Kekaisaran Portugis yang kaya raya dan digdaya secara militer secara perlahan meredup setelah gempa berkekuatan 8,5 sampai 9 pada skala Richter meluluh-lantakkan kota Lisboa yang cantik, salah satu kota yang menjadi kebanggaan Eropa pada abad ke-18. Inilah gempa yang menulis ulang jalannya sejarah karena dampaknya yang maha dahsyat bagi Portugis dan dunia.
Portugis yang kuat secara militer karena menguasai teknologi perhubungan laut dengan kapal-kapal yang besar menjadi pelopor kolonialisme Eropa setelah Vasco da Gama menemukan jalur laut menuju Afrika dan India. Da Gama melakukan perjalanan pertamanya ke dunia baru selama dua tahun, mulai 1497 hingga 1499.
Vasco da Gama dan penerusnya lambat laun menemukan komoditi yang menjadi kesukaan bangsa Eropa pada waktu itu yaitu rempah-rempah yang tumbuh di Asia. Maka dimulailah era penguasaan perdagangan rempah-rempah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, dan disusul dengan penguasaan wilayah yang dikenal sebagai kolonialisme. Penguasaan wilayah diperlukan untuk menguasai pasokan rempah-rempah.
Ketika gempa terjadi pada 1 November 1755, yang bertepatan dengan perayaan Dia de Todos os Santos (Hari Semua Orang Suci) bagi penganut agama Katolik, umur penjelajahan vasco da Gama sudah lebih 250 tahun, yang menyebabkan Portugis menjadi kekaisaran yang kaya raya dan digdaya secara militer. Wilayah jajahannya sudah tersebar di Afrika, Asia dan Amerika Latin.
Di Afrika, wilayah jajahan Portugis meliputi negara-negara Guinea Bissau, Mozambique, São Tomé e Príncipe, Tanjung Hijau (Cape Verde), dan Angola; di Asia meliputi Makau (Cina), Malaka (Malaysia), Goa (India), Timor Leste, dan wilayah atau pulau-pulau Indonesia; dan di Amerika Latin meliputi negara Brazil yang luasnya sekitar setengah dari benua Amerika bagian Selatan. Kini wilayah Portugis di luar negara Portugis yang masih tersisa hanya tinggal kepulauan Azores dan Madeira.
Sampai dengan tahun 1755, inilah gempa bumi ketiga paling dahsyat yang pernah terjadi di Portugis. Sebelumnya gempa serupa juga terjadi pada tahun 1332 dan 1531, namun tidak menjadi catatan sejarah penting Portugis. Gempa 1755 yang menewaskan sekitar 30 ribu hingga 40 ribu jiwa dan meluluhlantakkan kota Lisboa ini menjadi gempa yang menjadi sorotan sejarawan karena sejumlah faktor yang menyertainya. Bahkan menurut catatan sejarah, pada 1969 juga kembali gempa besar terjadi, tetapi tidak menonjol seperti gempa 1755.
Gempa 1755 menjadi penanda sejarah penting bagi historiagrafi Portugis karena beberapa hal. Di antaranya adalah karena gempa ini: 1) mengakibatkan perubahan sosial dan budaya tidak hanya di Portugis tetapi juga di Eropa secara umum; 2) terjadinya krisis iman Katolik bagi pemeluknya; 3) menjadi penyebab awal kemunduran kolonialisme Kekaisaran Portugis serta pemantik peristiwa-pertistiwa besar dunia lainnya; dan 4) munculnya saintisme, buah dari Abad Pencerahan Eropa, yang kemudian di antaranya mempelajari gempa bumi secara ilmiah.
***
Gempa bumi Lisboa 1775 menyebabkan terjadinya perubahan sosial, atau setidaknya pemahaman filosofis mengenai fenomena alam dan sosial, baik di Portugis maupun Eropa secara umum. Perdebatan filosofis antara dua raksasa budaya Eropa pada waktu itu, yaitu Voltaire dan Rousseau di Prancis, menyeruak ke publik. Penyair dan filsuf Voltaire menerbitkan Poemes sur le Desasstre de Lisbonne (Puisi-puisi mengenai Bencana Lisboa) pada Mei 1756, atau enam bulan setelah gempa terjadi.
Voltaire dalam puisinya meragukan ajaran agama, khususnya iman Katolik, yang berpendapat bahwa semua hal di dunia ini baik adanya. Dia menolak pendapat yang mencoba mendamaikan kebaikan Tuhan dengan fakta munculnya penderitaan manusia yang diakibatkan oleh bencana Lisboa. Bagaimana manusia bisa memahami keadilan Tuhan bila Tuhan sendiri pada saat yang sama menurunkan bencana? Ini semacam evaluasi, keraguan, dan gugatan filosofis atas fakta eksistensial penderitaan warga Lisboa.
Filsuf Rousseau menanggapi puisi Voltaire dalam bentuk surat – yang kemudian dikenal sebagai “surat Rousseau mengenai takdir Tuhan” – dan membela ajaran konservatif agama yang mengajarkan optimisme dan kepercayaan akan kebaikan Tuhan. Kata Rousseau, tidak mungkin Tuhan mengirim bencana, dan penyebab bencana bukanlah manusia, tetapi kondisi sosiallah yang menyebabkannya. Surat Rousseau ini terekam dalam buku Lettre de J.J. Rousseau à Monsieur de Voltaire (Surat J.J. Rousseau ke Tuan Voltaire) yang sudah ditulis pada Agustus 1756 tetapi terbit tahun 1759.
***
Pemeluk Katolik yang taat mempertanyakan iman Katolik mereka karena apa maksud Tuhan di balik bencana maha dahsyat gempa bumi berkekuatan sekitar 8,5 hingga 9 pada skala Richter itu. Tokoh-tokoh agama mengatakan gempa ini adalah bentuk kutukan dan kemarahan Tuhan kepada umat Katolik dan bangsa Portugis. Bila perdebatan Voltaire dan Rousseau didasarkan pada persoalan filosofis, maka bagi umat Katolik ini adalah masalah teologis yang menggoyang iman.
Fakta bahwa bencana maha dahsyat ini terjadi pada perayaan Dia de Todos os Santos pada 1 November sangatlah sulit dipercayai oleh iman Katolik banyak warga Lisboa. Di negara-negara penganut Katolik, perayaan ini dilakukan untuk memperingati dan memberikan penghormatan kepada semua orang suci dan martir baik yang dikenal maupun tidak.
Pada perayaan 1 November 1755, hampir semua warga Lisboa menuju gereja untuk melakukan peribadatan. Mereka meninggalkan rumah dengan lilin masih menyala. Jemaat gereja berdoa untuk para santo dan martir yang dipercayai sedang bersama Yesus di surga. Dalam Bahasa Latin, perayaan ini dekenal sebagai Festum Omnium Sanctorum.
Namun pada jam 9.40 pagi, ketika hampir semua orang sedang berdoa di gereja, tiba-tiba gempa maha dahsyat berkekuatan antara 8,5 hingga 9 pada skala Richter mengguncang Lisboa dan kota-kota lain di Portugis selama 10 menit. Energi yang dikeluarkan gempa ini sebesar 475 megaton TNT, atau sama dengan 32 ribu bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima, atau tiga kali lebih dahsyat daripada ledakan Gunung Krakatau. Titik episentrum berada di tengah laut sekitar 200 kilometer dari Lisboa.
Tiba-tiba lonceng gereja bergoyang dan berbunyi sendiri. Menyadari apa yang sedang terjadi, orang-orang berteriak keluar gereja mencari selamat. Dalam sekejap kota Lisboa rata dengan tanah. Lilin-lilin yang masih menyala jatuh dan membakar benda-benda di sekelilingnya. Ini kemudian menimbulkan kebakaran hebat.
Tidak lama berselang setelah gempa, tsunami yang sangat besar menghantam kota dan menenggelamkan banyak orang. Kota yang telah rata dengan tanah kini disapu oleh banjir tsunami. Tetapi tak cukup dengan itu, pukulan ketiga datang. Kebakaran besar akibat lilin-lilin yang berjatuhan meghanguskan seluruh kota selama enam hari. Lisboa kini porak poranda, tinggal puing dan jelaga hitam.
Pukulan demi pukulan bencana dalam waktu bersamaan ini betul-betul mengoyak eksistensi dan iman Katolik warga. Di hari besar umat Katolik yang mendoakan orang-orang suci tetapi tiga bencana secara bersamaan menghantam. Sangat sulit untuk memahami bagaimana kebakaran bisa terjadi setelah tsunami dan banjir merendam kota. Apakah air yang masuk ke rumah-rumah tidak cukup dan tidak kuat memadamkan api yang timbul akibat jatuhnya lilin?
Raja José yang berkuasa kala itu selamat dari bencana karena berada di luar kota tetapi mengalami pukulan mental yang luar biasa. Dia depresi melihat kota indah dan negerinya hancur. GDP seluruh negeri tinggal hanya separuh, dan dia lumpuh secara mental. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan untuk membangun kembali kehancuran yang dia saksikan di depan mata.
Raja malang itu tidak pernah lagi berani tidur di dalam bangunan sampai ajal menjemput. Dia mendirikan kemah di tanah lapang dan tidur di sana. Sang raja mengidap klaustrofobia.
***
Gempa bumi ini disebut-sebut sebagai penyebab awal rangkaian kemerosotan kekuasaan Kekaisaran Portugis yang tersebar di empat benua. Krisis dimulai dari lumpuhnya mental raja José yang tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membangun kembali negerinya yang sudah hancur berkeping.
Kesempatan ini digunakan oleh menteri Marquês de Pombal untuk mempromosikan dirinya ke tampuk kekuasaan. Dia mengumpulkan segala sumber daya untuk membangun kembali Lisboa yang sudah tinggal puing. Dia mengerahkan militer dan menugaskan para insinyur untuk membuat rancangan pembangunan kembali.
Kerugian yang diderita Portugis sangatlah besar. Emas yang diangkut dari daerah jajahan di Brazil diberitakan amblas seketika akibat gempa, banjir tsunami, dan kebakaran besar itu. Gudang penyimpanan bernama Casa da India (Gedung India) yang menyimpan batu permata dari Brazil dengan nilai 1,5 persen dari GDP Portugis waktu itu lenyap. Ekonomi dan kekuasaan kekaisaran Portugis melemah. Inilah yang menyebabkan musuh dan daerah jajahan mulai berani bangkit melawan.
Daerah jajahan Portugis di Goa (India) lambat laun dikuasai oleh Inggris pada 1799-1815. Terjadi pemberontakan di Brazil pada 1788 yang dipimpin oleh Tiradentes, meskipun ia tertangkap dan dieksekusi empat tahun kemudian di tempat umum. Pada 1815 Brazil mendapatkan status yang sama dengan penjajah Portugis, dan akhirnya merdeka dari Portugis pada tahun 1822.
Tidak cuma itu. Gempa Lisboa 1755 juga disebut mempengaruhi perdagangan antara Portugis dan Inggris yang kemudian mempercepat terjadinya Revolusi Amerika 1776. Revolusi Prancis 1789 yang menyusul Revolusi Amerika adalah rentetan dari rangkaian sejarah besar ini.
Memudarnya kekuasaan Portugis di daerah jajahan dan pengaruhnya pada sejarah dunia secara langsung atau tidak disebabkan oleh gempa Lisboa. Namun tentu saja hipotesis ini memerlukan studi lanjutan dengan bukti-bukti yang valid.
***
Gempa Lisboa memicu munculnya saintisme atau sikap yang percaya dan bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memahami dunia. Pelopornya siapa lagi kalau bukan menteri Marquês de Pombal yang dengan gigih membangkitkan semangat orang yang selamat dari bencana untuk membangun kembali kota yang telah porak poranda.
Pombal punya agenda politik dengan inisiatifnya ini yaitu untuk menggantikan peran Raja José yang lumpuh secara mental, yang kemudian membuatnya memerintah selama 22 tahun. Namun sejarah kemudian mencatat Pombal mempunyai kontribusi besar sebagai pelopor rekonstruksi kota dan pengurangan risiko bencana.
Pombal memerintahkan dikumpulkannya bukti dari banyak sumber mengenai gempa tersebut yang berasal dari catatan dan pengakuan orang-orang yang terdampak. Dari catatan ini dilakukan analisis mengenai karakteristik gempa dan akibatnya. Setelah dilakukan analisis, tim Pombal membuat kesimpulan.
Kesimpulan ini dijadikan rujukan untuk pembangunan gedung dan infrastruktur lainnya di Lisboa. Salah satu temuan penting dari usaha ini adalah inovasi teknologi yang dikenal sebagai “kerangkeng Pombal” (gaiola pombalina) dalam konstruksi bangunan. Kerangkeng Pombal yang terbuat dari kayu ini berfungsi sebagai tulang bangunan yang berguna untuk membuat bangunan semakin kokoh berdiri dan menjadikannya tahan gempa.
Pendekatan Pombal terhadap bencana Lisboa yang mengedepankan saintisme adalah buah dari Abad Pencerahan Eropa yang memisahkan diri dari pengaruh gereja yang kuat. Abad Pencerahan yang berlangsung pada abad ke-17 dan 18 merupakan gerakan intelektual yang mengedepankan rasionalisme dan empirisme. Di antara kejadian yang mengawali munculnya Abad Pencerahan adalah terbitnya buku René Descartes Discours de la Méthode (Uraian mengenai Metode) pada 1637 dan buku Isaac Newton Principia Mathematica (Prinsip Matematika) pada 1687.
Pombal bersentuhan dengan ide-ide Abad Pencerahan setelah tinggal di Inggris dan Austria yang membuatnya sadar bahwa Portugis jauh tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan. Kini Pombal dikenal sebagai orang pertama yang melakukan studi mengenai gempa yang melahirkan ilmu seismologi. Akibat jerih payahnya ini Lisboa mendapat predikat sebagai kota pertama di dunia yang memiliki bangunan tahan gempa.
***
Melakukan refleksi atas gempa maha dahsyat Lisboa 1755 mau tidak mau mengantarkan kita ke kesimpulan yang tidak bisa tunggal. Bahwa, pertama, sebagai orang beragama, kita diajarkan untuk percaya bahwa apa pun kejadian di atas dunia ini pasti ada sebab-akibatnya. Pasti atas kehendak Tuhan yang Maha Kuasa. Tidak selembar pun daun jatuh tidak atas pengetahuan, kehendak, dan kekuasaan Tuhan.
Maka atas kepercayaan ini, orang beragama pasti percaya bahwa bencana maha dahsyat di Lisboa tahun 1755 itu pastilah atas kehendak Tuhan, dan orang beragama pasti percaya bahwa itu adalah bentuk hukuman Tuhan atas dosa-dosa yang diperbuat penduduk di sana. Mempercayai sebaliknya, menganggap bencana itu sebagai fenomena alam semata, adalah bentuk pengingkaran atas kuasa dan kehendak Tuhan.
Bagaimana kalangan sekuler dan ateis bisa menjelaskan kenapa gempa itu harus terjadi pada tanggal 1 November 1755? Kenapa bergeraknya lempeng bumi yang mengakibatkan gempa besar harus terjadi pada tanggal itu, bukan pada tanggal 1 Desember atau tahun 1776, misalnya? Apakah ini terjadi secara acak saja atau sudah direncanakan oleh Tuhan? Ini masalah gaib yang hanya Tuhan yang tahu. Ilmu pengetahuan modern sama sekali belum bisa memahami masalah ini.
Kedua, di balik hukuman dan murka Tuhan itu, ternyata ada berkah dan hikmah di baliknya. Yaitu, Tuhan ingin memberikan pelajaran kepada hambaNya agar mereka kembali ke jalan yang benar, berbuat baik di atas bumi, dan hanya menyembah Tuhan yang satu.
Tidak hanya itu, dengan hukuman seperti terjadi di Lisboa, Tuhan sedang menurunkan berkah berupa ujian yang baik yang kemudian melahirkan ilmu seismologi, perencanaan kota, dan ilmu bangunan modern. Di balik dosa dan hukuman yang diderita oleh warga Lisboa, yang juga dipercayai demikian adanya oleh umat Katolik di sana, ternyata pada saat yang sama melahirkan berkah yang membuat nama kota itu tak berhenti mendapat pujian hingga kini di banyak buku ilmiah.
Bahwa Lisboa menjadi eksemplar dari praksis rasionalisme dan empirisme Abad Pencerahan Eropa, yang menjadikannya harum semerbak di kalangan akademia. Sementara bagian-bagian Eropa lain cuma masih bisa berwacana mengenai perwujudan rasionalisme dan empirisme, Lisboa dan Portugis melangkah lebih maju karena mampu mewujudkannya menjadi bangunan tahan gempa dan tata kota modern yang kasat mata.
Jadi, di balik murka Tuhan, karena Dia begitu sangat menyayangi hambaNya, dalam kemaharahanNya pun Dia menyisipkan berkah kepada hambaNya. Wallahu a’lam. ***