berdosa. Statistik ini menunjukkan data memilukan. Karena artinya, satu orang untuk setiap 50 pendudk Gaza telah meninggal dunia karena pembantaian biadab tentara zionis.

Lebih 110 ribu orang terluka, atau satu dari 20 penduduk Gaza. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hampir seperempat dari korban yang cedera, atau sekitar 22,5 ribu orang, mengalami cedera permanen yang mengubah hidup mereka untuk selamanya akibat tidak mendapatkan perawatan semestinya.

Menurut UNRWA, badan PBB untuk urusan pengungsi Palestina, setiap hari 10 anak kehilangan satu atau kedua kakinya melalui operasi dan amputasi yang dilakukan dengan sedikit atau tanpa anestesi. Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan hingga akhir tahun 2024 setidaknya telah terjadi 4,5 ribu kasus amputasi.

Selain korban jiwa yang terkonfirmasi oleh petugas kemanusiaan, ribuan orang diduga terkubur di bawah puing bangunan yang runtuh akibat pengeboman. Dengan terbatasnya peralatan untuk memindahkan puing-puing dan menyelamatkan korban yang terjebak di bawah beton, para relawan dan pekerja kemanusiaan hanya mengandalkan tangan telanjang. Sampai sekarang belum ada cara untuk mengetahui berapa banyak orang yang syahid di bawah reruntuhan.

Labirin Gaza lebih sureal daripada lukisan Salvador Dali. Bila lukisan jam meleleh Dali lahir dari imajinasi yang tidak punya dasar fakta dari dunia nyata, maka pemandangan Gaza adalah realitas keras yang bisa diindera. Tetapi realitas ini kelihatan sureal karena melampaui imajinasi orang-orang waras untuk mencernanya.

Sekitar 2,2 juta warga Gaza mengalami rawan makanan yang akut dan satu juta orang tidak punya akses bantuan makanan lembaga PBB, World Food Program, akibat blokade Israel. Menurut Statuta Roma, perjanjian untuk Pengadilan Kriminal Internasional, secara sengaja membuat penduduk kelaparan adalah kejahatan perang bila dilakukan waktu konflik bersenjata.

Rezim biadab Israel secara sistematis memblokade bantuan makanan dan air minum untuk orang-orang yang kelaparan di Gaza. Mereka membatasi pengiriman bantuan dan melakukan serangan terhadap para pekerja kemanusiaan. Ini mengakibatkan warga kelaparan dan sangat bergantung pada bantuan luar.

Tercatat setidaknya delapan bayi meninggal karena hipotermia di tempat pengungsian yang tidak memadai selama musim dingin. Sekitar 1,9 juta orang menjadi pengungsi di dalam negerinya sendiri. Sekitar 80 persen di antaranya terpaksa harus tinggal di tempat penampungan sementara tanpa pakaian yang layak atau perlindungan dari hawa dingin.

Sekitar 110 ribu dari 135 ribu tenda yang dipakai sebagai tempat berlindung di Jalur Gaza sudah usang dan tidak layak pakai.

Dan setelah 15 bulan pengeboman secara biadab tanpa henti, akhirnya tercapai kesepakatan gencatan senjata. Maka mulai hari Senin, 27 Januari 2025 lalu gelombang pengungsi Gaza membanjiri Jalan al-Rasyid yang persis berada di panggir pantai dan Jalan Salahuddin untuk kembali ke kampung halaman mereka yang sudah rata dengan tanah, tinggal puing, dan rangka abstrak.

Pemandangan di Jalan al-Rasyid lebih sureal daripada gambar-gambar mimpi film Akira Kurosawa. Jalan itu dipenuhi oleh puluhan ribu manusia. Otoritas Gaza mengatakan pengungsi yang akan kembali setelah 15 bulan meninggalkan kampung halaman mencapai 300 ribu orang. Mereka harus berjalan sejauh tujuh kilometer dari bagian selatan Gaza.

Mereka membawa apa saja yang bisa dibawa melintasi jalan berlubang yang telah dirusak oleh bom Israel. Ada yang membawa ransel di punggung. Ada yang membawa karung di atas kepala. Anak-anak kecil ada yang berjalan, ada yang digendong orang tua mereka. Ada yang kelelahan dan duduk di pinggir jalan karena tidak kuat lagi berjalan.

Pemandangan di jalan pinggir laut itu begitu dramatis, menyerupai adegan film eksodus Nabi Musa dan umatnya yang lari dari Mesir menuju Kanaan untuk menghindari perbudakan Fir’aun 3500 tahun sebelumnya.

Jalan Salahuddin lebih baik daripada Jalan al-Rasyid. Jalan itu dibuka untuk kendaraan meskipun perusahaan swasta Amerika yang tidak disebutkan namanya diberikan tugas untuk mengecek setiap kendaraan yang lewat. Pihak Israel berkilah rombongan pulang kampung dari pengungsian itu bisa disusupi untuk penyelundupan senjata.

Yang tampak di layar TV justru di atas mobil yang dipenuhi keluarga yang telah 15 bulan mengungsi itu adalah tangki air, kasur lusuh, dan berbagai macam perlengkapan rumah tangga seadanya untuk memulai hidup baru di tengah reruntuhan rumah mereka. Mobil-mobil itu berdesakan untuk lewat, dan penumpang di dalamnya tidak sabar untuk segera mencium rumah mereka dan bersujud syukur.

Allah sedang mengangkat derajat bangsa Palestina dengan memberikan ujian yang sangat berat. Selama 15 bulan dibom bertubi-tubi oleh Israel dalam rencana besar pembersihan etnis Arab-Muslim, ternyata rencana itu jauh dari berhasil. Bangsa Palestina tetap kekar, selalu optimis dan bersyukur, dan tak pernah kehilangan harapan suatu hari kelak Palestina akan merdeka dan setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Saya sering malu melihat diri-sendiri bila berkaca pada bangsa Palestina. Malu karena merasa kurang bersyukur. Bangsa Palestina dalam keadaan sangat sulit dengan masa depan yang tidak menentu pun masih tetap optimis dan tetap semangat menjalani hidup, dan di atas segalanya, mereka menyerahkan segalanya kepada kuasa Allah SWT. Dari sinilah rasa syukur yang besar dan tak henti-hentinya itu muncul. Mereka sangat yakin Allah akan menolong.

Surealisme Gaza melampaui imajinasi orang waras untuk memahaminya. Ia kini hypersurealisme, gabungan realisme dan surealisme sekaligus. Yang juga berarti fakta dan realitas dalam banyak hal bisa lebih fiktif dan dramatis daripada fiksi sendiri. ***