Friday, October 12, 2007

Filantropi dan Keadilan Sosial

Republika, Selasa, 19 Oktober 2004

Buni Yani
Direktur The Public Sphere Institutedan Redaktur Eksekutif Jurnal Aksi Sosial UI-Depsos

Konsep tentang keadilan sosial dimiliki oleh hampir seluruh masyarakat di dunia tanpa memandang ras, warna kulit, dan bahasa. Sejarah dunia mengajarkan betapa keadilan sosial adalah hak bagi mereka yang papa, dan kewajiban bagi mereka yang berlebih. Mulai dari Paris tahun 1789 hingga Jakarta tahun 1998, revolusi sosial paling gampang disulut oleh ketidakadilan sosial. Dalam revolusi Prancis kaum feodal menjadi tumbal, dalam reformasi Indonesia etnis Tionghoa menjadi sasaran amarah rakyat yang menderita dan terpinggirkan.

Agama-agama besar mengajarkan tentang keadilan. Para pemikir mulai dari yang klasik hingga yang kontemporer mencari tahu dan merumuskan apakah yang dimaksud dengan keadilan. Seandainya keadilan tak pernah begitu penting menjadi diskursus dan praksis, mungkin magnum opus mahaguru Universitas Harvard John Rawls The Theory of Justice tak akan pernah terbit dan dibaca begitu banyak sarjana di seluruh dunia. Juga, seandainya ketimpangan sosial tak pernah begitu menyakitkan dalam permenungan kaum literati, mungkin The Communist Manifesto Karl Marx tak akan pernah diikrarkan dan begitu berpengaruh sebagai ideologi pergerakan kaum tertindas.

Pentingnya keadilan sosial bisa dipahami baik secara teori dan praksis, di antaranya, karena dunia tempat kita berpijak kini dan di sini adalah milik kita bersama. Kita mau tak mau harus saling berbagi dunia yang satu ini. Gagasan tentang keadilan sosial, yang pada dataran tertentu mungkin utopis, lahir dari kenyataan bahwa ketimpangan sosial bisa terjadi di mana-mana. Bangsa Indonesia kini bernasib kurang mujur. Setelah didera krisis berulang kali dalam skala kualitas dan kuantitas yang dahsyat, maka jumlah mereka yang kurang beruntung dan menderita berlipat ganda, melebihi kemampuan negara untuk menanganinya.

Krisis Indonesia yang telah menjatuhkan banyak warga menjadi kaum pariah di negeri sendiri di antaranya disebabkan oleh kelalaian, ketidakmampuan, kebodohan keserakahan, dan kebiadaban sejumlah pemimpin. Lalai, karena jeritan demi jeritan derita rakyat tak pernah menyentuh hati nurani para pemimpin untuk memperbaiki nasib rakyat. Tak mampu, karena spiral krisis kini semakin tak berujung dan belum ada titik terang untuk keluar darinya. Bodoh, karena kesalahan serupa dalam memperbaiki nasib rakyat dilakukan berulang kali. Serakah, karena semakin banyak mereka mendapatkan harta dari cara-cara tak halal, semakin haus mereka, dan semakin terperosok ke dalam jurang kehinaan. Biadab, karena semakin meluasnya tindak kejahatan korupsi tanpa mempertimbangkan dan berempati pada akibat yang ditimbulkannya. Dan kini krisis kita menjadi sempurna, karena secara struktural disebabkan oleh negara.

Pengangguran adalah nasib mereka yang terkena PHK, dan mungkin juga dikarenakan berbagai alasan profesionalisme lainnya. Kemiskinan adalah takdir bagi mereka yang tak terberdayakan secara struktural, dan bencana bagi mereka yang tak pernah mampu mengubah keadaan. Kebutahurufan adalah kehinaan di jaman serba modern kini karena menutup akses-akses penting bagi kemajuan kehidupan.

Pengangguran, kemiskinan, dan kebutahurufan, tanggung jawab siapakah ini? Semestinya masalah-masalah ini adalah tanggung jawab negara, karena itulah alasan kita bernegara dan tunduk kepadanya. Namun sekarang negara mengalami impotensi yang akut. Ketidakmampuan negara menangani berbagai krisis, atau bahkan malah memperburuknya, telah memupuskan harapan rakyat kepada negara untuk menjadi pemecah masalah. Bagaimana mungkin negara yang kini menjadi sumber masalah akan memecahkan masalah itu sendiri. Korupsi, korupsi, dan korupsi, itulah soalnya. Negeri kaya ini kini menjadi sapi perahan mereka yang berkuasa. Adalah sebuah ironi bahwa negeri di mana terdapat banyak sumber daya alam terdapat banyak pengemis yang kelaparan, pengangguran yang mengamen, dan kriminal yang merampok. Korupsi di jaman yang disebut sebagai otonomi daerah ini telah menyebarkan kemampuan korupsi ke daerah-daerah dan membagi rata sumber-sumber daya milik rakyat yang masih tersisa.

Karena negara telah bangkrut dan gagal menyejahterakan rakyat karena meluasnya korupsi dan berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan lainnya, rakyat kini tak memiliki pilihan lain kecuali memberdayakan diri untuk memecahkan masalahnya sendiri. Kita hanya bisa berharap pada diri sendiri untuk mengubah keadaan yang semakin mendera dari hari ke hari. Kita harus menggalang kesetiakawanan sosial, berempati kepada saudara-saudara kita yang kurang mampu, membantu mereka untuk keluar dari penderitaan yang mereka alami. Kita harus membuat jaringan seluas-luasnya untuk membangun masa depan yang lebih baik yang telah diacuhkan oleh negara. Kita harus menahan napas panjang dan bersabar dalam melakukan perjuangan kemanusiaan ini.

Kita kini memerlukan kedermawanan sosial dari masyarakat madani untuk menyembuhkan ruang publik kita yang hancur berantakan oleh meluasnya kemiskinan, pengangguran, dan putus sekolah. Kedermawanan sosial, atau filantropi, adalah cahaya di tengah krisis sosial dan krisis keadilan di negeri yang menunggu kebangkrutannya ini. Filantropi setidaknya menciptakan semacam perasaan keadilan sosial bagi mereka yang terpinggirkan dan menderita terus-menerus. Bila rasa adil ini semakin susut dan suatu saat hilang sama sekali, maka diktum l'histoire se repetesejarah berulang bisa saja menjadi kenyataan. Kerusuhan yang lebih dahsyat dari tragedi Mei 1998 tak mustahil akan terjadi. Kini para petani di pedesaan telah berani secara sepihak dan anarkis merebut hak-hak mereka yang dulu dirampas negara. Reformasi telah memberdayakan kemandulan politik kelompok yang paling jauh dari hiruk-pikuk kekuasaan. Petani adalah indikator paling sahih bahwa keberanian politik untuk menuntut hak telah meluas ke seluruh lapisan masyarakat.

Bila petani di pedesaan saja memiliki keberanian yang besar untuk menuntut keadilan sosial, maka saudara mereka di perkotaan yang begitu dekat dengan kekuasaan dan informasi pastilah memiliki keberanian lebih--dan mungkin juga strategi tertentu--untuk mendapatkan hak-hak mereka. Revolusi sosial bukanlah hal yang mustahil bila kondisi yang semakin hari semakin memburuk ini tak lagi tertahankan oleh rakyat. Kenaikan indeks saham di bursa saham tak berpengaruh langsung pada kehidupan rakyat. Mereka perlu pangan dan kebutuhan mendasar lainnya. Urusan perut adalah urusan hidup dan mati yang tak bisa menunggu waktu nanti untuk pemenuhannya.

Dunia kaum pengangguran, pengamen, dan kriminal adalah bagian dari dunia kita, ruang publik kita. Mungkin hari ini mereka yang memiliki BMW selamat dari ancaman perampokan di bawah sebuah jalan layang di Jakarta, namun lain kali mungkin mereka tak bernasib terlalu mujur. Begitu gentingnya masalah pengangguran, kemiskinan, dan putus sekolah ini sehingga ia tidak hanya mengisi ruang publik kita, tetapi juga, dalam batas tertentu, telah merasuk ke dalam ruang privat kita. Karena meluasnya pengangguran dan kemiskinan di Jakarta, Anda menjadi resah setiap kali ada yang mendekati mobil Anda untuk ngamen. Jangan-jangan mereka ingin merampok, menggores cat mobil atau mencederai Anda.

Menyadari dunia tempat kita berpijak kini adalah dunia kita bersama, maka masalah-masalah kehidupan ini tentulah menjadi masalah kita bersama untuk dipecahkan. Kita harus menciptakan ruang paling nyaman untuk kita tinggali bersama. Gagasan ini tak mungkin bisa berjalan bila ada batu penghalang di tengah-tengah masyarakat.

Sekali lagi, filantropi adalah alternatif dalam menciptakan keadilan sosial dan menghindarkan ketimpangan sosial yang semakin mengkhawatirkan ini. Derma kita kepada para kaum papa adalah setetes air di gurun tandus dalam menyembuhkan penderitaan sosial yang meluas. Sumbangan Anda setidaknya memiliki dua nilai, pertama nilai material, dan kedua nilai moral. Nilai material derma Anda, mungkin karena jumlahnya, bisa mengentaskan banyak orang dari kemiskinan dan kepapaan. Inilah yang diharapkan oleh sebuah filantropi. Namun yang tak kurang penting adalah nilai moralnya. Mungkin derma Anda tak mampu menolong satu orang pun keluar dari kemiskinan dan beban lain yang menimpa, namun secara moral penerima sumbangan merasakan adanya sikap dan sifat keadilan sosial dalam masyarakatnya. Ia merasa diperhatikan. Ia merasa masyarakat tempat ia hidup tidak mengacuhkannya.

Baik nilai material maupun nilai moral sebuah derma mampu menghindarkan kecemburuan sosial yang potensial menyulut anarki. Filantropi, karenanya, adalah sebuah metodologi sosial untuk mengurangi akibat buruk kesenjangan sosial, baik yang secara struktural yang disebabkan oleh negara, maupun yang ditimbulkan oleh faktor internal individu. Filantropi memiliki asumsi dasar bahwa pemerataan sumber daya adalah keniscayaan dalam rangka berbagi kebahagiaan kepada mereka yang bernasib kurang mujur.

Bila filantropi berjalan baik di negeri ini, dalam rangka mengganti peran negara yang tak berfungsi untuk menjamin kesejahteraan bagi warga negaranya, maka kecemburuan sosial bisa ditekan. Bila kecemburuan sosial bisa tekan, maka potensi-potensi yang mengarah kepada anarki bisa dikurangi, dan, yang tak kalah gawatnya, revolusi sosial yang tak jarang berujung chaos sosial bisa dihindari.

Maka, tak berlebihan bila dikatakan di sini bahwa seorang dermawan di Indonesia di jaman yang penuh penderitaan dan ketimpangan sosial ini adalah seorang pahlawan yang akan mendapatkan tempat mulia di sisi Tuhan. Ramadhan kali ini semoga membuka hati kita semua untuk berderma lebih banyak lagi agar ketimpangan sosial bisa semakin diperkecil. ###

No comments:

Post a Comment

Thanks for visiting my blog.